Ngelmu.co – Harga telur melambung tinggi. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, mengaku telah memanggil seluruh pemangku kepentingan terkait industri telur ayam di seluruh Indonesia pada hari ini, Senin, 16 Juli 2018.
Panggilan Kemendag tersebut dilakukan guna merespons terjadinya anomali harga telur pasca Lebaran Juni 2018 yang mengalami lonjakan cukup tinggi.
Diketahui bahwa berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional per hari ini, untuk harga telur rata-rata per daerah di banderol seharga Rp27.200, sedangkan pada masa Lebaran, dikisaran Rp25.100. Untuk wilayah DKI Jakarta sendiri, harga telur hari ini telah menyentuh Rp28.900.
Enggartiasto menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi yang telah dilakukan dengan pemangku kepentingan seperti peternak dari Blitar, Solo, Klaten dan Sumatera Barat. Selain itu, ada pula para pedagang ayam, asosiasi petelur, integrator, penjual pakan ternak, Kasatgas Pangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, hingga Kementerian Pertanian.
Kemendag mengatakan bahwa dari pertemuan tersebut menurutnya, ditemukan bahwa anomali tersebut terjadi salah satunya akibat lemahnya produktivitas ayam itu sendiri.
Baca juga: Kemendag: 500.000 Ton Beras yang Diimpor Adalah Jenis Premium
“Berbicara mengenai tingkat produktivitas dari ayam itu sendiri atas telornya, yang macam-macam penyebabnya, ini juga sudah diteliti dinas sampai kementerian. Kami sepakat mengurangi kadar obat-obatan agar lebih sehat, tapi tingkat kematian dan produktivitasnya tinggi,” ucap Enggar di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin, 16 Juli 2018, seperti yang dilansir dari Viva.
Selain itu, akibat penghindaran penggunaan obat-obatam tersebut, Enggar juga mengatakan, penurunan produkstivitas juga diakibatkan oleh cuaca ekstrim yang terus terjadi, seperti halnya di daerah Dieng yang hingga mengalami cuaca dingin ekstrim.
Ditambah dari sisi suplai ke pasar, konsumennya, terjadi pengurangan akibat masa libur panjang. Enggar menyebutkan bahwa peternak juga mau cuti panjang. Faktor-faktor inilah yang terkakumulasi sehingga pasokan dan pendistribusian terganggu.
Dalam pertemuan itu, menurut Enggar, dirinya menegaskan agar lonjakan ini tidak terus terjadi. Menurut pengakuan Enggar, para pemangku kepentingan tersebut telah sepakat untuk menjaga diri agar tidak mengambil keuntungan yang terlalu berlebihan.
Enggar menuturkan bahwa dari mata rantai untuk pasokan telur, dari produsen ke distribusi satu (D1) hingga lima (D5) masih ada yang memanfaatkan kondisit tersebut untuk menaikkan harga demi menikmati keuntungan tambahan. Oleh karena itu, Enggar memastikan, dari upaya tersebut, diharapkan dalam waktu seminggu penurunan harga telur bisa terjadi secara kondusif atau berangsur-angsur. Sehingga intervensi pasar tidak perlu dilakukan.