Tulisan seorang guru viral di media sosial. Dia menuliskan kesaksiannya soal gempa di Lombok, NTB dan bagaimana penderitaan korban. Sang Guru begitu geram dengan pemberitaan di media yang mengabarkan penanganan bencana berlangsung all out.
Berikut tulisannya:
Pagi ini saya betul-betul menangis. Sesunggukan. Sampai masuk ke kamar mandi.Takut ada yang masuk rumah. Malu dilihat. Entah kapan saya terakhir menangis seperti ini. Sebabnya adalah, saya minta bantuan untuk korban gempa pada seorang donatur. Seorang tokoh nasional. Tentu dia tidak menolak. Malah dia nawarkan bantuan yang lebih bermanfaat lama.Tapi dia bertanya. Wilayah mana yang anda urus, soalnya posko nasional all out kata berita ?
Sesak dada saya mendengar ini. Marah, sedih, kecewa, dan entah apalagi rasanya. Saya langsung menitikkan air mata. Menangis sesunggukan. Mengapa opini orang menjadi seperti ini ?
Digambarkan seolah-olah mereka sudah tertangani dengan baik. Posko nasional sudah all out.
Saya tidak menyalahkan orang yang beropini seperti itu. Tapi saya marah kepada pihak-pihak yang telah membentuk opini itu.
Para Jubir, humas, media dan apa saja.
Padahal baru kemarin saya terpaksa mengantarkan warga dusun terpencil Telaga Seguar, di kecamatan Bayan Logistik dan terpal. Berangkat sore karena pagi sampai siang mengurus pengadaan terpal. Istri sebenarnya tidak mengizinkan. Karena sudah sore dan baru saja terjadi gempa susulan yang lumayan besar, 6,2 SR.
Tapi mengingat sudah berhari-hari mereka minta terpal dan menceritakan bagaimana sulitnya di sana. Jangankan makanan, sekedar air saja sulit. Saya nekat pergi sore meski harus pulang malam.
Dan keadaan warga seperti di Telaga Seguar itu banyak. Jangankan dusun-dusun terpencil di perbukitan. Korban gempa dipusat kecamatan saja tidak tertangani. Sekedar minta terpal diposko kecamatan saja tidak ada. Konon lagi air bersih, nasi bungkus dan sembako. Malah saat saya mampir di rumah teman di Desa Anyar, pusat kecamatan, untuk sholat. Air untuk wuduk saja tidak ada. Lalu dimana yang dikatakan all out itu ?
Orang krisis makanan, pasar-pasar tutup, kios-toko tutup. Perekonomian macet total. BBM nihil dalam radius 100 km. Sampai teman yang membantu menyalurkan bantuan saya bawakan bensin dari Lombok Timur. Anak-anak kedinginan karena tenda yang tidak memadai. Air bersih langka. Rumah ambruk tak terurus. Anak tidak terurus, tidak mandi, tidak sekolah.
Ini baru di kecamatan Bayan. Jangan lagi tanya bagaimana dengan kecamatan yang lebih barat. Yang lebih parah. Kayangan, Gondang, Tanjung sampai Pemenang.Korban luka saja masih banyak yang belum tersentuh. Di pelosok-pelosok.
Dimana all out-nya? Atau memang seperti ini yang dinamakan all out? Untuk daerah sekecil Lombok Utara saja hanya begini kemampuan posko nasional all out itu? Bagaimana jika bencana seperti ini terjadi di daerah yang lebih besar ? Yang penduduknya lebih banyak ?
Saya benar-benar nyesek dan sakit hati. Dan saya benar-benar menangis kali ini. Sangat kejam fitnah mereka terhadap para korban gempa.