Ngelmu.co, BANDA ACEH – Tersangka penyebar video Natal Maruf Amin TGK Safwan, hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut proses hukumnya. Meski sudah ditahan dan dilakukan penambahan masa tahanan oleh Polda Aceh, hingga kini TGK safwan belum juga dilimpahkan ke kejaksaan, padahal masa waktu penahanan tersisa beberapa hari lagi.
Demikian disampaikan kuasa hukum tersangka, Kasibun Daulay, SH dan Nourman Hidayat pada Kamis (21/2/2019). Safwan Bin Ahmat Dahlan ditahan oleh polda aceh melalui Surat Perintah Penahanan No. SP.Han/24.B/XII Res.2.5-2018, pada hari Jum’at tanggal 28 Desember 2018.
Dia dijerat atas dugaan melakukan tindak pidana Penyebaran Berita Bohong (hoaks) dan atau penyebaran Informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusushan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), dengan cara mengedit dan unggahan melalui akun Youtube terhadap Ma’aruf Amin.
Tersangka dibidik dengan pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 Ayat 2 Jo Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (2) sesuai dengan Undang-undang RI No. 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-undang RI No. 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Masa penahanan tersangka Safwan telah dilakukan perpanjangan oleh penyidik Polda Aceh, sejak masa penahanan pertama telah berakhir. Masa penahanan tahap pertama berlaku sampai 20 hari atau berakhir pada tanggal 16 Januari 2019, dan untuk masa penahanan kedua berlaku hingga tanggal 25 Februari 2019.
Hingga saat ini proses penanganan perkara atas tersangka Tgk Safwan Bin Ahmat Dahlan belum sampai tahap dua atau pelimpahan ke Kejaksaan. Padahal Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : SPDP/66.a/XII/2018, sudah dimulai sejak dikirimkankannya SPDP oleh Kapolda Aceh kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh tertanggal 28 Desember 2018, artinya penyidikan kepada tersangka ini telah berlangsung 56 hari.
“Kami mulai meragukan kerja dan kinerja profesionalisme penyidik dalam penanganan perkara ini. Atas koordinasi kami dengan pihak penyidik, kami belum mengetahui apa yang menjadi alasan atau kendala penyidik, yang menyebabkan hingga saat ini perkara dimaksud belum dilimpahkan ke tahap penuntutan,” kata Kasibun Daulay.
Begitupun, penasihat hukum dan keluarga TGK Safwan Bin Ahmat Dahlan pada tanggal 28 Januari 2019, telah mengajukan permohonan penangguhan Penahanan untuk tersangka, yang ditujukan kepada Kapolda Aceh via Direktur Reserse Kriminal Kusus Polda Aceh.
Permohonan tersebut dilakukan dengan alasan apabila tersangka ditangguhkan penahanannya, waktunya akan bisa dimamfaatkan untuk mengajar santri di dayah dimana dia bertindak sebagai staf pengajar atau waktunya bisa digunakan pada hal-hal yang positif lainnya, serta tersangka tidak menghilangkan alat bukti dan tidak akan mempersulit proses penyidikan.
“Namun sampai saat ini permohonan tersebut belum ada tanggapan dari Polda Aceh atau penyidik, apakah permohonan tersebut diterima atau ditolak,”katanya.
Sementara itu, Advokat Nourman Hidayat menyebutkan masa penahanan Tgk. Safwan akan berakhir pada hari senin tanggal 25 Februari depan, apabila kasus ini belum juga dilimpahkan memiliki konsekuensi hukum tertentu.
“Sejak awal kami Menilai kasus ini terlalu dipaksakan bahkan terkesan muatan politisnya lebih kental daripada kasus hukum itu sendiri. Sejak awal kami menduga ini intervensi dari atas. Itu sebabnya proses penahanan hingga penetapan tersangka dalam waktu sesingkat itu dan dibuatkan viral secara nasional,”kata Nourman lagi.
Lebih lanjut, Nourman mengungkapkan hasil kajian pihaknya terhadap postingan yang dituduhkan itu terjadi tiga hal yang berpotensi merugikan tersangka.
Pertama, terkesan bahwa tersangkalah yang mengubah gambar video itu, padahal itu salah besar. Pelaku utamanya ternyata sudah ditetapkan DPO oleh Polda Aceh.
Kedua, kata Nourman, konten video asli ucapan natal itu sangat provokatif. pernyataan maaruf amin selain bermuatan provokasi juga multi tafsir. Harusnya yang memproduksi dan memposting video itu harus dikejar juga. Mereka yang memproduksi dan mereka sendiri yang menyebarkannya.
Ketiga, penanganan terhadap terduga saat ditahan pertama Kali terlalu berlebihan, yaitu mengenakan penutup kepala sebo dan dikawal begitu ketat oleh aparat.
“Kesannya ini adalah pelaku kejahatan extraordinary, padahal faktanya penyidik poldapun menyatakan tersangka kooperatif dan merasa aman dengan tersangka,”kata Nourman mengapresiasi penyidik unit cyber Crime Polda Aceh dalam memperlakukan klien mereka selama ini.
Penasihat hukum TGK Safwan meminta kepada kepolisian atas dasar Pasal 24 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, demi hukum, Penyidik harus mengeluarkan tersangka dari tahanan Polda Aceh.
Apabila penyidik tidak mengeluarkan tersangka dengan alasan dan agenda yang tidak jelas, maka akan berpotensi melanggar hak asasi tersangka.”Pengenaan pasal UU ITE ini telah banyak menimbulkan kemudharatan khususnya di tahun politik, jangan sampai tersangka justru menjadi korban UU ITE” kata Nourman lagi.