Ngelmu.co – Sabtu (23/3) kemarin, Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dikabarkan melakukan kunjungan ke Yogyakarta. Namun, kedatangannya tersebut justru ditolak oleh pihak Keraton Yogyakarta. Benarkah demikian? Lantas, apa penyebabnya?
Sebelumnya, diketahui Jokowi, Megawati, dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terlihat bertandang ke Keraton Yogyakarta, Sabtu (23/3) malam. Uniknya, mereka datang di waktu yang berbeda-beda.
[read more]
Rombongan Megawati dan Hasto lebih dulu sampai di Kompleks Keben Keraton, pukul 18.46 WIB. Setelah itu baru Jokowi nampak menyusul, sekitar pukul 19.21 WIB.
Kedatangan elite PDIP ini disebut untuk bertemu dengan Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Namun, pertemuan mereka berlangsung sangat tertutup. Bahkan, pagar Kompleks Keben Keraton pun terlihat ditutup rapat oleh petugas setempat.
Melansir Gelora, terungkap bahwa Yogyakarta sempat kaget dengan ancaman yang muncul dari kubu petahana. Calon Presiden dari nomor urut 01 itu mengaku akan melakukan perlawanan, terhadap siapa saja yang berusaha menjatuhkan pihaknya.
Hal ini diungkapkan saat Jokowi memberikan orasi di hadapan para pendukung, di Stadion Kridosono Yogyakarta, Sabtu (23/3) siang.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Saat Megawati Pidato Berapi-api, Kader PDIP Rebahan
[/su_box]
Analis Sosial Universitas Bung Karno, Muda Saleh pun ikut memberikan tanggapan. Menurut Saleh, wajar jika pernyataan tersebut akhirnya menjadi sorotan publik, karena Jokowi dianggap sebagai seorang pemimpin yang ‘sengaja’ menyeret masyarakat ke dalam kegelisahannya.
Maka, jika Jokowi benar mendapatkan penolakan, tak lain penyebabnya adalah karena ia dianggap sudah menumpahkan rasa marahnya di Yogyakarta.
“Hal inilah yang mendasari, mengapa akhirnya Jokowi terkesan mendapat penolakan seperti yang diberitakan sejumlah media hari ini. Karena Jokowi menumpahkan amarahnya di kota yang penuh kedamaian, bermartabat, serta menjunjung tinggi adat dan budaya,” ujar Muda Saleh.
“Artinya, jika benar Keraton menolak kedatangan Jokowi-Mega, pada Sabtu (23/3) lalu, hal itu mudah sekali untuk diketahui, karena aura negatif terpancar dari semangat Jokowi yang menggebu-gebu untuk menyatakan perang terhadap lawan politiknya. Namun, hal ini tentunya tak berlaku di Yogyakarta,” imbuhnya tegas.
Saleh juga menganggap Jokowi belum mampu memahami rakyatnya sendiri. Belum mengerti dengan baik apa arti ideologi Pancasila dan konsep Trisakti yang sejak dulu sudah diperjuangkan oleh Soekarno.
“Padahal seharusnya, sebagai pemimpin, Jokowi bisa memberikan stimulus dan membangun semangat bangsa Indonesia untuk bisa bersaing di dunia, baik dari berbagai macam sektor yang ada,” pungkasnya.
Di sisi lain, setelah mengadakan pertemuan tertutup selama kurang lebih dua jam, elite PDIP pun tertangkap mata keluar dari Keraton. Namun, tak satu pun dari mereka memberikan keterangan kepada wartawan yang sudah menunggu di luar Keraton. Semua bungkam.
Begitupun dengan Ketua Relawan ‘Alumni Jogja Satukan Indonesia’, Ajar Budi Kuncoro yang terlihat di Kompleks Keben. Ia enggan memberikan keterangan kepada wartawan, dan justru berdalih jika dirinya tidak mengetahui adanya pertemuan elite PDIP dengan Sri Sultan.
“Saya enggak tahu, saya enggak tahu,” ujarnya singkat, seperti dilansir dari Detik.
[/read]