Ngelmu.co – Siapa yang tak geleng kepala, ketika ikan yang berada di perairan Natuna, dicuri oleh Cina, tetapi kemudian data mengatakan, Republik Indonesia, justru melakukan impor ikan dari negeri Tirai Bambu? Mari kita bahas satu per satu.
Curi Ikan di Natuna
Dugaan pelanggaran wilayah ZEE perairan Natuna oleh nelayan dan Coast Guard China, membuat Presiden Jokowi, mendatangi Natuna, Rabu (8/1) kemarin.
“Di Natuna, saya bertanya ke Panglima TNI, apakah ada kapal negara asing memasuki laut teritorial Indonesia? Ternyata tidak ada.
Kapal asing tersebut berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia.
Di zona tersebut, kapal internasional dapat melintas dengan bebas, tapi Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya.
Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing yang mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal,” tulis akun Twitter resmi, @jokowi, Rabu (8/1).
Penuturan Jokowi, langsung ditanggapi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ke-6 RI, Susi Pudjiastuti.
“Yang mencuri di EEZ kita, seharusnya ditangkap saja. Dan putuskan dimusnahkan. Jangan hanya dihalau. 🙏🙏🙏,” kata @susipudjiastuti.
Terlepas dari itu, hal ini menjadi ironis, karena nelayan Cina yang diduga mencuri ikan di wilayah Natuna, disinyalir menjadi salah satu pengekspor hasil laut ke Tanah Air.
Benarkah demikian?
Kekayaan Natuna
Perairan Natuna, memang kaya akan sumber daya alam. Tak hanya minyak dan gas, Natuna juga kaya akan sumber daya alam lainnya, yakni ikan.
Laut Natuna memiliki sumber daya perikanan yang berlimpah, seperti:
- Ikan pelagis kecil yang diperkirakan 621,5 ribu ton per tahun,
- Ikan pelagis besar yang diperkirakan 66,1 ribu ton per tahun),
- Ikan demersal yang diperkirakan 334,8 ribu ton per tahun, hingga
- Ikan karang yang diperkirakan 21,7 ribu ton per tahun.
Natuna juga menjadi sarang bagi organisme laut lainnya—kategori crustacean atau sejenis arthropoda—seperti udang dan lobster.
Dilansir Tim Riset CNBC, laut Natuna menyimpan kekayaan komoditas udang sebanyak 11,9 ribu ton per tahun, dan 500 ton per tahun untuk lobster.
Deputi I Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Purbaya Yudhi Sadewa pun menyebut, di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (WPP-RI) 711, perairan Natuna menyimpan potensi 1 juta ton ikan per tahun.
“Di kawasan Natuna yang direbut, 500 ribu ton per tahun, ini hanya ikan,” tuturnya, di Jakarta, Selasa (7/1).
Maka tak heran jika Natuna menjadi wilayah yang rentan memicu konflik antar negara di sekelilingnya, tak terkecuali Cina dan Indonesia.
Ekspor Ikan ke RI
Namun, meskipun hubungan RI dengan Cina, memanas akibat Natuna, Tiongkok telah menjadi salah satu pemasok komoditas sektor perikanan di Indonesia.
Data untuk 2014-2018, porsi impor produk kelautan Indonesia asal Cina, mencapai 25-33 persen.
Sedangkan khusus produk ikan beku asal Cina, menyumbang 41 persen ke Indonesia, di mana jenis yang paling umum diimpor adalah makarel.
Data Trademap menunjukkan, bahwa nilai impor berbagai macam jenis komoditas perikanan RI dari Cina, mencapai US$ 71,6 juta—Rp1 triliun—dengan asumsi kurs Rp14.000/US$.
Jumlah itu setara dengan 25 persen, dari total nilai impor sektor perikanan RI 2018, yang mencapai US$ 290,8 juta—Rp4,07 triliun—dengan asumsi kurs yang sama.
Sementara untuk periode 2014-2019, impor hasil perikanan RI, terus mengalami pertumbuhan.
Impor Indonesia naik 38 persen, sedangkan total impor perikanan RI dari Cina, mengalami fluktuasi dan cenderung naik 2 persen, secara point-to-point.
Baca Juga: Soroti Jumlah Kapal Cina yang Ditenggelamkan Susi, Politikus PDIP: Kirain Benar-Benar Hebat
Indonesia mengimpor berbagai macam hasil perikanan dari Cina, di antaranya:
- Ikan hidup,
- Ikan beku,
- Ikan segar,
- Crustacean,
- Moluska, hingga
- Ikan yang sudah diolah.
Tetapi untuk jumlah impor terbesar adalah ikan yang dibekukan.
Nilainya mencapai US$ 61,9 juta pada 2018, dan US$ 77,3 juta, untuk satu tahun sebelumnya, di 2017.
Tercatat, impor ikan beku Indonesia dari Cina untuk periode 2014-2018, tumbuh 11 persen.
Menyusul ikan beku, di 2018, data Trademap menunjukkan, impor crustacean RI dari Cina mencapai US$ 4,6 juta, sementara moluska mencapai US$ 4,8 juta.
Sepanjang 2014-2018, Indonesia tercatat mengalami kontraksi nilai impor untuk komoditas crustacean dari Cina, yakni sebesar 19 persen.
Namun, walau sempat anjlok di tahun 2015-2016, impor moluska—cumi-cumi—mengalami lonjakan tajam hingga 37 persen, secara point-to-point.
Secara keseluruhan, proporsi impor ikan beku dan moluska dari Cina, memiliki kontribusi yang signifikan.
Cina memasok 41 persen kebutuhan ikan beku, dan 49 persen kebutuhan moluska ke Indonesia.