Berita  

Saksi Korban Selamat Kerusuhan Wamena: Panah Menancap Dada, Hingga Jilbab Dibakar

Panah Menancap Dada

Ngelmu.co – Salah satu korban selamat dari kerusuhan Wamena, Jayawijaya, Papua, membeberkan kesaksiannya. Pilu dan penuh luka. Saudara kita yang berasal dari Minang ini, harus kehilangan orang tercinta, sembari merasakan sakitnya panah menancap dada, hingga dibakarnya penutup kepala; jilbab.

Kisah Putri Yanti, ibu muda berusia 28 tahun, berasal dari Padang Cupak, Kecamatan Lenggayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, ini diungkap di media sosial Instagram, oleh akun @indonesiamuda.official, Sabtu (5/10) kemarin.

Putri selamat dari tragedi berdarah yang terjadi di Wamena.

Namun, ia harus kehilangan semuanya. Tak lagi miliki apa-apa. Bukan hanya rumah, harta, dan usaha yang lenyap.

Buah hati dan suami yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga, adik ipar, serta semua anggota keluarganya, dihabisi oleh para perusuh.

Menyakitkannya lagi, ia menyaksikan semua itu, di depan mata kepalanya sendiri.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Di Wamena, Tragedi Kemanusiaan Terburuk Terjadi
[/su_box]

Anaknya bernama, Novri Yanto Rizky Wijaya, masih berusia 3 Tahun, belum memiliki dosa, tetapi harus tewas di pangkuannya, karena dipanah dan dipukul dengan batu, berulang kali.

Safrianto, suaminya yang berusia 33 tahun, tewas dikapak dan dipukul dengan batu, sampai meninggal dunia, dan masih harus dibakar, bersama anaknya yang masih balita itu.

Sementara adik ipar Putri, Hendra (20), dan abang Hendra, Aped (24), juga dikapak dan dibakar hingga tewas, bersama dengan 10 orang lainnya, di Pasar Woma, Wamena, Papua.

Panah Menancap Dada, Hingga Jilbab Dibakar

Kembali pada perjuangan Putri, ketika luka hati sangat dalam, jilbab dan baju yang dipakainya dibakar oleh perusuh.

Empat buah panah juga menancap di dadanya, hingga tangan kiri juga kanan Putri disayat, ia masih harus bertahan.

Allah menyelamatkan.

Putri memilih bertahan dengan pura-pura mati, sembari menahan sakitnya baju dan rambut terbakar, sakitnya dipanah, juga sakitnya disayat parang.

Ia menahan napas, agar penyamaran berhasil ia perankan.

Putri juga menceritakan, bagaimana ia mengingat dengan sempurna, perusuh itu mengatakan hal yang sangat kejam, “Siapa yang masih hidup, maka potong lehernya!”.

Syukurnya, kini setelah sembilan hari berada di ruang ICU Rumah Sakit Yowari, Putri berhasil melewati masa kritisnya.

Namun, ada yang belum atau mungkin tak akan hilang, yakni trauma yang begitu mendalam.

Putri masih kerap berteriak-teriak, memanggil anak dan suaminya yang telah tiada.