Pakar Jerman Terkejut dengan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syari’at Islam

Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

Ngelmu.co – Penyembelihan hewan kurban dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijah), usai menggelar salat Id, dan dalam tiga hari tasyrik, yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah. Ada tata cara penyembelihan hewan qurban sesuai Syari’at Islam, yang harus diperhatikan.

Penelitian ilmiah dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, Jerman, yakni Prof. Dr. Schultz dan Dr. Hazim, seperti dilansir Islam Pos.

Mana yang Lebih Baik?

Keduanya memimpin penelitian yang terstruktur, untuk menentukan, mana yang lebih baik dan paling tidak sakit untuk hewan ketika disembelih.

Apakah penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pembiusan), atau penyembelihan dengan cara Barat, yakni dengan pembiusan?

Mereka merancang penelitian yang sangat canggih, melibatkan beberapa ekor sapi cukup dewasa.

Di mana pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu, dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG).

Microchip EEG dipasang di permukaan otak, yang menyentuh titik rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam derajat rasa sakit hewan saat disembelih.

Sementara di jantung sapi-sapi itu, dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

Sedangkan untuk menekan kemungkinan terjadinya kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Cerita Arie Untung Usai Berqurban, “Wahai Jiwa-Jiwa yang Tenang”
[/su_box]

Setelah masa adaptasi dinilai cukup, maka sebagian sapi pun disembelih, sesuai dengan Syari’at Islam.

Sebagian lainnya disembelih menggunakan metode pembiusan, yang biasa dilakukan di Barat.

Dalam Syari’at Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni saluran makanan, saluran napas, dan dua saluran pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis).

Ketika metode Barat mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dibius terlebih dulu sebelum disembelih, syari’at Islam justru tidak merekomendasikan metode tersebut.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat dan direkam, untuk mengetahui kondisi otak serta jantung, sejak sebelum pembiusan, hingga ternak itu benar-benar mati.

Dari hasil penelitian tersebut, di Hannover University, Jerman, Prof. Schultz dan Dr. Hazim menjelaskan:

Tata cara penyembelihan hewan qurban sesuai Syari’at Islam, menunjukkan:

Pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG.

Hal ini menunjukkan, pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap, yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak), hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran.

Di saat itu, tercatat juga oleh ECG, bahwa jantung mulai meningkatkan aktivitasnya.

Setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung, untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar.

Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord).

Saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru turun sampai ke angka nol.

“No feeling of pain at all”, (tidak ada rasa sakit sama sekali), jelas Prof. Schultz dan Dr. Hazim.

Karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung, dan keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan daging yang sehat, layak dikonsumsi untuk manusia.

Jenis daging dari hasil penyembelihan semacam ini, sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Sementara penyembelihan cara barat, menunjukkan:

Sesaat setelah dilakukan proses stunning (pembiusan), sapi terjatuh dan roboh, hingga tak bergerak-gerak lagi, dan mudah dikendalikan.

Maka, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa meronta-ronta, seolah tak mengalami rasa sakit.

Saat disembelih pun, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses pembiusan.

Namun, justru tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG.

Dan mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Grafik EEG yang meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang turun ke batas paling bawah, mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, hingga jantung berhenti berdetak lebih awal.

Akibatnya? Jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan daging yang tidak sehat.

Daging tersebut menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Seperti disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tak keluar saat ternak disembelih), merupakan tempat yang sangat baik untuk tumbuh-kembang bakteri pembusuk.

Perlu diketahui, meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih, ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit.

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim, membuktikan bahwa pisau tajam yang mengiris leher sapi (sebagai Syari’at Islam dalam penyembelihan ternak) itu, ternyata tidak ‘menyentuh’ saraf rasa sakit.

Kedua pakar Jerman itu pun terkejut, dan menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta serta meregangkan ototnya, bukan karena rasa sakit.

Melainkan sebagai ekspresi terkejutnya otot dan saraf (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras).