Ngelmu.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengundang para mahasiswa ke Istana Kepresidenan Jakarta. Namun, Aliansi BEM menolak. Dengan lantang mereka meminta, agar pertemuan berlangsung secara terbuka, dan bisa disaksikan oleh masyarakat luas.
Aliansi BEM Menolak Pertemuan di Istana
“Dilaksanakan secara terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh publik melalui kanal televisi nasional,” tegas Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia, Muhammad Nurdiyansyah, seperti dilansir CNN, Jumat (27/9).
Tuntutan mahasiswa, lanjut Nurdiyansyah, telah disampaikan secara jelas di berbagai aksi pun media.
Ia menyampaikan, jika yang dibutuhkan saat ini bukan pertemuan penuh negosiasi.
Sikap tegas dari Jokowi, terhadap tuntutan para mahasiswa menjadi hal terpenting.
“Secara sederhana, tuntutan kami tak pernah tertuju pada pertemuan, melainkan, tujuan kami adalah Bapak Presiden memenuhi tuntutan,” lanjut Nurdiyansyah.
Ia meminta Jokowi bisa menyikapi berbagai tuntutan mahasiswa dengan tegas dan tuntas, bukan sekadar penundaan-penundaan.
Aliansi BEM Tak Ingin Mahasiswa Terpecah Belah
Belajar dari pertemuan BEM seluruh Indonesia dengan Jokowi empat tahun lalu di Istana, Nurdiyansyah mengatakan, hal itu justru membuat gerakan mahasiswa menjadi terpecah belah.
“Kami belajar dari proses ini, dan tidak ingin menjadi alat permainan penguasa yang sedang krisis legitimasi publik, sehingga akhirnya melupakan substansi, terkait beberapa tuntutan aksi yang diajukan,” tuturnya.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Bukan Larang Demo, Jokowi Seharusnya Dengar Aspirasi Mahasiswa
BEM Seluruh Indonesia Serukan Aksi Nasional
[/su_box]
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan, karena sebelumnya Jokowi mengundang perwakilan mahasiswa, terutama BEM, untuk bertemu di Istana Kepresidenan Jakarta, hari ini Jumat (27/9).
“Besok kami akan bertemu dengan para mahasiswa, terutama dari BEM,” kata Jokowi, Kamis (26/9).
Sementara gelombang aksi semakin intens digelar di sejumlah wilayah Indonesia, sejak Senin (23/9).
Bahkan, Randi yang merupakan seorang mahasiswa peserta aksi di Kendari, Sulawesi Tenggara, harus kehilangan nyawanya, usai tertembak saat unjuk rasa menolak RUU kontroversial.