Derita berkepanjangan muslim Uighur membuat tanya mengemuka. Inikah wajah bengis komunis saat berkuasa dan kebencian mereka kepada Islam? Jawabannya adalah benar.
Mari kita lihat situasi politik Rusia pada abad ke-19. Kala itu mereka menaklukan beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim, yakni Kazakh pada 1854, tiga negara Uzbek di Turkestan pada 1876, dan seluruh Turkmenia pada 1880.
Saat perang dunia pertama (1914-1918) meletus, tidak hanya Lenin yang memanfaatkannya untuk melaksanakan Revolusi Bolshevik. Kaum muslim di negara-negara jajahan Uni Soviet bangkit menuntut kemerdekaan.
Dalam perlawanan terhadap Tsar yang berkuasa di Rusia kala itu, kaum Bolshevik memperalat kaum muslim. Tujuannya menjadikan mereka kawan dalam usaha menggulingkan dinasti Romanov. Kaum muslim pada masa Tsar II berkuasa mengalami pemaksaan untuk berpindah dari agama Islam ke agama Kristen Ortodok. Pemaksaan tersebut menggunakan jalan kekerasan. Lenin jeli. Dia memanfaatkan kesempatan tersebut untuk merangkul umat Islam sebagai kawan. Lenin mengiming-imingi kembalinya hak kemerdekaan kaum muslim.
Dalam pandangan Lenin dan kawan-kawan komunisnya, kemenangan mereka tergantung dari bantuan kaum Muslim. Karena bagi mereka, umat Islam memiliki potensi luar biasa dari sisi kualitas dan kuantitas. Di sisi lain, ketakutan mereka terhadap intervensi Eropa tidak mungkin dihadapi tanpa bantuan kaum muslim, apalagi dengan memusuhinya.
Revolusi Bolshevik sukses mengantarkan Lenin berkuasa. Tapi kondisi pemerintahannya belum kuat. Kaum muslim pun terus dirangkul dan kembali dijanjikan kemerdekaan. Untuk mencegah pemberontakan, pemerintah Soviet mendirikan Kommisarit Urusan Islam. Lalu, tempat suci yang dirampas Tsar dikembalikan.
Masa bulan madu antara Lenin dan kaum muslim tak berumur panjang. Setelah pemerintahan Lenin menguat, mereka menunjukkan wajah aslinya dengan menindas umat Islam.
Rekam jejak penindasan dan kebengisan kaum komunis dipaparkan dalam kongres partai komunis Soviet ke-10. Tercatat ada 800.0000 kaum muslim hilang di Turkestan pada saat penyerbuan Soviet. Ribuan ulama dibunuh, masjid-masjid dimusnahkan dan Perpustakaan Muslim Changhatai di Bukhara dibakar habis oleh tentara merah.
Kaum komunis mendesak umat Islam untuk memilih satu dari dua pilihan, menjadi komunis dan meninggalkan agama, atau menjadi muslim dan ditembak mati. Secara demikian, pemerintahan Lenin sama dengan pemerintahan Tsar.
Di Indonesia, jejak kebrutalan komunis juga mengerikan. Puncaknya saat terjadi pemberontakan G 30 S/PKI pada 1965. Sebelumnya, PKI juga memberontak pada 1948, tiga tahun setelah Indonesia merdeka.
Kondisi serupa terjadi di Bosnia Herzegovina pada 1991-1995 paska pecahnya Yugoslavia.
Daniel F Cetenich dalam tesisnya untuk San Francisco State University (2002) menyebutkan, tidak kurang dari 1.400 unit masjid dihancurkan tentara Serbia dan Kroasia selama Perang Bosnia berlangsung. Pada 5 Februari 1994, tentara Serbia membantai 68 warga sipil Sarajevo serta mencederai 200 orang lainnya. Mereka juga menggiring para tawanan ke sejumlah barak konsentrasi.
Kini giliran muslim Uighur di Xinjiang, China. Bertahun-tahun mereka mengalami penindasan. Dan saat ini, berdasarkan kabar dari Komite HAM PBB, telah terjadi penahanan di kamp konsentrasi terhadap satu juta Muslim Uighu.
Erwyn Kurniawan (diolah dari berbagai sumber)