Ngelmu.co – Dalam rangka memperingati 10 tahun wafatnya Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur, Pesantren Tebuireng Jombang mengadakan Seminar Nasional yang bertajuk “Silang Pendapat Makna Radikalisme”.
Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Dr Salim Segaf Al-Jufri turut hadir menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut. Ia mengingatkan bahwa desain asing dapat memecah belah RI.
Dihadriri Beberapa Pembicara
Pada seminar yang digelar oleh Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng ini, dihadiri pula oleh pembicara kunci Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ir. Hamli, ME, serta memberi sambutan DR KH. Sholahuddin Wahid (Gus Sholah), Pengasuh Pesantren Tebuireng.
Juga menghadrikan KH Afifuddin Muhajir (Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo), Prof Masdar Hilmy, MA, PhD (Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya), Prof Syafiq Mughni, MA, PhD (Pimpinan Pusat Muhammadiyah), dan Dr Fathur Rohman (Dosen Unviersitas Hasyim Asy’ari) sebagai pembicara.
Dilansir dari laman pks.id, Gus Sholah mengatakan, bahwasanya seminar tersebut bukan hanya untuk memperingati Haul ke-10 Gus Dur saja, namun juga dalam rangka memperingati 35 tahunnya NU menerima Pancasila. Gus Sholah mengungkapkan silang pendapat istilah radikal dan radikalisme.
“Ada kaos bertulis ‘nasionalis radikal’. Ketika ditanya maksud tulisan di situ, dijawab pemakainya ‘nasionalisme yang sungguh-sungguh’. Artinya di situ radikal mengandung pengertian positif. Yang negatif istilah ultranasionalisme atau chauvinisme,” ujar Gus Sholah.
“Tetapi dalam istilah Islam Radikal, makna radikal menjadi negatif. Ini kan ada kesimpangsiuran,” lanjut Gus Sholah.
Ia lantas mengutip pendapat beberapa pakar bahwa, “seseorang atau sekelompok orang yang taat beragama tidak dapat begitu saja dicap pendukung radikalisme hanya karena cara berpakaiannya,” kutip Gus Sholah.
Lelaki yang memiliki nama lengkap Salahuddin Wahid ini sangat menyayangkan jika istilah radikalisme menjadi liar. Sebab, kata tersebut kerap digunakan untuk melakukan penghakiman pihak lain dan pembersih bagi diri sendiri.
Radikalisme juga sering dikelirukan untuk mengatakan tindakan terorisme. Di saat lainnya juga dikelirukan untuk mengatakan tindakan intoleransi, anarkisme, serta penolakan terhadap Pancasila.
Pemaparan Habib Salim
Sementara, Habib Salim menyampaikan ketidaksetujuannya dalam penggunaan kata radikalisme bagi hal-hal yang sebetulnya positif. Misalnya adanya SKB 11 instansi pemerintah yang menilai ASN yang kritis sebagai radikal.
“Bagaimana mungkin orang yang menyampaikan kritik konstruktif dituduh radikal. Akhirnya nanti masyarakat gak ada yang ngomong. Bagaimana bangsa dan negara bisa maju jika kritik yang konstruktif dibungkam dengan tuduhan radikal,” kata Habib Salim.
Ia juga menjelaskan, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan mengimbau jangan sampai pihak lain membuat desain agar sesama anak bangsa justru menjadi lupa akan tujuan mereka menjadikan negeri menjadi lebih baik.
“Tapi jangan sampai bangsa ini ribut sendiri gak habis-habis. Jangan sampai pihak-pihak lain membuat desain agar kita sesama anak bangsa lupa terhadap tujuan menjadi negeri yang berdaulat, sejahtera, aman, gemah ripah loh jinawi,” tutur Habib Salim.
Habib Salim juga memaparkan beberapa sebab dari kelompok-kelompok yang menegasikan pemerintah dan bahkan orang-orang Islam di luar kelompoknya.
“Orang ini belum memahami kaidah-kaidah bahasa Arab dalam memahami Al-Qur’an, belum memahami Ushul Fiqh, belum secara utuh memahami agama. Di sinilah peran pondok-pondok pesantren sebagai tempat memahami agama secara benar.”
Ia sangat optimis, jika kedepan umat Islam dapat membawa negeri ini menjadi bangsa yang disegani.
“Di abad 12 kita bisa mengusir tentara Mongol yang waktu itu menguasai 2/3 dunia. Ke depan pun kita bisa menjadi bangsa besar, sebab potensi keamanannya tinggi, kekayaan alamnya luar biasa, dengan sumber daya manusia yang hebat,” kata Habib Salim.
Baca Juga: Publik Masih Menanti Perppu KPK, PKS Bantu Tagih Janji Jokowi
Wakil Ketua Persatuan Ulama dan Cendekiawan Muslim Sedunia (IUMS) ini, mengajak seluruh masyarakat untuk mengokohkan persatuan serta mengutamakan persamaan daripada selalu mengusik dengan perbedaan.
“Saya yakin kita tidak akan kalah menghadapi tantangan dan gangguan. Mari menyiapkan generasi muda kita dengan menjaga dari pemahaman yang nyeleneh dan mendorongnya bergandengan tangan membangun negara ini menjadi negara yang maju dan diperhitungkan bangsa-bangsa lain,” pungkasnya.