Banyak cara Tuhan memberi isyarat kehidupan. Tuhan akan memilih siapa saja menjadi alat-Nya untuk melihat realitas pertama kehidupan, yang jauh dari ilusi dan fantasi.
Dengan cara itu, Tuhan memberi peluang kita menggunakan imajinasi untuk memetakan realitas pertama dan realitas kedua dalam satu tarikan nafas sekaligus.
Apa yang terjadi di Stadion Utama Gelanggang Olah Raga Bung Karno (GBK) Senayan – Jakarta, usai pertandingan final Piala Presiden 2018, yang dimenangkan Persija, Sabtu (17/2/18) adalah contoh isyarat itu.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, seperti tampak dari tayangan video amatir yang viral, dihadang seorang anggota Paspampres untuk ikut turun menyertai Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan menyerahkan Piala itu di lapangan pertandingan.
Sudah sangat banyak komentar soal ini. Mulai dari penyesalan sampai berbagai pendapat, sambil merujuk ke Undang-Undang Protokoler. Pihak istana, seperti biasa, menawarkan kilah kepada khalayak, melalui press release yang dipublikasikan media.
Substansi persoalan yang kadung merasuk ke dalam benak khalayak, tak terjawab sama sekali. Saya bersyukur, Anies menyikapi itu biasa-biasa saja. Dan, sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies beroleh haknya: mendapat selebrasi dari para pemain persija. Plus penghormatan dari netizen dan sebagian terbesar khalayak yang diam.
Baguslah Paspampres menghadang Anies, sehingga isyarat Tuhan, bahwa Anies tak boleh ikut turun ke lapangan usai pertandingan, dapat segera tertangkap mata batin kita.
Tempat Anies memang bukan dalam rombongan yang turun. Dia harus tetap ada di podium, yang sengaja disiapkan di stadion untuk kalangan ‘orang penting’ – meski yang tak penting dan seolah-olah orang penting pun ikutan ada di situ.
Di podium itulah tempat dia, dan Sandi – wakilnya, sehingga dia terbebas dari kegembiraan dan sukacita artifisial dan seremonial.
Saya bersyukur, Anies kembali ke tempat duduknya di podium setelah tak diperkenankan ikut turun, karena namanya tak terdaftar dalam lis panitia, yang boleh jadi tak pernah menduga, kalau malam itu Persija yang sudah belasan tahun tak memenangkan pertandingan, bisa memenangkan pertandingan. Dan kemenangan itu, sesuai prediksi Anies : 3-0, melawan Bali United.
Era Anies adalah era kemenangan. Langkah Anies bukanlah langkah turun, dia harus melangkah naik, mendaki, meski pendakian itu tak mudah. Persis tak mudahnya langkah turun yang berbahagia.
Anies memang harus dihadang, agar dia tidak ikut turun dari podium, kendati dia punya naluri kebaikan untuk turun – demi penghormatan dan sopan santun kekuasaan.
Belum saatnya Anies turun, karena dia baru saja naik ke podium yang terus menerus mendulang kehormatan dan penghormatan. Terutama karena dalam waktu singkat kepemimpinannya, sudah berhasil memenuhi janji-janji politiknya.
Di podiumnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies sudah membuktikan, bahwa dia selalu berjelas-jelas dalam terang, ketika banyak orang berterang-terang dalam gelap atau bergelap-gelap dalam terang.
Karenanya, dia tak boleh turun ke gelanggang setelah pertandingan usai. Dia tak boleh turun di lapangan selebrasi yang kadang dihiasi basa-basi.
Anies hanya boleh turun menyambangi hati warga DKI Jakarta, konstituennya yang masih hidup dalam kemiskinan dan dibekap oleh ketimpangan dan ketidakadilan.
Ia harus turun ke tengah-tengah kaum miskin papa, konstituennya yang sungguh sangat memerlukannya untuk bersama mengolah daya menapaki jalan bercucur peluh tanpa keluh, mencapai kebahagiaan.
Secara kasat mata, boleh jadi ‘penghadangan’ atas Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta, akan memicu marah. Tak perlu marah, karena kemarahan tak menyelesaikan masalah.
Tak juga perlu marah ketika Anies ingin direndahkan, karena – apabila sungguh upaya merendahkan – berarti posisi dan derajat Anies memang tinggi. Karena hanya mereka yang tinggi yang selalu menjadi sasaran untuk direndahkan.
Jangan marah, bila ada terlihat gejala, Anies hendak dikecilkan. Karena yang selalu diupayakan untuk dikecilkan, hanyalah yang besar saja.
Jangan marah, bila ada kecenderungan yang terasa – meski tak tampak – Anies hendak diremehkan, karena sesungguhnya hanya orang-orang yang remeh, senang meremehkan, dan yang diremehkan sungguh orang yang mulia.
Asah mata batin kita. Boleh jadi, Anies dihadang turun, karena Allah SWT sedang merencanakan untuknya jalan naik lebih tinggi lagi, entah bila. Bukankah Allah SWT sudah membuktikan: Anies naik, tak lama setelah dia diturunkan.
Sekarang ini, cukuplah dia berada di podium kepemimpinannya, memberikan solusi terbaik bagi seluruh warga Jakarta, sesuai amanah rakyat. Kecuali Allah SWT menghendaki lain…
Sem Haesy