Ngelmu.co – Publik, terus menjadikan nama Febri Diansyah, sebagai bahan perbincangan hangat, usai yang bersangkutan mengajukan surat pengunduran diri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu yang ikut bersuara adalah Ali Murtado.
Mengaku sudah 18 tahun mengenal Febri, Ali, pun ‘membongkar’ seperti apa sosok Febri, yang selama ini ia kenal.
“Boleh jadi, saya bukan sahabatnya yang terdekat. Tapi setidaknya, saya mengenalnya cukup lama, 18 tahun,” cuitnya pada akun @alimurtado_id, seperti dikutip Ngelmu, Jumat (25/9).
“Ini cerita tentang Si Bung. Tentu akan subjektif. Tapi inilah Bung @febridiansyah, yang saya kenal,” sambungnya.
Mereka saling mengenal, ketika sama-sama masuk Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pada 2002 lalu.
“Kami sama-sama nge-kos, di Sagan. Kos-kosannya dulu adalah yang paling sederhana, bahkan mungkin paling ‘memprihatinkan’. Tapi dari keprihatinan itu, sepertinya dia belajar memimpin,” kata Ali.
Kebiasaan Febri, yang selalu diingatnya adalah datang ke kampus dengan sepeda ontel, kaos oblong, dan tas selempang mirip kantong terigu.
“Ia mengisi tasnya dengan satu-dua buku. Saya, tak seberapa ingat buku hukum apa yang dia bawa. Tapi saya ingat, tetralogi-nya Pram, selalu mengisi tas kantong terigunya itu,” akuan Ali.
Baca Juga: Dulu RI Punya Baharuddin Lopa, Sosok Jaksa Agung yang Jujur dan Sederhana
Sejak awal, Febri, yang ia panggil dengan sapaan ‘Si Bung’, sudah memperlihatkan bakat kepemimpinan.
“Dia kritis, tapi juga pandai merangkul (memobilisasi?) kawan-kawannya,” kata Ali.
“Dia terbiasa bersilang pendapat, tapi itu ia lakukan, dengan tutur kata lembut dan ketenangan, yang jarang dimiliki oleh orang-orang sebayanya,” sambungnya.
Febri, dinilai bukan hanya cemerlang dalam menyusun argumen hukum yang kukuh.
“Si Bung, juga sepertinya memiliki nyali yang tak mudah runtuh. Ia juga seorang yang wara’ (menjaga diri). Soal yang terakhir ini, saya ada cerita sendiri,” tutur Ali.
Menjelang akhir kuliahnya, seorang dosen mendekati Febri–yang kebetulan IPK-nya nyaris Cum Laude–hanya kurang nol koma nol sekian.
“Merasa ‘iba’, Pak Dosen, menawari untuk mengulang satu mata kuliahnya, sehingga ada kmungkinan, Si Bung mendapat nilai A, dan IPK-nya menjadi Cum Laude,” beber Ali.
Tapi Febri, menolak tawaran baik Pak Dosen. Ali, pun tak tahu persis apa alasannya.
“Mungkin karena sudah ingin cepat-cepat lulus, atau (ini yang paling mungkin) untuk menghindari utang budi, seakan-akan dia dapat Cum Laude karena jasa Pak Dosen tadi,” tebak Ali.
Akhirnya, sampai lulus, Febri, tetap puas dengan predikat nyaris Cum Laude.
Semasa kuliah, Febri, aktif di Lembaga Pers Mahasiswa di Fakultas Hukum UGM.
“Saya selalu menikmati tulisan-tulisannya. Dia menulis dengan gaya bahasa sastrawi, tapi tetap ringan,” kata Ali.
“Istilahnya, enggak ndakik-ndakik. Saya ga tau apakah kemampuannya itu pernah dia gunakan untuk menggombal,” candanya.
Tulisan Febri, dinilai tajam, kritis, dan bisa menyasar siapa pun. Baik aparat pemerintah, birokrat kampus, hingga sesama mahasiswa.
“Saya ingat, ketika kami dari Dewan Mahasiswa, menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban,” ujar Ali.
“Sidang berlangsung sampai dini hari, karena Si Bung, menghujani kami dengan kritik,” imbuhnya, yang selesai kuliah, ‘berpisah jalan’ dengan Febri.
“Saya di birokrasi, dan Si Bung, di lembaga swadaya masyarakat antikorupsi,” kenang Ali.
Meski jarang bertemu, mereka selalu berusaha menjaga komunikasi.
“Saya lihat saat itu, namanya sudah berulang kali nangkring di rubrik opini, Kompas,” lanjut Ali.
“Hari ini, Si Bung, mengambil jalan baru. Mengundurkan diri dari lembaga yang sangat dicintainya,” sambungnya lagi.
“Saya tidak terkejut, meski tidak menyangka akan seringkas ini,” akuan Ali.
“Mungkin dia ingin menjalankan bahwa tugas manusia adalah menjadi Manusia. Tak harus dengan ‘M’ besar, tapi cukup dengan kontribusi besar,” tegasnya.
Di akhir, Ali, pun mendoakan Febri, “Selamat meneruskan perjalanan, Bung. Seperti katamu, ‘kita tak pernah benar-benar berpisah, kita hanya membagi tugas’,” pungkasnya.
Boleh jadi saya bukan sahabatnya yang terdekat. Tapi setidaknya saya mengenalnya cukup lama, 18 tahun. Ini cerita tentang Si Bung. Tentu akan subyektif. Tapi inilah Bung @febridiansyah yang saya kenal. #CeritaSiBung pic.twitter.com/8nd2anfnxL
— Ali Murtado (@alimurtado_id) September 24, 2020
Sebelumnya, melalui surat resmi yang diajukan pada 18 September 2020, Febri Diansyah, menyatakan mundur dari KPK, sekaligus menjelaskan alasannya.
Mohon maaf saya belum bs merespon banyak dukungan & masukan..
Dengan jujur Saya smpaikan, kondisi KPK mmg telah berubah. Tp saya ttp menghormati pilihan tmn2 yg bertahan ataupun selesai duluan.
Dan krn itu, menurut Saya, KPK harus dijaga dg lebih kuat. Dari dalam ataupun luar.
— Febri Diansyah (@febridiansyah) September 24, 2020
Selengkapnya: Febri Diansyah Mundur, “Kondisi Politik dan Hukum Telah Berubah Bagi KPK”