Ngelmu.co – Akhir Desember lalu, viral berita bahwa Ahok menebus ijazah seorang siswi SMA di Lamongan, Jawa Timur. Kabar tersebut menyatakan bahwa siswi tersebut bersekolah di SMA 30 Lamongan yang ijazahnya ditahan pihak sekolah karena belum melunasi tunggakan sekolah.
Kabar tersebut sempat menuai kontroversi, karena di Lamongan tidak ada sekolah SMA 30 Lamongan. Disdik Jawa Timur pun lantas menelusuri berita terkait hal itu untuk memastikan kebenarannya.
Disdik Jatim menelusuri kabar viral tentang siswi SMA di Lamongan meminta tolong kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menebus ijazahnya. Temuan investigasi Disdik ternyata berbeda jauh dengan kabar viral itu. Berikut hasil penelusuran Disdik Jatim.
Kabar yang viral itu diawali unggahan foto surat yang beredar di media sosial. Dalam surat tersebut dibubuhi tanda tangan Ahok dan ditujukan kepada seorang siswi berinisial F. Di dalam surat tersebut juga tertulis agar F menghubungi staf Ahok yang bernama Natanael untuk membantu menyelesaikan persoalan ijazah yang tersangkut di sekolah.
Kemudian, tentang Ahok membantu siswi F ini juga diberitakan salah satu situs berita. Disdik Jatim kemudian melakukan penelusuran kebenaran soal kabar viral dan berita tersebut.
Penjelasan tertulis berjudul ‘Klarifikasi Berita Viral tentang Ijazah Siswa dari SMAN 3 Lamongan’ ini disampaikan oleh Kadisdik Jaktim Saiful Rachman kepada awak media, Selasa (2/1/2018) setelah melakukan penelusuran.
Siswi yang dimaksud berinisial F itu lulus dari SMN 3 Lamongan pada 2017, bukan SMA 30 Lamongan seperti yang disampaikan pada unggahan foto sebelumnya. (Nama siswi tidak dituliskan lengkap atas pertimbangan redaksi).
Saiful memaparkan bahwa F tidak pernah mendatangi sekolah untuk melakukan cap tiga jari dan mengambil ijazah setelah lulus pada Mei 2017. F baru datang pada tanggal 28 Desember 2017 untuk menemui bagian Tata Usaha dan melakukan cap tiga jari.
Kedatangan F tersebut didapatkan dari laporan Kepala SMAN 3 Lamongan, Wiyono. Saat datang pada tanggal 28 Desember 2017 lalu, F ditemani seorang perempuan yang mengaku sebagai wali murid dan kemudian bertemu dengan Wiyono.
Saat itu, perempuan yang mengaku wali dari F mengatakan bahwa F memenangkan lomba menulis puisi Ahok tanpa menyebutkan bahwa F telah berkirim surat kepada Ahok untuk meminta bantuan.
“Perempuan tersebut mengatakan F menang lomba menulis puisi Ahok tanpa menyebutkan dia berkirim surat kepada Ahok,” kata Saiful.
Perempuan itu lalu meminta nomor rekening sekolah yang disebut untuk menerima hadiah lomba menulis puisi Ahok yang kemudian dipergunakan untuk mengambil ijazah dan membayar tunggakan sekolah. Saiful menyebut perempuan itu juga menunjukkan ponselnya kepada kepala sekolah.
“Menurut penjelasan perempuan tersebut, berisi percakapan dengan seseorang sambil mengatakan ‘bapak jangan takut kalau nanti ini menjadi berita viral’. Namun kepala sekolah menolak membaca isi percakapan karena tidak ada kaitannya dengan pengambilan ijazah maupun sekolah,” jelas Saiful.
Kepala sekolah lalu mengantar F dan perempuan itu ke TU untuk mengambil ijazah. F lalu membubuhkan cap tiga jari pada ijazahnya. Setelah membubuhkan cap tiga jari pada ijazahnya, kemudian ijazah itu diserahkan pihak sekolah kepada F untuk dibawa pulang.
Saiful menegaskan bahwa tidak ada biaya yang dibebankan kepada F. Selama proses pembubuhan cap tiga jari sampai ijazah dibawa pulang, pihak sekolah tidak sekalipun menjalin komunikasi dengan Natanael Oppusunggu yang merupakan staf Ahok seperti yang beruta yang beredar.
“Selama proses ini berlangsung, Kepala Sekolah Wiyono tidak pernah menjalin komunikasi dengan Saudara Natanael Oppusunggu sebagaimana yang disebutkan dalam berita di media massa dan media sosial maupun sejumlah media lainnya,” papar Saiful.
Dari hasil penelusuran itu, Saiful menegaskan ketidakbenaran bahwa sekolah menahan ijazah F. Pihak sekolah tidak menahan ijazah F, meskipun, Saiful membenarkan, F memiliki tunggakan biaya bantuan sekolah sebesar Rp 2 juta. Saiful menyebut tunggakan itu dianggap lunas setelah F lulus.
“Meskipun F punya tunggakan, hal itu tidak menjadikan alasan bagi sekolah untuk menahan ijazahnya karena sejak awal segala bentuk tunggakan dinyatakan lunas,” ungkap Saiful.
Saiful mengatakan ijazah belum diserahkan kepada F dikarenakan yang bersangkutan belum pernah datang ke sekolah untuk melakukan cap tiga jari dan mengambil ijazahnya bukan karena adanya penahanan ijazah dari pihak sekolah. Saiful juga menepis ijazah itu diserahkan atas biaya atau bantuan Ahok.
“Selama proses pengambilan ijazah, tidak ada biaya atau bantuan dari pihak siapa pun, termasuk munculnya pengakuan bahwa ijazah itu diberikan atas bantuan Ahok dari orang dekatnya,” tegas Saiful.
Hasil penelusuran Disdik Jaktim ini juga diunggah Saiful di akun Twitter. Dia menegaskan ijazah sudah diberikan kepada F sebelum kabar ini viral.
“Catatan @dindik_jatim bahwa kasus ini menjadi viral tanggal 30 Desember 2017, sementara penyerahan ijazah 28 Desember 2017. Artinya ijazah diberikan sebelum kasus ini muncul ke permukaan. Bila sekolah menyerahkan saat ramai, akan muncul dugaan rekayasa. Ini yang saya hindari,” tutup Saiful.