Ngelmu.co – Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Mohammad Siddik, menanggapi saran Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, soal mengganti ‘Assalamu’alaikum’ dengan salam Pancasila.
Ia menjelaskan, kedua hal tersebut jelas berbeda. ‘Assalamu’alaikum’, merupakan salam yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Mengandung doa, di mana orang yang mengucapkan serta menjawabnya jelas mendapat pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Jadi, itu salam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada umat Islam, dan itu mengandung doa untuk memberi kedamaian,” kata Siddik, seperti dilansir Republika, Ahad (23/2).
“Kalau salam Pancasila itu enggak dapat pahala. Sudah lain ‘kan? Karena enggak ada artinya. Jadi berbeda sekali dengan ‘Assalamu’alaikum’, yang itu adalah ajaran agama dan tanda daripada orang Islam,” imbuhnya.
‘Assalamu’alaikum’, lanjutnya, merupakan salam yang dianjurkan dalam agama Islam, hukumnya sunah, dan mengandung doa, agar diberikan kedamaian.
Pengucap salam berdoa, semoga orang yang mendengarnya diberi kedamaian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebab tak ada yang bisa memberi kedamaian, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Tak hanya kepada satu orang itu (si pendengar) saja, tapi juga kepada semuanya, mencakup sekitarnya, keluarganya, lingkungannya, bahkan hewan peliharaannya. Itu termasuk sunah dan dapat pahala,” jelas Siddik.
Baca Juga: Sarankan Ganti Assalamu’alaikum dengan Salam Pancasila, Kepala BPIP Banjir Kecaman
Sebelumnya, Yudian menyarankan, agar sebaiknya ‘Assalamu’alaikum’, diganti dengan salam Pancasila.
“Kalau kita salam, setidaknya harus ada lima sesuai agama-agama. Ini masalah baru kalau begitu. Kini sudah ditemukan oleh Yudi Latif atau siapa, dengan salam Pancasila. Saya sependapat,” tuturnya kepada Detik, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Yudian mengatakan, perlunya salam yang disepakati secara nasional.
Mengambil contoh sebuah hadits, menurutnya, di tempat umum harus menggunakan salam yang sudah disepakati secara nasional.
“Ada hadits, kalau Anda sedang berjalan dan ada orang duduk, maka ucapkan salam. Itu maksudnya adaptasi sosial. Itu di zaman agraris,” kata Yudian.
“Sekarang zaman industri dengan teknologi digital. Sekarang mau balap pakai mobil, salamnya pakai apa? Pakai lampu atau klakson,” sambungnya.
Yudian menyebut, kesepakatan-kesepakatan itu sebagai salam, agar lebih mudah.
“Maka untuk di public service, cukup dengan kesepakatan nasional, misalnya Salam Pancasila. Itu yang diperlukan hari-hari ini,” ujarnya.
“Daripada ribut-ribut itu para ulama, kalau kamu ngomong Shalom berarti kamu jadi orang Kristen,” pungkas Yudian.