Ngelmu.co – Tercatat sebanyak 6.655 korban gempa dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah, masih tinggal di tenda-tenda dan shelter pengungsian. Data tersebut didapat dari Pemerintah Kota, yang menyatakan jika warganya yang belum tinggal di hunian sementara (huntara) itu, disebabkan karena terbatasnya jumlah unit yang tersedia.
Menurut Pemkot Palu, baik huntara yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun oleh Non Government Organization (NGO), jumlahnya masih belum mencukupi.
“Hanya sekitar 4.468 KK (Kepala Keluarga) yang bisa ditampung,” ujar Ketua Tim Validasi Data yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palu, Arfan, Ahad (26/5), seperti dilansir dari CNN.
Ia mengaku belum tahu sampai kapan ribuan pengungsi yang masih tinggal di tenda dan shelter itu bisa kembali memiliki rumah. Arfan membeberkan, kondisi pengungsian saat ini sudah banyak yang rusak dan tak lagi layak ditempati.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
IMSA Resmikan Bantuan Infrastruktur Pasca Gempa dan Tsunami di Palu
[/su_box]
Sebelumnya, Kementerian PUPR sudah memutuskan untuk tidak menambah jumlah unit huntara yang sudah dibangun, yakni 699 unit, dan tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi, serta Donggala.
Mengetahui hal ini, Pemkot Palu berharap pemerintah pusat maupun NGO, bisa menemukan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.
Sebab selain tempat tinggal yang tak layak, hingga saat ini jaminan hidup (jadup) yang ditanggung oleh Kementerian Sosial pun masih belum jelas.
Sementara Kemensos menuturkan jika pihaknya hanya menanggung jadup pengungsi yang menempati huntara yang dibangun oleh Kementerian PUPR.
“Bagaimana dengan pengungsi yang tinggal di shelter dan tenda pengungsian? Bagaimana yang tinggal di huntara yang dibangun NGO? Kemarin Wali Kota Palu sudah menolak itu, meminta agar jadup dari Kemensos diberikan juga untuk pengungsi yang tinggal di shelter dan huntara bantuan NGO,” pungkasnya.