Semoga bukan Sandi. Itu harapan penulis di awal. Tak lama setelah membatin itu, sebuah mobil mewah lewat di depan mata penulis. Dari bangku belakang ada yang melambaikan tangan ke kami. Sandiaga Sholahuddin Uno. Ia melempar senyum khasnya.
Malam itu, Kamis (9/8/2018) di Kertanegara sedang ada diskusi penting untuk urusan negara. Para awak media mengaspal di luar pagar rumah Prabowo. Penulis dengan tiga orang rekan dapat masuk ke teras karena menggunakan sandi khusus.
Seperginya Sandi dari Kertanegara, penulis dan rekan berspekulasi bahwa pasangan Anies Baswedan DKI itu tidak akan ditunjuk oleh Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. Lega. Tapi, seorang rekan berceloteh, “Tapi Sandi kan sudah mengurus pengunduran dirinya dari kursi wagub?!”
Deg! Tapi kepulangan Sandi lebih dini tetap menang dalam spekulasi imaji. Di saat para pembesar partai politik baru berdatangan bahkan Prabowo belum tampak wujudnya hatta plat mobilnya berakhiran PSD.
Seperginya Sandi, tak lama kemudian Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Salim Segaf Aljufri tiba. Sekeluarnya dari pintu mobil seketika ia langsung disambut tepuk tangan oleh para tamu. Riuh. Berbeda dengan sesepuh Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang biasa saja bahkan tak ada riuh apa-apa. Maklum, Habib Salim merupakan bintang yang bersinar malam itu. Mantan Menteri Sosial itu memang digadang menjadi cawapres Prabowo.
Kehadiran Habib Salim, sambutan riuh kepadanya dan kepergian Sandi yang lebih dini, membuat lebar optimisme penulis bahwa Habib Salim lah cawapres itu.
Penentuan cawapres periode ini memang lebih seksi. Lebih deg-deg ketimbang siapa saja capres 2019 nanti. Di seberang sana sudah ditentukan siapa cawapresnya. Tak main-main seorang ulama yang ditunjuk. Kiai Ma’ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Sebuah gagasan yang terpantik–atau ketakutan(?)–dari rival yang lebih awal mengusung ulama.
Berbilang waktu, ada yang datang belakangan di Kertanegara. Pakaiannya kali ini lebih santai: kaos polo cerah. Sandiaga. Optimisme penulis dan rekan meruntuh. Boleh kan berpihak dan berharap bukan Sandi?
Pukul 23.30 WIB para elite parpol keluar beriringan menuju panggung deklarasi. Malam semakin temaram, semua menanti-nanti siapa cawapresnya.
“thala’al badru ‘alaina, min tsaniyatil wada’i.”
(Telah muncul purnama kepada kami, dari daerah Tsaniyatul Wada’)
Syair-syair itu mengiringi. Yang menginisiasi entah siapa tapi yang banyak berucap kader PKS. Awak media tampak sudah berkeringat dan di puncak kebelet pipis.
Pembawa acara pun kemudian woro-woro menyambut Prabowo.
“Dan cawapres saya adalah Sandiaga Salahuddin Uno!”
Duar! Yo wis. Doa-doa yang penulis rapal diwujudkan dalam bentuk lain.
Prabowo berpasangan dengan Sandi. Benar-benar pasangan sesama jenis. Sama-sama jenis dari Gerindra. Tak ada unsur parpol yang berbeda atau minimal dari ulama—sesuai dengan hasil Ijtima.
Takdir. Takdir berkata lain meski amat getir. Jika Allah berkehendak, kun maka yakun.
Para elite parpol memberi sambutan. Tak terkecuali Habib Salim.
Di panggung dia tampak tegap dan lantang bersuara. Tak terjebak pada politik baper. Pengusungan Prabowo sebagai capres dan Sandi sebagai cawapres di matanya memberikan secercah cahaya di negeri ini. “Saya melihat di situ ada secercah cahaya untuk bangsa ini,” tuturnya.
Di kalimat lain, kokoh Habib berkata, “Kalau kalian ingin menang, menangkan Allah!”
Rupanya secercah cahaya malam itu bukan Prabowo-Sandi melainkan Habib Salim. Maaf, Bib. Kalimatmu tak benar adanya untuk fragmen “secercah cahaya”.
Yang asing di negeri ini ada ikhlas melepaskan. Bukan tak mampu melobi, tapi demi kebaikan bangsa yang sudah merenta ini.
Kita bisa tengok sejenak, ada proses “ikhlas melepaskan” yang sama saat pertarungan di Jakarta tempo lalu. Mardani Ali Sera, yang digadang-gadang menjadi cawagub pun harus ikhlas melepaskan. Demi apa? Maslahat umat. Dan yang mengganti posisi orang yang sama: Sandi.
Mereka yang ikhlas melepaskan memang negarawan. Berpikir untuk negara, tak hanya partainya. Berpikir panjang untuk masa depan yang garang.
Untuk 2019 nanti bukan pilih Sandi melainkan Prabowo Sandi. Namun ingat, kata kuncinya adalah ada yang ikhlas melepaskan.
Oleh: @paramuda