Ngelmu.co – Kondisi keuangan PT Krakatau Steel Persero Tbk (KRAS) sedang memburuk. Bahkan, utang perusahaan menggunung hingga Rp 40 triliun. Hal ini diungkapkan oleh Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Erick Thohir, dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR RI, pada Senin (2/12/2019) kemarin.
Singgung Soal Utang dan Anak Usaha Krakatau Steel
Ketika membahas soal utang Krakatau Steel yang cukup besar itu, Erick pun sempat menyinggung soal banyaknya anak perusahaan Krakatau Steel yang hampir mencapai 60 unit.
“Contoh Krakatau Steel, dengan utang hampir Rp 40 triliun, Krakatau Steel punya anak perusahaan yang berjumlah 60. Kalau bapak ibu tanya saya, bisa nggak me-review Krakatau Steel dalam waktu seminggu, saya angkat tangan, karena jumlahnya 60,” kata dia seperti yang dikutip dari finance.detik.com.
Selain itu, ia juga menyampaikan agendanya untuk menerbitkan Peraturan Menteri BUMN untuk memperketat pembentukan anak dan cucu BUMN. Erick tak ingin, jika BUMN yang sehat justru akan terbebani oleh anak perusahaan.
“Saya tidak mau juga perusahaan-perusahaan BUMN yang notabene masih sehat ke depannya justru tergerogoti oleh oknum. Saya tidak bicara direksi tapi oknum yang sengaja gerogoti daripada perusahaan yang sehat-sehat itu,” ujarnya.
Tidak hanya soal utang yang menggunung dan anak perusahaan yang begitu banyak, nyatanya kinerja keuangan Krakatau Steel sangat mengecewaka. Pasalanya, dalam 7 tahun terkahir, secara berturut-turut telah mencatatkan kerugian yang cukup banyak.
Kerugian KRAS
Sebagaimana yang dilansir dari finance.detik.com, KRAS terkahir kali mengantongi laba sejak 2011 yang mencapai US$ 151 juta. Setelah itu, perusahaan terus mengalami kerugian. Berikut data kerugian KRAS sejak 2012 hingga 2018:
• 2012 rugi US$ 20 juta
• 2013 rugi US$ 14 juta
• 2014 rugi US$ 147 juta
• 2015 rugi US$ 320 juta
• 2016 rugi US$ 172 juta
• 2017 rugi US$ 82 juta
• 2018 rugi US$ 75 juta
Sebelumnya, Direktur Utama KRAS, Silmy Karim pernah mengakui tentang kinerja keuangan. Namun, pihaknya tengah membenahi fundamental perusahaan dan perbaikan industri baja tanah air. Selama ini industri baja nasional terdampak dari serangan produk baja impor.
Sebab, selama ini baja impor yang masuk mengakali nomor Harmonized System (HS) dari carbon steelmen menjadi jenis alloy steel. Sehingga, produk tersebut akan mendapatkan lebih rendah dibanding jenis produk baja lainnya. Hal itu lantaran adanya kebijakan Permendag 22/2018.
“Industri baja dalam tiga tahun terakhir ini terpukul. Itu karena Permendag 22 itu bebas cukai,” ujarnya dalam acara Paparan Publik Krakatau Steel di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (4/1/2018).
Mengapa KRAS Memiliki Anak Usaha Begitu Banyak?
Adanya anak perusahaan Krakatau Steel yang hampir mencapai 60 unit itu, lantas menuai pertanyaan, apa yang membuat KRAS memiliki anak perusahaan yang begitu banyak? Menurut mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu menjelaskan, bahwa jumlah anak usaha sebanyak itu lahir dari akumulasi sejak perusahaan digagas medio 1960-1970-an.
“Dia ini banyak anak usahanya lahir dari akumulasi sejak pembentukannya di zaman orde lama, orde baru. Dari zaman Bung Karno ini pembentukannya, beranak pinak lah dia,” ucap Said kepada detikcom, Senin (2/12/2019).
Menurutnya, Krakatau Steel dulu memang perusahaan besar, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perusahaan maka dibentuk anak usaha. Dia mencontohkan, untuk mengelola kawasan mereka membuat anak usaha, mengelola pabrik dibuat lagi anak usaha lain.
“Dia besar sekali sehingga ada banyak (anak usahanya), hampir semua kebutuhan di-supply anak usaha. Bahkan, termasuk pemasarannya,” ucap Said.
Baca Juga: Ribuan Karyawan PT Krakatau Steel Resmi di PHK
Ia menilai, jika melihat dari segi bisnis, Krakatau Steel yang saat ini, memang terbilang tidak wajar dengan memiliki puluhan anak usaha. Said berharap, penertiban bisa segera dilaksankan.
Kendati demikian, Said menyatakan beberapa anak usaha Krakatau Steel yang usahanya berjalan sesuai core alias inti bisnis baja masih bisa dipertahankan. Dia memberi contoh, unit usaha pengelola kawasan, pengelola pabrik, ataupun pengelola pelabuhan masih bisa dipertahankan.