Ngelmu.co – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan radikalisme di kampus. Salah satu pengawasan yang akan dilakukan yaitu dengan mendata nomor handphone (HP) dan akun medsos atau media sosial milik dosen dan mahasiswa.
“Kami lakukan pendataan. Dosen harus mencatat nomor hp yang dimiliki. Mahasiswa medsosnya dicatat. Tujuannya agar mengetahui lalu lintas komunikasi mereka itu seperti apa dan dengan siapa,” ungkap Nasir di hotel Fairmont Jakarta, Senin (4/6), dikutip dari Republika.
Natsir menyatakan bahwa pendataan nomor HP dan akun medsos tersebut bukan bermaksud untuk merenggut hak privasi para dosen, mahasiswa dan semua sivitas kampus. Meskipun demikina, Natsir menyampaikan bahwa bentuk pengawasan terhadap nomor HP dan akun medsos tersebut mesti dilakukan demi terwujudnya kampus yang steril, bersih dan aman dari segala bentuk paham radikal.
Nasir mengakui pengawasan nomor HP dan akun medsos para dosen, mahasiswa, dan sivitas kampus lainnya dilakukak karena tidak menutup kemungkinan, saat ini masih banyak kampus yang telah terpapar paham radikal namun belum terdeteksi. Menurut Natsir, paham radikal mulai tumbuh di ranah kampus sejak tahun 1983 ketika dibentuknya Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK BKK).
Baca juga: BEM UNRI: Kampus Kami Bukan Sarang Teroris
Akan tetapi, Nasir memastikan saat ini pihaknya tidak akan melakukan cara yang sama seperti halnya NKK/BKK untuk menangkal radikalisme di kampus. Pengawasan hanya sekedar memantau nomor HP dan akun medsos. Hal tersebut disebabkan NKK BKK jika dihidupkan kembali, maka kampus berpotensi menjadi wahana politik lagi.
“Dan itu bahaya. Jadi, nanti kami akan mendesign kurikulum agar kampus harus bisa memahami keamanan di Indonesia. Supaya kita mendapat kepercayaan dari dunia. Kalau kampus tidak aman bagaimana orang asing mau masuk,” ungkap Natsir.
Dalam kurikulum teranyar itu, lanjut dia, akan menambah mata kuliah lintas program studi (prodi). Misalnya, untuk prodi eksak nantinya akan mempelajari ilmu sosial dasar. Begitupun untuk prodi sosial akan mempelajari ilmu alam dasar.
Diberitakan sebelumnya, Polda Riau menyatakan penggeledahan yang dilakukan Densus 88 Antiteror di Universitas Riau, tepatnya Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip), pada Sabtu (2/6), terkait adanya dugaan jaringan teroris. Penggeledahan dimulai sejak pukul 14.00 WIB pada hari Sabtu lalu.
“Iya, kalau Densus 88 pasti (terkait dugaan jaringan teroris),” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau, AKBP Sunarto di Pekanbaru, Sabtu.
Namun, Sunarto tidak bersedia berkomentar banyak terkait penggeledahan yang turut melibatkan Brimob dan Ditreskrimum Polda Riau serta jajaran Polresta Pekanbaru tersebut. Sedangkan, Kapolda Riau Inspektur Jenderal Polisi Nandang mengatakan, bahwa Polda Riau dalam penggeledahan itu sifatnya hanya memberikan pengamanan.