Ngelmu.co – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluruskan polemik pemberian THR PNS yang dibebankan kepada APBD yang kebijakannya baru dikeluarkan pemerintah pusat. Klarifikasi tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin yang menegaskan bahwa daerah punya wewenang mengeluarkan THR PNS tanpa perlu dihantui rasa takut bakal bermasalah hukum di kemudian hari.
Syarifuddin menjelaskan bahwa alokasi THR PNS dan gaji ke-13 merupakan anggaran yang mengikat.
“Jadi kepala kaerah tidak perlu takut,” kata Syarifuddin di kantor Kemendagri Jalan Medan Merdeka Utara, Senin, 4 Mei 2018, dikutip dari Viva.
Syarifuddin mengungkapkan kebingungannya dengan munculnya berita bahwa daerah keberatan mencairkan THR PNS. Syarifuddin menyatakan bahwa hingga surat edaran dan Peraturan Pemerintah (PP) diterbitkan, belum ada laporan atau keluhan dari pemerintah daerah.
“Sejauh ini belum ada surat (laporan) dari daerah misalnya kesulitan atau minta penjelasan,” ujar Syarifuddin.
Baca juga: Ryaas Rasyid: THR Dibayar APBD, Kepala Daerah akan Banyak Ditangkap KPK
Syarifuddin mengatakan bahwa panduan itu untuk mengatur apa yang diperoleh kepala daerah dan DPRD sama seperti sebelumnya seperti gaji pokok, tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan.
“Untuk PNS D (daerah) selain 3 unsur tadi masih ada satu lagi namanya tunjangan kinerja. Di daerah dalam APBD tunjangan kinerja itu identik dengan tambahan penghasilan. Karena tambahan penghasilan ada unsur disebut penghasilan lainnya, pertimbangan objektif lainnya. Surat menteri mencoba membatasi daerah keluar dari itu,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, kepala daerah harus siap-siap menjadi pasien Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah pemerintah membebani uang THR PNS kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Diperkirakan akan banyak kepala daerah yang ditangkap.
“Surat Kemendagri itu bisa menggiring banyak kepala daerah ditangkap KPK,” ungkap M Ryaas Rasyid, Senin (4/6/2018) sebagaimana diberitakan Telusur.
Menurut pakar Otonomi Daerah itu, kondisi di atas bisa terjadi karena di dalam APBD 2018 tidak ada anggaran yang dimasukan untuk membayar THR PNS. Bahkan, lanjut Ryaas, ada yang lebih monohok lagi yakni poin 6 dan 7 dalam surat edaran Kemendagri.
“Butir 6 dan 7 surat edaran itu bertentangan denga prinsip anggaran dan berpotensi dituduh sebagai tindak penyalah gunaan wewenang,” katanya.
Dalam surat yang bernomor 903/3387/SJ dan ditujukan kepada Bupati dan walikota di seluruh Indonesia itu, secara jelas jika surat itu berisikan soal pemberian THR PNS yang bersumber dari APBD.
Poin keenam disebutkan, bagi daerah yang belum menyediakan/tidak cukup tersedia anggaran THR dan gaji 13 dalam ABBD tahun 2018, pemerintah daerah segera menyediakan anggaran THR dan gaji 13 dimaksud dengan cara melakukan penggeseran anggaran yang dananya bersumber dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan dan atau menggunakan kas yang tersedia.
Lalu poin ketujuh, penyediaan anggaran THR dan gaji 13 atau penyesuaian nomenklatur anggaran sebagaimana tersebut pada angka 6 dilakukan dengan cara merubah penjabaran APBD tahun 2018 tanpa menunggu perubahan APBD tahun 2018 yang selanjutnya diberitahukan kepada pimpinan DPRD paling lambat 1 bulan setelah dilakukan perubahan penjabaran APBD dimaksud.
Ryaas menyayangkan keputusan ini. Karena pelimpahan ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin dipuja dan dipuji tetapi membebani daerah.