Ngelmu.co – Terseretnya partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri dalam kasus dugaan suap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), angkat bicara.
Kata Kuasa Hukum PDIP soal Kasus Wahyu
Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP, Teguh Samudra, mengatakan kasus yang tengah diproses Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak tepat sasaran jika menyeret DPP PDIP.
“Konstruksi hukum yang terjadi (dalam kasus itu) sebenarnya adalah perkara penipuan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum tertentu,” tuturnya, dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, seperti dilansir JPNN, Rabu (15/1).
DPP PDIP, lanjut Teguh, tak meminta KPU untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP, mendiang Nazarudin Kiemas, kepada Harun Masiku.
DPP PDIP mengklaim, hanya mengajukan penetapan calon terpilih, setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas.
PDIP mengajukan permohonan penetapan, berdasarkan pada Putusan Mahkamah Agung (MA) RI, yang menyebut permohonan penetapan bisa dilakukan oleh partai politik.
“Persoalan sederhana, sebagai bagian dari kedaulatan Parpol,” kata Teguh.
Awalnya, lanjut Teguh, MA mengabulkan permohonan PDIP untuk menentukan pengganti Nazarudin Kiemas.
Tetapi setelah putusan diberikan kepada KPU, lembaga penyelenggara Pemilu menolak petunjuk MA tersebut.
Akibat penolakan itu, kata Teguh, partainya meminta MA untuk mengeluarkan fatwa, memperjelas makna sebenarnya secara hukum yuridis.
Ketika putusan keluar dan diteruskan ke KPU, lembaga yang dipimpin Arief Budiman, disebut kembali menolaknya.
Baca Juga: UU Baru KPK Cetak Sejarah: Demokrasi di Negara Hukum Mulai Dirusak
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, turut memberikan penjelasan.
“Penetapan anggota legislatif terpilih, di mana kursi itu adalah kursi milik partai, maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA tersebut, bahwa calon terpilih itu adalah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU,” kata Hasto.
KPU memang berkuasa menentukan siapa yang bisa duduk sebagai anggota dewan, tetapi Hasto yang menilai terdapat oknum yang menggunakan kekuasaan tersebut, mendorong KPK untuk memproses hal tersebut.
“KPU secara kolektif kolegial sejak awal, telah mengambil keputusan untuk menolak permohonan resmi dari Dewan Pimpinan Pusat Partai,” tuturnya.
“Namun, kemudian ada pihak-pihak tertentu menawarkan upaya-upaya, dan itu di luar sepengetahuan partai,” pungkas Hasto.