Ngelmu.co – Putusan hakim atas kasus Meiliana menjadi hal yang diperdebatkan oleh publik. Bahkan ada petisi yang digalang untuk bisa membebaskan Meiliana.
Terkait hal itu, Dewan Masjid Indonesia atau DMI Kota Tanjungbalai mengimbau semua pihak agar dapat menghormati putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan yang menghukum Meiliana atas kasus penistaan agama. Vonis pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan untuk Meiliana, menurut DMI, selayaknya semua pihak wajib menghormati itu dan tak menyampaikan komentar-komentar yang berpotensi membuka luka lama warga Tanjungbalai dua tahun lalu yang saat ini sudah kembali kondusif.
“Saya khawatir nanti hal-hal yang begini ini bisa menggores luka lama yang ada di Tanjungbalai, dan mengganggu kondisi di Tanjungbalai yang sudah kondusif. Bisa tidak baik bagi masyarakat Tanjungbalai, dan lebih luas lagi masyarakat Indonesia,” kata Ketua DMI Tanjungbalai Datmi Irwan kepada wartawan di Medan pada Jumat, 24 Agustus 2018, dikutip dari Viva.
Baca juga: Komisi Yudisial: Jangan Ada Intervensi atas Hakim Kasus Meiliana
Datmi menyatakan harapannya agar seluruh pihak untuk tidak membuat opini liar yang bisa berdampak pada situasi dan kondisi di Tanjungbalai terganggu dan tidak kondusif lagi. Oleh karena itu, Datmi mengajak untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Tanjungbalai.
Datmi mengatakan bahwa keadilan itu bersifat relatif. Datmi menjelaskan jika Meiliana tidak dihukum, pihak yang merasa dinistakan agamanya akan merasa vonis itu tidak adil. Begitu pula sebaliknya, Meliana yang mendapat hukuman tentu merasa tidak mendapat ketidakadilan karena dijatuhi hukuman. Maka, kata Datmi, jangan ditarik-tarik ke ranah politik, karena bisa memberikan kesan bahwa masyarakat tidak dewasa menyikapi satu masalah.
Datmi memaparkan bahwa proses hukum final. Jika memang ada pihak yang tidak puas dengan putusan di Pengadilan Negeri Medan, bisa melanjutkan proses hukum dengan mengajukan banding dan bahkan kasasi. Tokoh-tokoh nasionak yang tak memahami betul apa yang terjadi di Tanjungbalai diminta Datmi untuk tak langsung memberikan komentar yang dapat memperkeruh kondisi di Tanjungbalai.
“Tokoh-tokoh yang secara nasional, kadang mereka tidak mengerti yang terjadi di Tanjungbalai langsung komentar, padahal mereka tidak memahami,” kata Datmi.
Datmi menegaskan agar semua pihak diminta tidak mudah berkomentar hanya berdasarkan teks tertulis mengenai kejadian itu. Warga Tanjungbalai merasakan dengan perasaan, latar belakang, intonasi, mimik wajah saat penyampaian protes suara azan tidak bisa serta-merta tertuang dalam teks yang beredar soal peristiwa itu. Sebab Datmi meyakini jika protes disampaikan dengan santun, tak akan jadi masalah.
“Kalau disampaikan secara santun, saya yakin tidak akan ada masalah. Kenapa itu terjadi, tentu karena ada perasaan, intonasi dan mimik wajah merendahkan. Tentu ada yang disampaikan Meiliana itu yang menyinggung perasaan,” papar Datmi.
Tentang adanya petisi yang digalang untuk membebaskan Meiliana, menurut Datmi, merupakan hal yang sah saja dilakukan sebagai kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Namun, sebaiknya upaya itu dilakukan melalui proses peradilan pula, bukan opini-opini yang menekan lembaga peradilan.