Ngelmu.co – Telinga mana yang belum pernah mendengar pernyataan, ‘Salah Anies Baswedan’? Sebab, Gubernur DKI Jakarta itu, memang kerap kali disalahkan, atas beberapa kejadian.
Semua Salah Anies Baswedan
Sebentar, bukan beberapa, tetapi hampir semua peristiwa, ujung-ujungnya di-arahkan ke sana. Bagaimanapun caranya, harus bisa dimanfaatkan untuk menyalahkan Anies.
Namun, mengapa semua ‘bahan’ seolah dirancang demi bisa lebih mudah menyalahkan Anies?
Mari jabarkan satu per satu. Mudah-mudahan tulisan ini bisa objektif.
Kita mulai dari hal yang sensitif dan masih sangat hangat sampai hari ini. Banjir.
Baik politisi Partai Demokrat; Ferdinand Hutahaean, Permadi Arya alias Abu Janda, hingga deretan ‘buzzer’ yang paling mendapat sorotan, yakni akun @Dennysiregar7, @yusuf_dumdum, dan @eko_kuntadhi.
Mereka yang Salahkan Anies
Mereka ada dalam satu barisan. Maksudnya, menyuarakan protes yang sama kepada Anies Baswedan.
“Yang paling salah ya Anies, tidak melakukan upaya yang benar untuk atasi banjir, tapi malah kebanyakan retorika,” tulis akun Twitter, @FerdinandHaean2.
“Yang paling buruk, banjir malah di-anggap sebagai wisata, mungkin *WISATA BANJIR* karena bawa anak meninjau pintu air. Artinya, Anies tidak serius tangani persoalan banjir,” lanjutnya.
Seirama dengan Ferdinand, Abu Janda pun berkicau di media sosial Twitter-nya, “Era Foke: #banjir, surut, selesai. Era @jokowi: Banjir, surut, selesai. Era @basuki_btp: Banjir, surut, selesai,” ujarnya.
“Era @aniesbaswedan: Banjir, surut, banjir lagi, surut, banjir lagi, surut, banjir lagi, surut banjir lagi, surut, banjir lagi udah 7 kali. Fixed, yang bela Anies = Sakit Jiwa,” imbuh Abu Janda.
Bahkan ia berani menilai banjir, sebagai karma untuk Anies, “Bukti Karma is REAL #AzabGabenerBodong. Jadi Gubernur lewat demo berjilid-jilid. Dibalas Tuhan, diazab banjir berjilid-jilid,” tulisnya.
Bukti Karma is REAL#AzabGabenerBodong
Jadi Gubernur Dibalas Tuhan
Lewat Demo Diazab Banjir
Berjilid-jilid Berjilid-jilid pic.twitter.com/Kg3wceIMpO— Permadi Arya (@permadiaktivis) February 25, 2020
Begitupun dengan Denny Siregar, “Banjir adalah berkah. Gubernur sholeh. Itu narasi-narasi bernuansa agama yang sengaja dibangun untuk menutupi ketidakmampuan kerja,” ujarnya.
“Apa yang bisa diharapkan dari pemimpin yang terpilih dengan memainkan ayat dan mayat? Tidak ada. Yang ada hanya kerusakan di mana-mana,” sambungnya.
Apa yang disuarakan Dumdum pun senada, “Ditanya Soal Banjir, Anies: Izinkan saya berkerja bersama rakyat. Lha emang 3 tahun ngapain aja?” tanyanya.
“Harusnya yang kerja elu, bukan rakyat. Lu ‘kan pelayan. Uang pajak rakyat lu embat sama kroni-kroni buat proyek kagak jelas. Dana untuk penanggulangan banjir juga lu ‘sunat’. #4niesTipuWargaDKI,” imbuhnya.
Disebut Nikmati Manfaat Politik
Selesai? Belum. Masih ada Eko Kuntadhi yang mengatakan, “Apa keuntungan Anies akibat banjir Jakarta? Popularitas! Namanya disebut sepanjang hari,” tudingnya.
“Dalam politik elektoral, popularitas adalah modal utama. Kalau saluran air gak diurus dan jakarta banjir. Anies menikmati manfaat politiknya. Sementara, dampak banjir ditanggung warga,” lanjut Eko.
Begitupun dengan aktor Ari Wibowo. Pria kelahiran 26 Desember 1970 itu, ikut menyampaikan komentarnya soal banjir.
Awalnya, ia mengunggah video delapan orang remaja yang asyik bermain TikTok, di tengah banjir.
”Inilah warga DKI. ♥️ Apa pun kondisi dan situasi. Dibawa hepi aja lah,” tulis @ariwibowo_official, Selasa (25/2).
Kemudian, ia justru mengingatkan, tentang berharganya suara rakyat dalam menentukan pilihan.
“Makanya, suara kita itu sangat berharga. Next time kita harus lebih pintar ya milihnya,” lanjut Ari.
Selain publik harus bisa lebih pintar dalam memilih, ia juga menyampaikan pendapatnya soal bagaimana cara menangani banjir.
“Banjir itu harus ditangani dengan logika, bukan dengan kata maupun ayat,” pungkasnya.
Baca Juga: Ari Wibowo soal Banjir: Tangani dengan Logika, Bukan Kata atau Ayat
Sudah, sampai di situ dulu ‘tudingan’ terarah yang kita bahas. Sekarang lanjut ke Anies.
Benarkah apa yang dilakukan oleh pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969, tak ada yang benar? Dengan kata lain selalu keliru?
Lagi, Semua Salah Anies Baswedan
Sebagai pemimpin daerah—ibu kota negeri—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode Oktober 2014-Juli 2016, memang salah.
Pasalnya, saat banjir melanda seperti saat ini, bersama Pemprov DKI, Anies terus berupaya menyelesaikan masalah. Tak melempar kesalahan kepada siapapun.
“Saya akan bertanggungjawab dengan warga saya…,” tuturnya, sembari terus ‘nyemplung’ ke telaga-telaga, meskipun di luar jam kerja. Memantau keadaan warganya.
Terlepas dari itu, apakah benar banjir hanya terjadi di Jakarta?
Bagaimana dengan Bekasi, Karawang, Cirebon, Pekalongan, Samarinda, Bengkulu, Konawe Utara, Morowali, Jayapura, dan daerah-daerah lainnya?
Simak potret banjir di wilayah yang sudah disebutkan di atas, dikutip Ngelmu dari berbagai sumber:
Apa Kata Publik?
Publik juga bisa bersuara. Mereka pun sepakat menyalahkan Anies, karena:
Dampiero: Bekasi, Bogor, Karawang dan daerah banjir lainnya, mungkin dianggap bukan wilayah Jabar :))) karena semua salah Anies. Mau banjir di Italia juga salah Anies. Jadi Gubernur Jabar mah santuy weh. Masih sempat jalan-jalan, maen film :))
Dhany: Rumusnya, apa pun kejadiannya, di manapun lokasinya, itu semua salah Anies.
Badru Djaman: Tangerang, Cikarang, Bekasi dilanda Banjir. semua salah Anies? Sekalian jika Surabaya Banjir lagi, yang salah Anies, karena gak jadi presiden.
Gus Mohamad Khoiri: Buat mereka itu benar semua, dan Anies salah semua, karena otaknya sudah tidak bisa berpikir jernih.
November 2019 lalu, Budayawan, Sujiwo Tejo, juga telah berkomentar soal mengapa semua hal seolah menjadi salah Anies.
“Sampai karikaturalnya, Bekasi yang banjir itu salahnya Anies. Sekarang ada sekolah robot di salah satu daerah di Jawa Tengah, salahnya Anies,” tuturnya.
Sujiwo Tejo pun mempertanyakan, soal tudingan yang selalu menganggap Anies bersalah.
“Pokoknya yang salah-salah Anies semua. Masa sih Anies enggak ada benar-benarnya?” ujarnya.
Salah Anies Baswedan? Begini Kata BMKG dan Para Ahli
Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), telah menjelaskan, perubahan iklim yang terjadi saat ini, meningkatkan risiko dan peluang curah hujan ekstrem.
Sehingga menjadi pemicu banjir di Jakarta. Hal ini disampaikan langsung oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal.
“Curah hujan kali ini mencatatkan rekor curah hujan tertinggi sejak 1866,” paparnya.
Tetapi para pakar juga mengatakan, penyebab banjir di Jakarta, bukan hanya masalah curah hujan ekstrem dan fenomena meteorologis.
Namun, juga diakibatkan beberapa faktor lain, seperti besarnya limpasan air dari daerah hulu, karena berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir.
Ahli Hidrologi dari UGM, M Pramono Hadi, menyebut penyebab utama banjir adalah hujan yang merata, dengan jumlah yang banyak.
Dari semua faktor itu, BMKG kembali menegaskan, bawah curah hujan ekstrem menjadi penyebab paling dominan terjadinya banjir di Jakarta.
Jika sebab-sebab alamiah itu tak bisa diterima, dan semua yang sudah diupayakan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan, tetap dinilai salah.
Maka ujung-ujungnya, kata-kata, “Semua itu salah Anies!”, akan terus mengudara. Selama pesanan masih ada. Begitu kata para pendukung cucu dari pejuang kemerdekaan, Abdurrahman Baswedan.
Baca Juga: Anies Selalu Salah di Mata Mereka
Cukup, ya. Kita lepas banjir. Pindah ke bagaimana cara Anies menanggapi bullying.
Iya, gubernur satu ini memang termasuk salah satu sosok yang kerap di-bully.
Dipuji Tidak Terbang, Dicaci Tidak Tumbang
Lantas, bagaimana dirinya menyikapi hal tersebut? Ia tetap tenang, dan memilih untuk fokus kerja.
“Kita ini kalau menjalani tugas, jalani dengan ringan, ikhlas, rileks saja.
Jadi, prinsip saya dari dulu sama, dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang.
Saya tidak khawatir dengan apa yang ditulis di media sosial hari ini.
Saya lebih khawatir dengan apa yang ditulis para sejarawan di masa depan.
Karena ditulis di media sosial hari ini, dua pekan ke depan, orang lupa.
Tapi ketika ditulis sejarawan, mereka mengumpulkan dengan data yang lengkap.
Dan saya harus mempertanggungjawabkan kepada anak-anak saya, generasi saya, bahkan pada Allah Yang Maha Kuasa,” kata Anies.
Tak bisa dipungkiri, jika ‘Semua salah Anies’, semakin menggema.
Sebab, meskipun tahun 2020 baru saja berjalan, tetapi namanya terus disebut sebagai salah satu calon presiden terkuat, untuk 2024 mendatang.
Tak heran jika sebagian besar menilai, ‘Salah Anies’ yang terus muncul itu, merupakan salah satu upaya menjegal langkahnya di Pilpres nanti.
Berhasil? Entah. Pasalnya sampai hari ini, masih kerap terdengar sebutan-sebutan seperti ‘Goodbener’ pun ‘Gubernur Rasa Presiden’.
Akhirnya, waktu yang akan menjawab. Apakah rentetan tudingan tadi berhasil menghalangi langkah Anies ke depan, atau justru tak berpengaruh sama sekali.
Masyarakat yang menilai, karena pada akhirnya, publik-lah yang akan menentukan. Apakah Anies benar-benar keliru, atau sengaja di-desain agar nampak salah.
Satu hal yang jelas, jika isu-isu yang dilempar sekumpulan penyerang Anies, tak lagi mampu menimbulkan perdebatan, bagaimana mereka bisa bertahan mengacak-acak Anies?
Sudah. Memang semua salah Anies. Biar pria yang menginisiasi gerakan Indonesia mengajar itu terus disalahkan.
Pada akhirnya, telinga Anies yang menyaring. Kritik membangun diterima untuk memperbaiki kinerja, sementara kritik menjatuhkan?
Semoga tak membuat Anies menjadi pribadi yang anti-kritik.
Sekian, dan masukan.