Oleh: Ahmad Dzakirin
Ada 3 kesalahan serius Cholil Yahya Staquf, pertama, tidak sensitif terhadap kondisi aktual bangsa Palestina, kedua, kehilangan kemampuan memahami pesan konstitusi dan semangat anti imperialisme founding fathers kita serta ketiga, sama sekali tidak memahami objective dari manuver diplomacy negara Zionis itu.
Jadi poin-poin klarifikasi dia dalam konteks ini menjadi tidak relevan.
Supreme objective dari diplomasi Israel terhadap Yahya Staquf adalah dua, tidak peduli apa yang diomongkan dan bagaimana posisi dirinya seperti disebutkan dalam klarifikasinya.
Maaf jangankan untuk sekelas Pak Staquf, kritik dan kecaman dari negara-negara pendukung kuat Israel saja tidak dipedulikan, apalagi hanya sekedar tamu.
Objective pertama, Israel sukses mengundang Katib Aam (sekjen) organisasi Muslim terbesar ke Israel ditengah kecaman dunia atas perilaku brutal terhadap rakyat Palestina, dan Objective kedua, yang tidak begitu diperhatikannya, acaranya diselenggarakan di Yerusalem, ibukota ilegal secara hukum internasional dan bagi Muslim, langkah ini cukup menyakitkan.
Kehadirannya di Yerusalem memberi semacam pesan simbolik pengakuannya secara diam-diam (silent recognition) terhadap pencaplokan Yerusalem.
Jadi ini memiliki konteks dengan pernyataan Netanyahu beberapa waktu lalu: “Israel diplomacy has never been better off.”
Sebagai seorang Watimpres, dia tidak begitu memahami bahasa diplomasi dengan pesan-pesan simboliknya dan Pak Jokowi sudah cukup perlu mengevaluasi dirinya karena manuvernya tidak sejalan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia.
It has nothing with your credibility, pak. Jika untuk alasan kemanusiaan dan komitmen internasional, Argentina dan Messi saja membatalkan agenda laga persahabatan (friendly match) yang dijadwalkan, apa yang menjadi alasan masuk akal Pak Yahya sebagai seorang manusia, Muslim dan warga Indonesia yang anti penindasan. Kurang lengkapkah?