Mardani Ali Sera: Oposisi Itu Mulia

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera

Ngelmu.co – Bukan rahasia lagi jika saat ini partai koalisi yang semula mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, mulai bermanuver untuk merapat ke Istana, berjalan bersama pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Meskipun keputusan itu masih belum mencapai babak akhir, tetapi ke mana partai koalisi Prabowo-Sandi akan berlabuh terus menjadi sorotan bagi berbagai pihak. Karena langkah yang mereka ambil, akan menentukan perjalanan demokrasi di Indonesia.

Lepasnya kontrol terhadap pemerintah, akan hadir di depan mata, jika semua pihak benar-benar merapat ke Istana.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Warganet Geram saat PDIP Sebut Indonesia Tak Mengenal Oposisi
[/su_box]

Tetapi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) muncul sebagai satu-satunya partai yang jauh dari isu bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Dan gambaran ini diperjelas, setelah Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS, Mardani Ali Sera mengisyaratkan pihaknya akan tetap menjadi partai oposisi di luar pemerintahan.

Seperti apa yang ia sampaikan melalui beberapa tweet tentang Oposisi, yang ditulis di media sosial Twitter, @MardaniAliSera, Selasa (2/7) kemarin:

1. Ada 2 hal Proses politik yang perlu dijaga dan menjadi acuan kedewasaan berdemokrasi, yaitu Secara Etika dan Secara Rasionalitas. #EtikaRasionalitasDemokrasi #OposisiKritis

2. Secara Etika, Pemilu adalah proses biasa dalam demokrasi; ada yang menang juga ada yang kalah. Namun, semua proses butuh perjuangan dan energi. Dalam hal Pilpres, yang menjadi pejuang adalah 01 dan 02.

3. Jika kontestasi demokrasi Pilpres ini dimenangi 01, mereka menjadi penguasa. Maka secara etika, 02 harusnya menjadi penyeimbang kekuasaan, bukan berbalik arah merasa menang sehingga ingin berkuasa.

4. Jadi Etikanya, jika 01 berkuasa, maka 02 menjadi penyeimbang, jika 02 menang, 01 penyeimbang. Itu akan membuat sehat demokrasi, tidak akan terlihat lagi politik loncat pagar.

5. Secara Etika, salah satu kubu harus istiqomah berpolitik menjadi kekuatan penyeimbang bagi pemerintahan. Melaksanakan fungsi check and balance, sebagai oposisi yang kritis dan konstruktif.

6. Oposisi itu pilihan sikap yang mulia, ini perjuangan mencintai negeri. Bahkan, sekecil apa pun jumlahnya, jika dia melakukannya secara cerdas dan didukung rakyat maka bisa efektif.

7. Pilpres adalah ajang kontestasi rasional, ada yang menang dan kalah. Demokrasi bertumpu suara mayoritas kadang abai pada nilai ‘benar-salah’. Namun, hasil tidak pernah menciderai usaha/proses. Kuasa-Nya menjadikan usaha yang dilakukan secara benar, insya Allah tidak sia-sia.

8. Berjabat tangan yang menang mengatakan: Selamat Anda bukan pecundang, Anda pejuang. Yang kalah mengatakan: Selamat, kami akan menjadi penyeimbang pemerintah. Semua elemen dengan kepala tegak membangun semangat silaturahim, membangun negeri. Rasionalitas.

9. Dalam berpolitik, para elit perlu menjaga etika dan rasionalitas. Tanpanya, demokrasi akan terhenti di tengah jalan. Jangan semua ingin berkuasa tanpa oposisi. Maka, jangan ragu bertemu, katakan kami Siap Berkuasa, atau katakan kami Kekuatan Penyeimbang bagi pemerintah.

10. Rekonsiliasi itu bersilaturahim, mendekatkan yang jauh, bukan deal kekuasaan. Kalau semua partai mendapat jatah kursi, ini namanya Akuisisi, bukan Rekonsiliasi. Kalau tidak ada oposisi, publik akan merugi, dan itu akan melahirkan neo-orde baru.

11. Mari berdemokrasi dengan baik secara Etika dan Rasionalitas. Agar wajah demokrasi pasca keputusan MK, mempunyai 2 kekuatan besar. Penguasa dan Penyeimbang (oposisi), sehingga ada kontrol dan pengawasan bernegara. Semua demi cinta NKRI.