Berita  

Amanat Presiden PKS pada 17 Agustus 2019

Amanat Presiden PKS

Ngelmu.co – Kemarin, kita telah memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun, Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menyampaikan amanat upcara proklamasi kemerdekaan Indonesia di halaman Kantor DPP PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada 17 Agustus 2019. Berikut isi amanat Presiden PKS yang disampaikan:

MASA DEPAN DEMOKRASI KITA
OLEH MOHAMAD SOHIBUL IMAN, PhD
PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,
Saudara-Saudaraku Sebangsa dan Setanah Air
Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera,

Para Pendiri Bangsa Tidak Memilih Jalan Aristocracy

1. 74 tahun yang lalu, Pendiri Bangsa ini telah bersepakat tidak memilih jalan Aristocracy, Oligarchy ataupun Theocracysebagai sistem politiknya. Para pendiri bangsa telah memilih jalan dimana negara dibentuk oleh kehendak rakyat, dijalankan oleh para pemimpin yang dipilih rakyat, dan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Inilah jalan Demokrasi.

2. Demokrasi telah menjadi pilihan sejarah bangsa ini melalui tangan-tangan para pendiri Republik Indonesia (the founding fathers). Namun demikian, sejarah implementasi demokrasi di Indonesia tidak semulus garis tangan para pendiri bangsa. Demokrasi telah mengalami dinamika maju-mundur dalam arah perjalanan bangsa Indonesia sejak bangsa ini diproklamirkan hingga saat ini.

3. Jika kita melihat kembali ke sejarah, tampak sekali bahwa dinamika tarik-menarik antara pro-demokrasi dengan anti-demokrasi itu terjadi. Demokrasi mengalami beberapa kali perubahan bentuk wajah menyesuaikan karakteristik dari rezim yang berkuasa. Meskipun setiap rezim mengklaim eranya menjalankan demokrasi substantif tetapi pada faktanya sistem yang berjalan jauh dari prinsip-prinsip demokrasi substansial.

4. Indonesia sudah pernah terjebak dua kali dalam rezim pseudo-democracy atau Demokrasi Semu yang sejatinya merupakan rezim otoriterianisme yakni pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) di era Orde Lama dan Masa “Demokrasi Pancasila” (1967-1998) di Era Orde Baru. Kedua pemimpin saat itu yakni Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto terjebak dalam pilihan demokrasi prosedural dan belum mampu mewujudkan demokrasi substansial.

5. Kegagalan kedua rezim tersebut dalam mengkonsolidasikan demokrasi dari demokrasi procedural menuju demokrasi substansial menjadikan keduanya memilih jalan pintas dengan memutar balik (turn around) ke pilihan authoritarian dan menjadikan demokrasi procedural dengan berbagai namanya sebagai baju untuk melindungin watak otoriterianismenya.

6. Tahun 1998, Indonesia memasuki era demokrasi baru setelah 32 tahun hidup terjerembab dalam kubangan otoriterianisme Orde Baru. Pasca reformasi, Indonesia telah menjalani 5 kali pemilihan umum (1999, 2004, 2009, 2014, 2019), 4 kali pemilihan presiden langsung (2004, 2009, 2014, 2019). Dan 3 kali pemilihan kepala daerah serentak (2015, 2017, 2018).

7. Secara prosedural, Indonesia telah mampu menjalankannya dengan cukup baik, damai, lancar tanpa ada konflik yang berkepanjangan. Pasca reformasi, Indonesia memang keluar dari jebakan otoriterianisme Orde Baru, namun Indonesia hingga kini masih belum berhasil menuntaskan transisi demokrasinya. Indonesia masih belum mampu naik kelas menjadi Demokrasi Substansial.

8. Selama 20 tahun lebih proses demokratisasi pasca reformasi, Indonesia kembali lagi terjebak dalam demokrasi prosedural dalam bentuk yang lain. Ada yang mengatakan Indonesia saat ini terjebak dalam Demokrasi Liberal, ada yang mengatakan Demokrasi Oligarki, bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai Demokrasi Kriminal.

9. Apa pun sebutannya saat ini demokrasi Indonesia Demokrasi Indonesia masih terjebak dalam empat jebakan penyakit demokrasi procedural.

A. Pertama, Jebakan Politik Berbiaya Mahal (hish cost-trap)

  • Derasnya arus arus liberalisme-kapitalisme dalam politik di negeri kita menjadikan politik semakin berbiaya mahal atau high cost politics. Sehingga menyebabkan orang-orang yang punya kapabilitas dan integritas tapi tidak punya “isi tas” atau logisticssulit berkiprah dalam politik yang berbiaya mahal.
  • Akibatnya politik Indonesia diisi oleh kalangan yang politisi mediocre yang bermodalkan “isi tas” walau ia lemah dari sisi kapabilitas maupun integritas. Dengan demikian akhirnya kita sulit berharap hadirnya para negarawan. Politik jadi tercerabut dari fungsinya sebagai wahana lahirnya pemimpin-pemimpin berkualitas negarawan.

B. Kedua, Jebakan Hegemoni Oligarki (oligarchy-trap)

  • Akibat politik biaya mahal maka muncullah dominasi dan intervensi kepentingan sekelompok pemodal yang membiayai partai atau elit politik sehingga mereka mampu mendikte kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan kepentingan Oligarki tersebut.
  • Hegemoni oligarki ini berbahaya. Karena demi memperjuangkan kepentingan Olgarki, partai atau elit politik akan mengorbankan kepentingan publik. Politik jadi tercerabut dari fungsinya sebagai alat memperjuangkan kepentingan publik.

C. Ketiga, Jebakan Politik Saling Menyandra (interlocking-trap)

  • Gurita oligarki ini kemana-mana bukan saja ke eksekutif dan legislatif tetapi juga ke yudiaktif. Oligarki melemahkan melemahkan penegakan hukum dan terjadi saling sandra dan saling melindungi kebobrokan elemen trias politica. Politik dan hukum jadi tercerabut dari fungsinya sebagai pemberi keadilan bagi masyarakat

D. Keempat, Jebakan Politik Yang Involutif (involution-trap)

  • Politik kita berputar-putar pada dirinya, tidak memberi dampak positif bagi kesejahteraan rakyat. Politiknya gaduh sendiri tanpa memberi dampak kemajuan di sektor-sektor lain. Politik jadi tercerabut dari fungsinya sebagai dinamo perubahan kearah yang lebih baik baik dari sisi ekonomi dan kesejahteraan maupun dari sisi harmoni sosial kemasyarakatan

10. Demokrasi bukan hanya tentang aspek prosedural, tetapi yang jauh lebih penting adalah aspek substansial.

  • Apa manfaat adanya demokrasi bagi rakyat? Apakah demokrasi mampu membawa rakyat mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik? Apakah demokrasi bisa menghadirkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat? Apakah demokrasi mampu menjamin dan melindungi hak-hak asasi warganya?Apakah demokrasi dapat menguatkan rasa solidaritas kebangsaan di antara warganya atau justru memecah belahnya? Apa warisan demokrasi bagi generasi yang akan datang?

11. Untuk naik kelas dari Demokrasi Prosedural menjadi Demokrasi Substansial, maka kita harus merealisasikan INDIKATOR-INDIKATOR DEMOKRASI SUBSTANSIAL.

Amanat Presiden PKS

A. Amanat Presiden PKS yang pertama, Demokrasi harus benar-benar memberi ruang partisipasi bagi semua anak bangsa, tanpa ada hambatan apa pun untuk masuk (barrier to entry), terutama dalam sisi hambatan-hambatan primordial maupun hambatan-hambatan finansial. Jika ini dapat direalisir maka peluang hadirnya wakil-wakil rakyat dan pemimpin nasional yang kredibel berkelas negarawan akan sangat besar.

B. Amanat Presiden PKS yang kedua, Demokrasi harus dijalankan dengan aturan hukum (rule of law) dan etika (rule of ethics). Demokrasi itu berdimensi kebebasan (freedom) sekaligus pembatasan (constraining).

  • Semua warga berhak menyatakan aspirasinya dengan bebas tapi dalam waktu bersamaan wajib menghormati hak kebebasan orang lain. Pelanggaran atas hak kebebasan orang lain adalah sikap menciderai demokrasi. Dalam kondisi seperti itu hukum harus ditegakkan dengan adil terhadap siapa pun.
  • Dengan kata lain demokrasi mensyaratkan kesadaran hukum (kesadaran yuridis) yang tinggi baik di kalangan warga maupun kalangan penegak hukum dan pemerintah. Bahkan lebih baik lagi jika disertai kesadaran moral atau etis.
  • Kesadaran etis akan memandu warga untuk tidak memanfaatkan kelemahan-kelemahan atau celah-celah hukum (loop hole). Di sisi lain kesadaran etis juga kana memandu penegak hukum untuk tidak memanfaatkan hukum untuk mendzailimi pihak-pihak tertentu.

Semua Pihak Harus Menegakkan Prinsip-prinsip Negara Hukum, Yakni:

  • Pertama, kita harus perkuat supremasi hukum atau supremacy of law. Hukumlah yang jadi panglima, bukan kepentingan politik penguasa yang menjadi panglima.
  • Sebagai bangsa kita harus memastikan bahwa penegakan aturan hukum di atas kepentingan politik. Jangan sekali-kali agenda politik mengintervensi proses penegakan hukum. Dan sebaliknya, jangan sekali-kali penegak hukum bermain-main dengan kepentingan politik. Kita harus jaga keduanya agar berjalan pada rel yang benar.
  • Prinsip kedua adalah equality before the law. Semua orang atau golongan memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi dalam perlakuan hukum. Jangan karena dia adalah orang atau golongan yang memihak atau bagian dari Penguasa sehingga bebas melakukan apa saja. Sedangkan bagi orang atau golongan yang kritis atau tidak bersama dengan Penguasa mendapat perlakuan yang diskriminatif dan tidak adil.
  • Dan prinsip negara hukum yang ketiga adalah due process of law. Artinya menegakkan hukum tidak boleh melanggar asas dan proses penegakan hukum itu sendiri. Penguasa tidak bisa main hakim sendiri dengan menghilangkan peran pengadilan yang bertugas menghakimi sesuatu itu benar atau salah. Penguasa tidak boleh menjadi otoritas tunggal dalam memonopoli tafsir kebenaran. Penegakan hukum harus dilakukan dengan tidak melanggar aturan hukum lainnya. Tidak boleh dilakukan asal-asalan, tidak boleh represif dan otoriter

C. Amanat Presiden PKS yang ketiga, Negara Harus Dikelola Dengan Tata Kelola yang Baik (Good Governance)

  • “Power tend to corrupt and absolute power corrupts absolutely,” kekuasan secara alamiah akan cenderung kepada tindakan yang koruptif. Dan kekuasaan yang absolut pasti akan menjadi kekuasaan yang koruptif. Demikianlah doktrin politik-kekuasaan yang pertamakali disampaikan oleh Sir John Acton, politisi-cum sejarawan asal Britania Raya yang hidup pada abad ke-18.
  • Disinilah pentingnya konsep “Checks and Balances” dijalankan, agar kekuasaan tidak terkosentrasi dan dimonopoli pada satu lembaga negara saja. Dalam sistem Presidensial dimana Presiden dipisahkan dari kekuasaan parlemen dan merupakan penguasa tertinggi Lembaga Eksekutif, ia iharus dikontrol oleh kekuasaan legislatif. Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku.
  • DPR RI tidak boleh menjadi ‘Rubber Stamp’ yang hanya jadi tukang stempel kebijakan-kebijakan pemerintah.DPR RI harus bersikap rasional dan kritis atas setiap kebijakan dari pemerintah. Oleh karena itu DPR RI sebagai kekuatan legislatif harus bersikap sebagai kekuatan penyeimbang Pemerintah (balancing of power) dan pejuang suara hati rakyat.
  • Kekuasaan Yudikatif harus diberikan jaminan penuh untuk bisa bertindak secara independen, tanpa ada intervensi ataupun kooptasi dari penguasa. Penegak hukum dan lembaga peradilan tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan.

D. Amanat Presiden PKS yang keempat, Negara Harus Menjamin dan Melindungi Hak Asasi Rakyatnya (Human Rights)

  • Demokrasi dan hak asasi manusia seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Tidak ada demokrasi jika tidak ada jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya.
  • Dalam masalah agama misalnya, di negara demokrasi setiap warganya bebas memeluk dan menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Tidak ada paksaan dalam memilih agama mana yang akan dipeluk. Di saat yang sama di negara demokrasi juga tidak boleh juga secara sengaja dan terbuka menghina, menistakan dan menodai ajaran agama umat lainnya sehingga menyebabkan permusuhan dan pertikaian antar umat beragama.
  • Negara harus menjamin dan melindungi kebebasan bepikir, berserikat dan berpendapat. Pemerintah tidak boleh alergi dengan kritik, oposisi, adu pikiran, adu gagasan, dan adu kebijakan. Jangan pernah menjadikan perbedaan pendapat sebagai tindakan yang inkonstitusional kemudian dikriminalisasi.
  • Perbedaan pandangan adalah keniscayaan demokrasi. Jangan menstigma kelompok yang memilih jalan oposisi terhadap pemerintah sebagai gerakan inkonstitusional yang bermaksud makar kepada pemerintah yang sah. Tindakan ini tidak sehat bagi demokrasi kita.
  • Kontestasi demokrasi (pemilihan legislatif, pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah) harus dimaknai sebagai kontestasi antar pihak yang memiliki pandangan berbeda untuk merebut kesempatan mengaktualisasikan gagasannya ketika menang kontestasi. Karena itu kontestasi demokrasi tidak boleh menyebarkan muatan kebencian apalagi permusuhan antar sesama anak bangsa.
  • Kekuatan masyarakat sipil (Civil Society) seperti Media Massa, NGO, dan Universitas harus mendapat ruang kebebasan, kemandirian, kemerdekaan sepenuhnya dari segala bentuk intervensi baik itu intervensi penguasa maupun intervensi pemilik modal. Biarkan mereka bersuara keras menyampaikan suara-suara kelompok marginal yang sangat kurang diperhatikan hak-hak asasi-nya.
  • Dalam hak sipil-politik, kita wajib mengubah sistem politik dari berbiaya mahal menjadi sistem politik yang terjangkau. Sehingga dengan begitu, diharapkan sistem politik itu akan melahirkan aktor-aktor politik yang berintegritas, kredibel, independen yang mampu menjadi penyambung lidah rakyat, mendengar dan memperjuangkan kepentingan rakyat bukan aktor-aktor yang tergadai oleh kepentingan pemilik modal.

E. Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Bukan Sebagian Kecil Rayat (Social Justice)

  • Susbtansi misi dari demokrasi adalah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya menguntungkan bagi segelintir kelompok saja. Karena tujuan dari demokrasi adalah membuka kesempatan yang sama bagi seluruh warga agar rasa keadilan (sense of justice) dan rasa kesetaraan (sense of equity) terwujud.
  • Keadilan Sosial merupakan Sila ke-5 Pancasila yang menjadi prasyarat terwujudnya Sila ke-3 Pancasila yakni Persatuan Bangsa. Tanpa ada keadilan sosial, tidak akan ada persatuan bangsa. Keadilan sosial adalah kunci terbangunnya kohesi sosial.
  • Menurut Laporan Bank Dunia Tahun 2016, Indonesia adalah salah satu negara yang laju ketimpangan ekonominya paling tinggi di Asia. Oxfam dalam laporannya tahun 2017 menunjukkan bahwa kekayaan 100 juta penduduk Indonesia ternyata setara dengan kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia. Ini luar biasa timpang. Ini menunjukkan kue pembangunan hanya dinikmati sebagian kecil masyarakat bukan oleh seluruh rakyat.
  • Di Indonesia, ketimpangan bukan hanya pada sisi ekonomi, seperti pendapatan, tetapi juga terhadap aset lahan dan aset finansial. Ketimpangan penguasaan aset lahan luar biasa tinggi dimana 0,2 persen elit mampu menguasai 56% lahan. Padahal 26 juta rumah tangga petani miskin kita hanya menguasa 0,5 ha tanah untuk bertani. Sangat ironis!
  • Ketimpangan juga terjadi di sisi fasilitas dasar seperti pemenuhan air bersih, listrik, toilet, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan. Saat ini, 1 dari 3 anak kita mengalami gagal tumbuh atau stunting. Hal ini bisa dibayangkan bagaimana masa depan bangsa Indonesia 20-30 mendatang jika anak-anak yang lahir sepertiganya ternyata gagal tumbuh, tidak mampu berpikir dan kurang gizi.
  • Ketimpangan juga terjadi dalam dimensi teritori. Dimana terjadi ketimpangan desa-kota, dan Jawa-Luar Jawa, Pusat Kota dan Pinggiran Daerah Perbatasan.
  • Yang cukup mengkawatirkan adalah ketimpangan ekonomi terjadi diiringi dengan adanya perbedaan dalam hal ras, etnis dan agama yang menyertainya. Jika ini tidak diselesaikan dengan baik maka akan menjadi bom waktu bagi masa depan Indonesia. Perasaaan tidak adil, tidak diperhatikan, akan terakumulasi dan akan meledak sewaktu-waktu.

12. Kelima Substansi Demokrasi inilah yang harus benar-benar kita perjuangkan sungguh-sungguh. Sudah 20 tahun lebih Indonesia memasuki transisi demokrasi dan hingga kini kita masih belum naik kelas menuju konsolidasi demokrasi.

13. Dibutuhkan komitmen, konsistensi dan persistensi untuk menuntaskan transisi demokrasi ini sehingga bangsa Indonesia bisa keluar dari jebakan demokrasi procedural menuju demokrasi substansial.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
PKS, Partai yang Bernyali Jadi Oposisi
[/su_box]

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh