Ngelmu.co – Upaya-upaya menyematkan radikalisme kepada PKS, masih saja terjadi. Padahal, keduanya ibarat air dan minyak. Tak bisa disatukan. Sekuat apa pun usaha dilakukan, pasti akan sia-sia.
Masih ingat dengan kisah Ayang Rumika? Seorang ibu berkaos hitam dan berambut pendek, yang membetot publik di Indonesia Lawyers Club (ILC).
Berkali-kali dia menyebut PKS, dalam acara yang mengangkat tema soal ancaman kabut asap di Riau. Live. Tanpa naskah. Menjawab pertanyaan Karni Ilyas.
Dia salah satu pengungsi di Posko Kesehatan DPW PKS Riau. Mengisahkan perjuangannya, menyelamatkan cucunya, dari ancaman kabut asap yang mengganas.
Kata Ayang, kader-kader PKS yang membantunya, menjemputnya di rumah. Lalu membawanya ke posko. Mengantarnya ke rumah sakit. Sampai memberinya uang Rp1 juta, untuk ke rumah sakit.
Melalui Ayang, kita akhirnya tahu, bahwa PKS itu tidak anti Pancasila, tidak radikal, dan tidak intoleran.
Di posko, ada puluhan atau bahkan ratusan orang. Mereka pastinya datang dari beragam latar belakang.
Entah agama, suku, ras dan sebagainya. Mereka tak pernah ditolak, meski berbeda-beda.
“Ibu, karena ibu tak berjilbab, maka kami tak mau menolong ibu”.
Dialog semacam itu, sudah tentu tak pernah ada. Ayang menjadi bukti tak terbantahkan.
Ada pula kisah kantor DPW PKS Jawa Barat. Halaman parkirnya kerap jadi tempat memarkir kendaraan jemaat HKBP, saat Kebaktian Malam Natal.
Baca Juga: Gelombang Mualaf saat Isu Terorisme dan Radikalisme Mengepung
Kemudian, baru-baru ini, banyak kader PKS yang berlatih bela negara bersama TNI.
Kegiatan tersebut berlangsung di banyak daerah. Prajurit TNI memberikan latihan baris-berbaris hingga Wawasan Kebangsaan.
Saya teringat dengan jawaban dari Alm. Dawam Rahardjo saat diwawancarai oleh Republika.
Ketua Umum ICMI periode 1995-2000 itu, menyinggung soal PKS saat ditanya Islam Politik di Indonesia.
Begini kata beliau:
Dahulu, misalnya, ada pandangan bahwa kekuatan Islam politik itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini dianggap memperjuangkan syariat Islam dan negara Islam.
Nah, sekarang, yakni pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), malah mereka masuk dalam kabinet atau pemerintahan.
Dan faktanya membuktikan, ketika PKS ada dalam pemerintahan, mereka tak pernah memperjuangkan syariat Islam dalam artian mendirikan negara Islam.
Tudingan itu ternyata tak ada dan tak terbukti!
Malahan, saya melihat, kini kekuatan Islam politik terus melakukan proses demokratisasi dan bahkan terjadi proses de-radikalisasi.
Sekarang PKS sama sekali tak ada tanda-tanda radikal. Partai itu hanyalah militan.
Dan antara radikal dengan militan itu, artinya berbeda sama sekali, serta ini sering di-salahpahami.
Kesimpulannya, tak berlebihan jika Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman, menyatakan bahwa PKS itu kanal moderasi, dan seluruh doktrinnya, menentang sikap radikal.
Sebab faktanya, PKS memang tidak radikal.
Erwyn Kurniawan
Presiden Reli