Ngelmu.co – Jagad maya mulai ramai dengan bahasan tentang kondisi buzzer Indonesia. Sebagian besar bahasan itu mengutip artikel hasil sebuah lembaga analis media sosial. Artikel ini menjelaskan para buzzer atau influencer pro-pemerintah yang kini tidak banyak terlibat dalam percakapan medsos tentang tragedi pembantaian di Wamena, Papua.
Mereka nampaknya lebih tertarik pada isu khilafah. Selama ini Presiden Jokowi pun relatif jarang menyampaikan pernyataan mengenai tragedi Wamena, Papua. Padahal tragedi itu telah menewaskan banyak orang, utamanya para pendatang. Di samping itu isu tentang revisi UU KPK dan demo mahasiswa lebih mewarnai pemberitaan media beberapa hari terakhir ini.
Artikel dari portal ABC Indonesia mengutip hasil penelusuran Drone Emprit, sistem yang cocern memonitor dan menganalisa media sosial serta platform online berbasis teknologi big data. Hasil itu menjelaskan bahwa percakapan tentang Papua di media sosial Twitter mengarah ke tiga topik, yaitu tentang Wamena, IDIBerduka, dan West Papua.
Menurut Ismail Fahmi -pendiri Drone Emprit, ada tiga cluster atau kelompok besar yang mengemuka saat diidentifikasi dalam sebuah peta Analisa Jaringan Sosial /Social Network Analysis (SNA). Kelompok besar itu adalah cluster publik, oposisi dan pro West Papua (Papua Barat).
Cluster oposisi adalah mereka yang sering mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi atau Pemerintah Indonesia dalam tiap postingan Twitter-nya. Cluster pro West Papua adalah mereka yang menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan mendukung referendum.
Sedangkan cluster publik muncul karena mereka tidak tergolong oposisi, dan menurut Ismail, tidak tampak akun top buzzer pro Pemerintah Indonesia di kelompok itu.
“Akun top buzzer pro pemerintah seperti yg mucul saat mendiskusikan tema “khalifah” tak tampak di cluster ini,” kata Ismail dalam cuitannya di tanggal 28 September 2019 lalu.
“Dari peta SNA tersebut, ketika publik dan oposisi banyak menyuarakan soal Wamena dan IDIBerduka, kita tak menemukan akun-akun top buzzer pro pemerintah seperti saat mereka membahas khilafah” imbuh Ismail
Fenomena ini tentu menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Antara lain karena fenomena ini juga memverifikasi temuan Riset Oxford Internet Institute mengenai kecenderungan penggunaan pasukan cyber / buzzer dalam rangka memanipulasi opini publik.