Begini Sikap PKS Terhadap Dinamika Revisi UU KPK dan Perppu

Begini Sikap PKS Terhadap Dinamika Revisi UU KPK dan Perppu

Ngelmu.co – Mohamad Sohibul Iman, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan sikap PKS terhadap dinamika Revisi UU KPK dan Perppu KPK pada Rabu (16/10/2019).

Begini Sikap PKS Terhadap Dinamika Revisi UU KPK dan Perppu

UU KPK Telah Diberlakukan

Terlebih, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi telah diberlakukan pada Kamis, 17 Oktober 2019 pada pukul 00.00 dini hari tadi. Terkait desakan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU KPK (Perppu KPK), Jokowi sama sekali tidak menggubris.

“Sejak disahkan DPR RI bersama pemerintah, reaksi publik adalah kecewa dengan revisi UU tersebut. Karena isinya dianggap melemahkan KPK,” katanya.

“Walaupun pada awalnya kekecewaan itu tidak begitu kuat dan luas, tetapi belakangan kekecewaan itu disertai penolakan hebat dan aksi-aksi unjuk rasa. Juga ada semacam petisi dari para tokoh dan pegiat anti korupsi. Di situ muncul desakan kuat agar presiden mengeluarkan Perppu,” katanya.

“Di sisi lain muncul pihak yang tidak setuju dengan Perppu. Mereka menganjurkan legislative review, berarti amandemen kembali oleh DPR bersama pemerintah, atau judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi),” katanya.

“Dari polemik tersebut, saya menangkap beberapa hal. Hampir semua pihak sepakat bahwa Revisi UU KPK memiliki kelemahan-kelemahan sehingga perlu ada koreksi. Ini wajar karena revisi UU tersebut dihasilkan denga sangat terburu-buru,” katanya.

Meskipun sepakat harus ada korelsi tetapi mereka berbeda sikap tentang cara koreksinya, apakah dengan Perppu atau dengan legislative review atau lewat judicial review.

“Sebagai parpol yang terlibat dalam penyusunan UU tersebut di DPR RI, tentu PKS tidak etis melakukan judicial review. PKS sudah mendapat kesempatan secara politik memperjuangkan sikapnya untuk memperkuat KPK, namun selalu kalah jumlah suara. PKS mesti menerima hasil tersebut. Jadi PKS tidak etis melakukan JR (judicial review). Tetapi kalau ada masyarakat yang melakukan JR, tentu PKS berterima kasih dan ikut mendukung. Walaupun proses JR ini bisa memakan waktu lama,” katanya.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Istana Ajak Bertemu, PKS: Kami Hargai, Nanti Saja Setelah Pembentukan Kabinet
[/su_box]

Rincian Sikap PKS

Seperti yang dilansir dari gatra.com, ia pun membuat rincian terkait sikap PKS yang berbeda dengan partai lain dalam Revisi UU KPK, di mana PKS kalah jumlah suara, di anataranya sebagai berikut:

1. PKS tidak setuju penyadapan harus seizin Dewan Pengawas (Dewas). PKS berpendapat cukup dengan pemberitahuan kepada Dewas 1×24 jam sejak penyadapan.

2. PKS tidak setuju Dewas dipilih oleh Presiden, atau oleh Pansel yang dibentuk presiden, tetapi oleh pansel yang dibentuk DPR.

“Legislative review hanya bisa dijalankan manakala DPR dan pemerintah sama-sama berinisiatif melakukannya, karena tidak ada pihak lain yang bisa menginisiasinya. Ini artinya DPR RI dan pemerintah rela mengoreksi hasil kerjanya sendiri, mungkinkah? PKS sebagai yang kalah jumlah suara bisa saja menginisiasi, tetapi jika hanya PKS tentu nasibnya akan sama yaitu kalah jumlah suara,” katanya.

“Perppu adalah hak prerogatif presiden. Keluar tidaknya Perppu tergantung persepsi subjektif presiden terhadap situasi, apakah ada kegentingan yang memaksa atau tidak. Pihak mana pun, termasuk PKS tidak bisa memaksa presiden mengeluarkan Perppu. Pilihan paling rasional bagi PKS adalah menyetujui keluarnya Perppu. Tetapi sekali lagi ini tergantung persepsi subjektif presiden,” tegasnya.