Ngelmu.co, JAKARTA – Tak kunjung digelarnya Rapat paripurna istimewa penyambutan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI baru, Anies Baswedan-Sandiaga Uno dinilai mustahil jika tidak ada campur tangan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri. Koordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu mengatakan, sikap ‘euh pakeuh’ Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang menolak melaksanakan Rapat paripurna tidak mungkin berdiri sendiri. Tetapi pasti sudah melalui kalkulasi meja besar Partai Banteng.
Hal tersebut, menurut Tom, merujuk pada pernyataan Megawati di banyak kesempatan , bahwa setiap kader PDI-P yang duduk di kursi legislatif maupun eksekutif menyandang status petugas partai. Tak terkecuali Presiden Jokowi sekalipun.Kalau Jokowi yang Presiden saja berstatus sebagai petugas partai, sudah barang tentu sikap Om Pras (Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi) yang menolak Rapat paripurna Istimewa adalah atas perintah Megawati, atau sekurang-kurangnya Mega sudah merestui,” kata Tom saat berbincang dengan wartawan di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).
Dijelaskan Tom, selama ini Megawati juga kerap sesumbar, setiap kader partai yang dipercaya mendapat penugasan untuk duduk mengisi jabatan penyelenggara diputuskan melalui putusan mahkamah partai. Dengan kata lain, mereka yang duduk di kursi pemerintahan maupun parlemen berdiri membawa bendera partai Banteng Moncong Putih, bukan individu.
“Jadi, saya meyakini hiruk-pikuk yang terjadi di DPRD DKI saat ini memang sengaja diciptakan. Entah bertujuan apa?. Sebab, yang saya tahu, Megawati mustahil diam jika tidak setuju dengan sikap kadernya,” ungkap Tom.
“Jika Mega keberatan, pasti Om Pras sudah dipanggil ke Teuku Umar (kediaman Megawati). Kalau petugas kan bisa ditugaskan apa saja, tergantung selera sang tuan,” katanya menambahkan.
Karena itu, Tom berharap, sebagai politisi paling senior dan juga bekas Presiden, Megawati Soekarno Putri segera merubah sikapnya terkait paripurna Anies-Sandi yang sudah sedemikian gaduh.
“Setiap pidato beliau kan mengatakan ‘kadernya adalah petugas partai’. Nah, sekarang warga Jakarta dan mayoritas Fraksi di DPRD menghendaki Rapat paripurna, bagaimana sikap Ibu Mega yang bijak menyikapi masalah ini?. Saya harap Megawati tidak ikut merusak tatanan berdemokrasi di Negeri ini,” ujarnya.
Selain itu, Tom juga mewanti-wanti, bahwa tidak adanya Rapat paripurna di Pemprov DKI akan menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan demokrasi di Tanah Air. “Hemat saya, kalau memang tidak siap menerima kekalahan sebaiknya ya jangan ikut Pilkada saja. Karena, apa yang terjadi di Ibu Kota sekarang ini, bisa-bisa merembet ke daerah lain. Kalau ini terjadi, maka kedepan demokrasi kita akan rusak entah berantah,” katanya.
Tom mengingatkan, pada tahun 2018 mendatang masih akan digelar beberapa Pilkada serentak lagi. “Gimana jadinya kalau nanti calon yang diusung PDIP kalah semua. Apakah di semua daerah itu bakal tidak dilaksanakan Sidang Paripurna Istimewa juga? Janganlah menciptakan hiruk pikuk politik yang tidak sehat. Ajarkan kami generasi muda ini berpolitik yang sehat, yang sesuai ajaran Bung Karno. Bukan politik balas dendam yang penuh kebencian,” ucap Tom.
Lebih jauh, Tom melanjutkan, Prasetio sebagai Sekretaris DPD PDI-P DKI berani dalam mengambil sikap yang diyakininya lebih bijak, tanpa terbelenggu dengan perintah atasan atau siapapun. “Kan bisa saja Om Pras menyerahkan kepada Wakil Ketua DPRD lainnya agar Paripurna Istimewa Anies-Sandi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Toh Om Pras juga tidak akan selamanya menjadi anggota apalagi ketua DPRD kan?,” imbuh Tom.
“Mari memulai mengutamakan budi luhur dalam membangun demokrasi, khususnya di DKI Jakarta. Jangan kita gencar mensosialisasikan NKRI, Pengamalan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, tapi justru dalam kehidupan kita berpolitik selalu dendam membara, dan selalu menyalahkan orang,” pungkas Tom.
Diketahui, sebelumnya dalam banyak kesempatan, Mega menyebut, saat ini PDIP memiliki banyak anggota partai, tapi mereka belum tentu mengemban tugas sebagai petugas partai. Petugas partai PDIP adalah kader partai yang duduk di kursi eksekutif, legislatif dan struktur kepengurusan partai.
Baca Juga: Dewan Pakar ICMI: Apakah Mendagri Dukung PKI Bangkit Dari Kubur?
Kader partai yang punya jabatan disebut petugas partai lantaran segala sesuatunya harus sesuai dengan perintah partai. Perintah partai yang dimaksud Mega berkaitan dengan ideologi yang diusung partai.
“Ideologi kami apa? Ideologi PDIP adalah Pancasila. Jabarannya ada pada Tri Sakti,” ujar Mega dalam sambutan pembukaan sekolah calon kepala daerah PDIP, di Depok, Jawa Barat, Selasa (21/7/2017).
Megawati masih ingat betul ketika dia menaruh kepercayaan kepada Jokowi untuk dicalonkan maju sebagai calon orang nomor satu di Indonesia. Saat itu Megawati berbicara empat mata dengan Jokowi yang masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Kamu sekarang gubernur DKI. Karena saya lihat kamu akan mampu lebih menjadi pemimpin nasional maka sebagai ketua umum partai saya memberikan mandat kamu sebagai petugas partai untuk menjadi calon bla bla bla,” ujar Mega saat mengenang kembali keputusannya memilih Jokowi.