Ngelmu.co – Dilansir dari tulisan Andreas Simatupang, seorang pengamat ekonomi, ada 12 kekacauan data Capres Joko Widodo pada Debat Kedua Capres, Minggu (17/2).
Capres petahana Jokowi pada saat debat capres kedua menyampaikan beberapa data yang tak sesuai dengan fakta. Andreas mengatakan jika data yang disampaikan Jokowi asal bunyi dan cenderung berbohong. Berikut adalah data-data yang tak sesuai fakta yang disampaikan Jokowi semalam, Minggu (17/2):
- Jokowi menyatakan pada tahun 2018 total impor jagung adalah 180.000 ton. Sedangkan, data dari BPS menunjukkan impor jagung semester 1 saja 331.000 Ton dan Total impor jagung tahun 2018 sebesar 737.228 Ton.
- Jokowi menyampaikan jika total produksi beras Tahun 2018 sebesar 33 juta Ton, sedangkan total Konsumsi 29 juta ton. Padahal data menurut Bulog adalah data konsumsi beras nasional 2018 sebesar 33 Juta Ton dan produksi plus impor sebesar 46,5 juta Ton.
- Jokowi mengklaim telah membangun lebih dari 191.000 km jalan desa. Padahal, panjang 191.000 km jalan desa tersebut dibangun sejak Indonesia merdeka atau sejak jaman Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, SBY dan Jokowi.
- Presiden mengatakan jika kolam bekas galian tambang, sebagian telah dialihfungsikan. Di antaranya untuk kolam ikan. Padahal di berbagai literatur menunjukkan bahwa area bekas tambang tidak bisa digunakan untuk apapun. Sebab area itu terpapar radiasi. Kolam di daerah tambang yang mana yang dimaksudkan Jokowi? Bisa sebutkan lokasi tepatnya?
- Jokowi mengklaim bahwa di bawah kepemimpinannya, telah membangun infrastruktur internet jaringan 4G 100% di Barat, 100% di tengah dan 90% di timur. Padahal data mengatakan jika kurang dari 20% kabupaten dan kota bisa mengakses sinyal 4G.
- Jokowi menyebut jika akses internet sudah sampai ke desa-desa. Banyak produk pertanian memiliki market place sehingga mendapat harga yang bagus karena memotong rantai distribusi. Sedangkan dari keseluruhan market place online produk pertanian kurang dari 1%, 99% sisanya offline. Tambahan, harga jual ditingkat petani rata-rata hanya 10% dari BEP. Bahkan ketika panen raya harga jatuh, yaitu kurang dari 50% BEP.
- Presiden tidak bisa membedakan status kepemilikan tanah, yaitu antara HGU dan SHM. Apakah Menteri Agraria tidak memberikan informasi dan brief yang cukup tentang status kepemilikan tanah Prabowo di Kaltim dan Aceh?
- Jokowi mengklaim pemerintah memenangkan gugatan 18-19 Triliun akibat kerusakan lahan. Namun, Greenpeace menepis dan mengatakan bahwa tak satupun dari gugatan itu dibayarkan.
- Jokowi menyatakan bahwa di negara maju butuh 10-20 tahun untuk memindahkan masyarakat dari mobil ke LRT/MRT. Namun, sayangnya tak disebutkan itu di negara mana. Sehingga, jika butuh 10-20 tahun dan pembiayaan dengan hutang bagaimana status pembayarannya dan kapan BEP? Bagaimana kondisi LRT/MRT setelah 10-20 tahun? Andreas juga menanyakan apakah benar itu hasil feasibility study, DEDC, DEEC?
- Jokowi mengklaim jika impor yang dilakukan untuk cadangan pangan. Padahal faktanya, cadangan pangan overstock.
- Presiden menyebut bahwa sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan. Hal itu, langsung ditepis oleh Greenpeace. Faktanya, data menunjukkan pada tahun 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30.000 hektar lahan hutan.
- Jokowi mengatakan jika ia pernah jam 12.00 malam blusukan bersama supir seorang diri ke pelabuhan dan berbicara dengan para nelayan. Andreas menanyakan waktu Jokowi bertemu siapa? Sebab, pada tengah malam, seluruh nelayan dipastikan sedang melaut.
Andreas menyayangkan untuk seorang presiden, bisa begitu kacau dalam hal data. Padahal seorang Presiden seharusnya memiliki data yang justru lebih valid dari siapapun. Sebab, presiden menguasai seluruh akses data.