Sering saya temui fenomena ketika sholat berjama’ah di mushola atau di mall, yang tidak ada imam rawatibnya, para jamaah saling mempersilakan orang lain untuk menjadi imam.
Biasanya yang dipersilakan jadi imam adalah orang yang dianggap tua atau yang penampilannya seperti ustadz (berpeci, berjenggot atau berbaju gamis).
Namun sering saya kecewa ternyata walau lebih tua atau tampilannya seperti ustadz tapi ternyata bacaan sholatnya tidak tartil (tajwidnya salah, bahkan pengucapan huruf hijaiyahnya salah).
Saya jadi teringat hadits Nabi saw : “Yang menjadi imam dari suatu kaum adalah orang yang paling menguasai bacaan Kitab Allah (Al Qur’an). Jika sama kualitasnya, maka yang menjadi imam adalah orang yang paling paham tentang sunnah Nabi (hadits). Jika masih sama, maka yang paling dahulu hijrah. Jika mereka dalam masalah hijrah sama maka yang lebih dahulu masuk Islam” (HR. Muslim no. 673).
Disinilah pentingnya mereka yang tartil membaca al Qur’an untuk tampil. Jangan malu-malu. Sebab nanti yang maju menjadi imam sholat adalah mereka yang buruk bacaannya.
Sebaliknya, mereka yang bacaan al Qur’an-nya buruk. Hanya sekedar menghapal ayat, tapi tidak paham ilmu tajwid dan tahsin, sebaiknya jangan maju. Tahu dirilah! Jangan kepedean dan sok menjadi imam. Walau usia lebih tua atau penampilan seperti ustadz.
Sebab jika yang maju adalah orang-orang yang buruk bacaannya, selain menyalahi sunnah, juga membuat sholat tidak khusyu’. Bahkan membuat makmum menjadi jengkel dan berburuk sangka. Dosa kedua-duanya.
Disini kita bisa mengambil pelajaran betapa pentingnya orang yang faqih terhadap agama untuk TAMPIL. JANGAN MINDER DAN PEMALU.
Dalam urusan sholat berjama’ah saja mereka harus maju dan memimpin, apalagi dalam urusan kehidupan sehari-hari.
Al Qur’an menyebut perintah untuk tampil dengan percaya diri ini dengan sebutan ‘IZZAH (merasa mulia dan bangga). “Izzah itu milik Allah, RasulNya dan Mu’minin” (Qs.63 ayat 8).
Saat ini yang terjadi sebaliknya, mereka yang paham agama malu-malu untuk tampil. Mengartikan tawadhu secara salah. Sebaliknya, yang menang tampang doang padahal gak ada isinya berani tampil tanpa malu. Coba lihat artis dan celegram di you tube, instagram dan medsos lain yang disukai anak muda karena berani tampil beda padahal tanpa makna dan tanpa kualitas diri.
Semestinya para aktivis dakwah atau orang yang faqih terhadap agama yang memimpin opini di dunia maya dan dunia nyata, tapi kenyataannya malah sebaliknya.
Mungkin kita mesti belajar dari sahabat Rib’i bin Amir Ats-Tsaqafi. Pada perang Qodisiyah tahun 14 H, Panglima Romawi yang bernama Rustum meminta Sa’ad bin Abi Waqash selaku panglima kaum Muslimin untuk memberi penangguhan waktu serta mengirimkan padanya beberapa orang utusan untuk ia tanyai perihal maksud kedatangan kaum Muslimin dalam memerangi mereka. Maka Rustum menyuruh para pelayannya untuk menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan berbagai macam perhiasan yang menyilaukan mata, demi menjatuhkan mental Rib’i bin Amir ra, sedangkan Rustum duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas dengan mahkota di kepalanya.
Lalu tahukah saudaraku apakah yang dikenakan oleh Rib’i bin Amir? Ia hanya mengenakan pakaian yang begitu sederhana, dengan pedang, perisai, dan kuda yang pendek. Kemudian ia turun dari kudanya kemudian mengikatkannya ke sebagian bantal-bantal yang terhampar. Lalu ia pun masuk, tanpa melepaskan baju perangnya dan berjalan dengan kepala yang tegak.
Para penjaga pun menghalangi ia untuk masuk dan menyuruhnya untuk meletakkan senjatanya, maka ia menjawab: “Aku tidak pernah berniat untuk mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari, jika kalian memerlukanku, maka biarkan aku masuk dalam keadaan begini. Dan jika kalian tidak izinkan, aku akan segera kembali.” Rustum berkata: “Biarkan ia masuk”. Maka Rib’i masuk sambil bertumpu dengan tombaknya yang ujungnya mengarah ke bawah hingga permadani yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya.
Lihatlah begitu mulia dan beraninya Rib’i bin Amir Ats-Tsaqafi.Tidak ada yang membuatnya seperti itu kecuali Islam. Islamlah yang memerintahkan kita untuk tidak takut kecuali kepada Allah. Islamlah yang memerintahkan kita untuk tidak gentar melawan musuh-musuh Allah. Islamlah yang menjadikan kita umat yang memiliki IZZAH, sehingga sudah seharusnya orang yang jauh dari Islam segan dan takut.
Namun sayang, fenomena yang kita rasakan saat ini, dimana dengan jumlah kita yang begitu banyak kita malah dibuat kocar-kacir hanya karena masalah sepele di antara kita. Terpecah belah tanpa izzah. Sampai mereka yang minoritas tanpa takut dan malu menghina agama kita. Menghina Allah dan Rasul-Nya serta menghina al Qur’an yang mulia.
Maka sudah saatnya kita berani tampil. Dalam sholat berjamaah saja sudah tampak kerusakannya jika orang yang paham agama tidak tampil. Apalagi dalam kehidupan dunia: politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer.
Cara tampilnya bukan dengan mendahulukan kekerasan, tapi dengan fastabiqul khairot (berlomba-lomba dalam kualitas kebaikan), sehingga mereka segan dan hormat kepada kita.
Mari campakkan rasa malu dan mindermu….wahai kaum muslimin! Terutama untuk engkau…wahai para generasi muda muslim!
Tampillah dimana-mana!
Sebelum Rasulullah saw menanyakan pertanggungjawabanmu kelak di telaga al Kautsar karena hina dan minder di hadapan orang-orang kafir dan munafik.
Allahu Akbar!!
Satria Hadi Lubis