Para peneliti mulai geram dengan pemerintah hingga ikutan mengeluarkan Kartu kuning. Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, telah menerbitkan peraturan menteri tentang penelitian. Hal ini membuat Penelitian harus mengantongi izin surat keterangan penelitian (SKP) dan mempunyai syarat harus clear dari perkiraan dampak negatif. Dikutip dari Detik.com, Aturan itu tertuang dalam Permendagri Nomor 3 Tahun 2018. File aturan ini sudah beredar.
Dalam aturan itu disebutkan, SKP diterbitkan sesuai dengan tingkatannya, bisa oleh pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten. Kewajiban mengantongi SKP dikecualikan untuk penelitian dalam rangka tugas akhir pendidikan sekolah di dalam negeri dan penelitian yang dilakukan pemerintah dengan pendanaan dari ABPN/APBD.
“Tujuan diterbitkan SKP sebagai bentuk tertib administrasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian dalam rangka kewaspadaan terhadap dampak negatif yang diperkirakan akan timbul dari proses penelitian dan tidak termasuk pengkajian terhadap substansi penelitian,” demikian bunyi Pasal 2.
Dalam ketentuan itu disebutkan pemerintah berwenang menolak atau menerima permohonan SKP yang diajukan peneliti. SKP dapat diperpanjang, namun pemerintah juga berwenang tidak menerbitkan perpanjangan SKP.
Peraturan Nomor 3 Tahun 2018 ini menggantikan Permendagri Nomor 64 Tahun 2011. Dalam aturan lama, tidak dikenal SKP, melainkan hanya berupa rekomendasi penelitian. Salah satu syarat diterimanya rekomendasi penelitian dalam aturan lama adalah diterima jika memenuhi berbagai syarat administratif dari lembaga asal peneliti dan tempat yang akan diteliti.
Namun peraturan tersebut mendapat tentangan dari para peneliti. Mereka juga membuat simbolisasi protes dengan kartu kuning. Salah satunya adalah Ismail Fahmi yang menuliskan panjang pada status Facebooknya. Dia menulis sebagi berikut :
Mulai 17 Januari 2018, SKP atau surat keterangan penelitian akan diwajibkan ke semua penelitian di negeri ini kecuali untuk TA, tesis, disertasi dan yg didanai APBN. Kalau Drone Emprit mau penelitian dengan mengikuti kaidah ilmiah, pake duit sendiri, buat dipublish ke jurnal scopus, akan ditanya apa udah punya ijin.
Alasannya, pemerintah khawatir ada dampak negatif dari penelitian itu. Alasan yang pathetic. Dan siapa yg menentukan apakah penelitian punya dampak negatif? Gubernur ato Bupati! Mereka yg akan megeluarkan ijin! Tanpa aturan di atas, istri saya mau penelitian buat tesisnya aja butuh berbulan2 untuk dapat ijin. Itu blm pake ijin Gubernur ato Bupati lho. Baru di lingkungan kesehatan aja. Lha ini malah mau melibatkan bapak2 politisi.
Indonesia udah jeblok dalam hal jumlah paper ilmiah internasional. Kalah jauh dibanding Malaysia. Iklim penelitian sangat kurang mendukung. Lha kemaren mau diatur sama Bupati, yang ndak pernah publish paper ke jurnal scopus. Apa paham mereka? Apa sih yg ada dalam pikiran bapak ibu yg ada di atas sana? Yg bikin aturan ini?
ALASAN dikutip dari The JakartaPost:
Widodo Sigit Pudjianto, the Home Ministry’s legal bureau chief, defended the new regulation as a means to simplify the work of researchers in Indonesia, saying the SKP issuance would ensure the country reaped the “benefits of the research.”
“Topics that could divide society, such as ‘should the country change its basis from Pancasila to something like the HTI wanted’ are clearly prohibited,” Widodo said Tuesday, referring to the banned radical Islamic group Hizbut Tahrir Indonesia.
Komentar saya: Kalau untuk simplifikasi proses ijin penelitian, yg tadinya ndak efisien sekarang jadi lebih sederhana, cepat dan efisien, tentu itu berita bagus bagi dunia riset. Tapi kalau kemudian masuk ke ranah topik seperti di atas, tentu ini mengkhawatirkan.
Memangnya kenapa kalau ada penelitian tentang HTI dan aspirasi untuk mengubah Pancasila di dunia akademis? Bukankah kalau hasilnya too good to be true, misal 90% responden ingin mengubah Pancasila, kan bisa disidang dan dipertanyakan metodologinya, samplenya, dll. Kalau sampelnya hanya dikalangan anggota HTI sendiri ya harusnya 100% ingin mengubah, asal judul dan scope penelitiannya ya di kalangan tersebut, bukan di publik Indonesia.
Baca Juga : KartuKuning itu berat, Biar aku Saja yang menanggungnya
Selain beliau, ada beberapa netizen yang juga berkomentar atas kejadian ini. berikut sedikit dari komentar bernada Kartu kuning yang kami termukan.
Dibatalkan. Untung usia aturan ini kurang dari sebulan. Setelah diprotes, langsung dibatalkan. Baru mau FGD dengan peneliti. Ini negara atau mainan? Mbok agak serius dikit lah bro dalam ngatur negara ini. Dudu mainan rek!
Setelah dikaji, Kemendagri membatalkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP). Aturan tentang itu dikembalikan ke Permendagri yang lama. Untuk perbaikan, Kemendagri akan meminta masukan dulu dari para akademisi dan peneliti yang akan dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD).
Seperti yang dikatakan Seorang Netizen, Nova Perbawa, pada Status facebooknya: Dalam mengelola utang, rezim ini saya nilai serampangan. Dalam mengelola konflik, acakadut. Dalam hal aturan, premature. Setuju sama Mas Ismail, “tolong serius lah ngurus negara ini.” Masih pantanskah dapat Kartu kuning? atau sudah harus kartu Merah?