Ngelmu.co – Dilansir dari Viva, Kepala Kepolisian RI (Kapolri), Jenderal Tito Karnavian, menyebutkan bahwa pelaku penyerangan Gereja St Lidwina di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, pada Februari 2018 lalu adalah bagian dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Tito mengakui bahwa memang pelaku tidak tergabung langsung dengan ISIS namun dia diidentifikasi terafiliasi dengan kelompok takfiri atau kerap mengkafirkan orang lain yang tak sepaham dengan mereka.
“Pelaku ini terkait dengan aliran radikal atau kelompok takfiri yang merupakan bagian dari ISIS. Kelompok ini tidak saja mengkafirkan orang nonmuslim, namun orang muslim yang tidak sejalan, maka dikafirkan juga,” kata Tito di Yogyakarta pada Minggu, 11 Maret 2018.
Tito menjelaskan bahwa kelompok takfiri itu juga pernah menyerang banyak orang yang sedang shalat Jumat sebuah masjid di Cirebon, Jawa Barat, pada 2011. Menurut Tito, peristiwa itu menjadi bukti benar dan kuat bahwa kelompok takfiri juga menyerang muslim tetapi yang dianggap mereka tak sepaham atau sealiran.
“Nah, ini kejadian di Cirebon sama seperti kejadian di Yogya (penyerangan gereja). Ini kelompok ISIS,” kata Tito.
Tito pun mencoba menganalisis alasan dari kelompok takfiri yang masih saja berulah di Indonesia. Menurut Tito, di antaranya, karena faktor geopolitik di kawasan Timur Tengah. Indonesia sebagai negara muslim pun terkena dampaknya. Tito menyebut salah satu alasan Presiden Joko Widodo berkunjung ke Afganistan dan sejumlah negara di Timur Tengah adalah membantu meredakan situasi konflik bersenjata di sana.
“Selama Irak tenang, Suriah tenang, Afganistan tenang, maka Indonesia juga akan tenang,” ujar Tito.
Seperti diketahui sebelumnya, seorang pemuda bernama Suliyono mengamuk di dalam Gereja St Lidwina di Kabupaten Sleman Minggu pagi, 11 Februari 2018. Suliyono menyerang dengan senjata tajam, yaitu pedang, yang membuat Pastor Edmund Pier yang memimpin misa dan sejumlah jemaah terluka. Dua jemaat dan seorang polisi juga terluka.
Polisi menyebutkan bahwa Suliyono, pemuda asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu sebagai pelaku teror tunggal atau lone wolf. Suliyono juga sempat dua hingga tiga kali mengajukan pembuatan paspor untuk berangkat ke Suriah, akan tetapi pengajuan pembuatan paspor tersebut ditolak oleh Imigrasi karena dokumen yang tidak lengkap.