Bisa jadi, pemilu Malaysia jadi berita yang paling tak ingin didengar Presiden Jokowi dan lingkarannya. Kemenangan dramatis Mahathir Mohamad membuat Istana terlihat ketar-ketir.
Setidaknya ada tiga sebab mengapa itu terjadi. Pertama, Mahathir dengan dengan Partai Pakatan Harapan adalah oposisi Perdana Menteri Najib Razak. Ketika oposisi bersatu dan menemukan tokoh yang kuat, Barisan Nasional (BN) yang telah memerintah 60 tahun bisa dipecundangi.
Kedua, isu yang digadang oposisi selama kampanye memiliki kesamaan dengan Indonesia. Ada soal utang yang kian meningkat hingga investasi China dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Ketiga, jarak Indonesia yang begitu dekat dengan Malaysia. Tak heran jika isu Melayu Spring mengemuka usai Mahathir berjaya.
Kemenangan tak terduga Mahathir membuat Jokowi semakin pusing. Seakan menambah pukulan telak. Sebelumnya, Jokowi tak bisa tidur nyenyak karena elektabilitasnya sebagai petahana sangat rendah. Lalu disusul anjloknya nilai tukar rupiah hingga menembus Rp 14.000 per dolar AS.
Usai Mahathir menang, publik di Tanah Air begitu yakin hal serupa akan terjadi dalam pilpres 2019. Banyak tokoh yang menyuarakannya.
Jika dibiarkan, ini tentu saja sangat berbahaya. Sehingga belakangan pihak Istana mulai melakukan counter opini. PDIP misalnya secara tegas menyatakan hasil pemilu di Malaysia tak akan merembet ke Indonesia.
Namun, melihat banyak kemiripan isu yang ada dan begitu dekatnya jarak kita dari Negeri Upin Ipin itu, Jokowi memang patut ketar-ketir.
Erwyn Kurniawan