Ngelmu.co – Negeri Tirai Bambu, China, terus menebar ‘jebakan’ utang kepada ratusan negara lain, sebagai salah satu siasat agar bisa menggenggam dunia. Hal ini diketahui, setelah pinjaman kepada negara-negara lain yang diberikan pemerintah China, terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Siasat China Menggenggam Dunia
Seperti dilansir Kiel Institute for the World Economy-Think Tank Germany, berdasarkan data periode 2000 dan 2017.
Kucuran utang yang berasal dari China ke berbagai negara, membengkak dari USD 500 miliar, hingga lebih dari USD 5 triliun, atau setara Rp70.675 triliun, (USD 1 = Rp14.135), atau dari satu persen output ekonomi global, menjadi lebih dari enam persen.
Menurut laporan tersebut, sekitar 50 persen pinjaman dari China, mengalir secara sembunyi-sembunyi, tidak dilaporkan kepada lembaga resmi, seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia (World Bank), atau Paris Club (sekelompok negara kreditor).
Menambahkan Jumlah Pinjaman
China menambahkan jumlah pinjaman, khususnya ke negara-negara berkembang.
Negara tersebut juga sering memberikan pinjaman dengan suku bunga pasar, risiko premi, dan klausa jaminan yang menjamin pembayaran dalam bentuk barang, salah satunya ekspor minyak.
Seperti Sri Lanka, yang harus rela menyerahkan pelabuhannya, karena masalah utang ke China.
Inilah yang menyebabkan Diplomasi Utang China, akhirnya mendapat julukan Diplomasi Jebakan Utang (debt-trap diplomacy).
“Itu telah mentransformasi China menjadi kreditor resmi terbesar yang dengan mudah melewati IMF dan Bank Dunia,” jelas laporan yang ditulis Carmen Reinhard dari Universitas Harvard bersama Christoph Trebesch dan Sebastian Horn dari Kiel Institute.
Tantangan untuk Pihak yang Berutang
Meski banyak proyek yang dibiayai oleh China, awalnya bermanfaat bagi negara peminjam, khususnya dalam segi infrastruktur.
Namun, besarnya angka pinjaman dan tidak transparannya pinjaman, akan menimbulkan tantangan bagi negara-negara yang berutang, juga pasar keuangan internasional.
Secara keseluruhan, penelitian tersebut merinci 2.000 pinjaman China kepada 152 negara, di tahun 1949-2017.
Tercatat, sejak tahun 2015 saja, ada 50 negara berkembang yang terus menambah utangnya pada China.
Siasat China Menggenggam Dunia: Negara Maju pun Berutang pada Mereka
Negara yang lebih maju pun, berutang ke China lewat surat utang negara (sovereign bonds).
Sementara, negara berpenghasilan rendah, biasa mendapat utang langsung dari BUMN China, seperti China Development Bank dan Export-Import Bank of China.
“Gencarnya pinjaman utang internasional itu merupakan hasil pertumbuhan ekonomi China yang cepat, tetapi juga karena kebijakan going global dari China,” ungkap Tresbech, kepala peneliti keuangan internasional dan pemerintahan dunia di Kiel Institute.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Asuransi Jiwa Pakai Mata Uang China Akhirnya Hadir di Indonesia
Pabrik Semen China Siap Dibangun di Kalimantan Timur
Bertemu Luhut, China Tertarik Bangun Transportasi Massal di Ibu Kota Baru
[/su_box]
Selama ini, China dikritik karena menggelontorkan utang lewat program Jalur Sutera Baru mereka.
Foreign Policy dan berbagai pengamat, kerap menyebutnya sebagai Diplomasi Utang (debt diplomacy).
Masalah lain dari utang China adalah, tidak transparannya mereka dalam pelaporan utang.
Seperti utang tersembunyi yang memberi dampak berat bagi negara seperti Venezuela, Iran, dan Zimbabwe.
Bahkan, akibat dari kasus utang sembunyi-sembunyi itu, ada negara yang utangnya tampak lebih kecil dari angka sebenarnya.
Komentar IMF
Lembaga internasional seperti IMF pun mengaku kesulitan untuk menganalisis tingkat utang negara tersebut, demi memberikan strategi dalam meringankan utang.
Menurut laporan Reinhard, Trebesch, dan Horn, daerah-daerah yang paling banyak berutang ke China adalah wilayah di Asia Tengah dan Timur Jauh (Asia Timur dan Tenggara) seperti Las dan Kamboja.
Baru selanjutnya, Amerika Latin dan negara Eropa Timur.
Perang Dagang China-Amerika
Di sisi lain, impor China dari Amerika Serikat yang merosot pada bulan Juni di tengah-tengah perang tarif dengan Washington, membuat ekspor ke pasar Amerika pun melemah.
Dilansir VOA Indonesia, Jumat (12/7) lalu, impor barang-barang Amerika, menurun hingga 31,4 persen dari angka tahun sebelumnya, yakni menjadi USD 9,4 miliar dolar.
Sementara ekspor ke pasar Amerika, turun 7,8 persen menjadi 39,3 miliar dolar.
Sedangkan, surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat, melebar tiga persen, menjadi 29,9 miliar dolar.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Dua Uang Elektronik Asal China Sudah Bisa Digunakan di Indonesia
PM Malaysia: Tak Bisa Kembalikan Hutang ke China, Negara Anda Jaminannya
Aturan Mendag Bikin Baja Impor Asal China Banjiri Indonesia
[/su_box]
Perdagangan Amerika-China memang melemah, sejak Donald Trump, menaikkan tarif terhadap berbagai produk dari China, dalam perselisihan mengenai ambisi teknologi Beijing, tahun lalu.
China pun membalasnya dengan menerapkan pajak tambahan dan memerintahkan para importir, untuk mencari para pemasok non-Amerika.
Namun, Trump dan Xi Jinping, Presiden China, pada Juni lalu, sepakat untuk memulai kembali perundingan.
Hal ini jelas membantu menenangkan pasar keuangan yang saat itu gelisah. Meskipun para pakar menilai, peredaan ketegangan itu masih rapuh, karena kedua pihak terus berbeda pendapat atas sejumlah konflik yang sama, dan menyebabkan gagalnya pembicaraan pada bulan Mei lalu.