Ngelmu.co – Benarkah akan terjadi suatu hal besar di Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi? Paling tidak, itu yang disampaikan oleh Ekonom, Rizal Ramli. Pasalnya, berdasarkan sejarah, ada dua presiden RI yang lengser akibat krisis ekonomi.
“Kita lihat sejarah Indonesia, Bung Karno jatuh karena krisis ekonomi, Soeharto juga. Jadi sesuatu hal besar terjadi di Indonesia, karena krisis ekonomi,” tuturnya, di Surabaya Town Square, seperti dilansir Detik, Ahad (8/3).
Apa yang Rizal sampaikan, bukan tanpa alasan. Sebab menurutnya, terdapat lima hal penting di sektor ekonomi, yang saat ini sedang bermasalah, yakni:
- Merosotnya indikator makro ekonomi,
- Menurunnya daya beli,
- Gagalnya pemerintah membayar Jiwasraya,
- Ekonomi digital mengalami koreksi valuasi, dan
- Gagal panen para petani.
“Nah, kelima gelembung ini akan terjadi bersama. Kalau masih satu-satu terjadi, bisa diatasi. Kalau semua terjadi bersamaan, bisa terjadi sesuatu besar di Indonesia sebelum Lebaran,” kata Rizal.
“Bisa terjadi perubahan politik di Indonesia, bukan karena ada oposisi yang hebat, tapi karena krisis itu sendiri, menciptakan suatu perubahan,” sambungnya tegas.
“Ini ‘kan sudah terjadi pelan-pelan, the beginning. Sebetulnya sudah dua tahun lalu kami ingatkan, bahwa Rizal Ramli ngomong begini, solusinya begini, tapi pemerintah terlalu jumawa, padahal enggak ngerti-ngerti amat. Akhirnya masalah itu semakin besar, gelembungnya semakin besar,” lanjut Rizal.
Lebih lanjut ia bercerita tentang era Soeharto. Saat itu, dirinya merupakan oposisi.
Setiap publikasi dirinya, senantiasa dikumpulkan oleh intel-intel di pemerintahan tersebut, untuk kemudian disampaikan ke sekretaris negara.
Namun, publikasi selanjutnya justru dijadikan second opinion presiden.
Maka Rizal mengklaim, dirinya sering memprediksi bagaimana nasib ekonomi Indonesia.
Sebab ia yakin, banyak ramalannya di bidang makro, korporasi, dan bisnis, hampir seluruhnya menjadi kenyataan.
“Bukan karena Rizal Ramli punya indra ke-6, tapi karena kita sudah terbiasa memonitor semua masalah dengan angka,” ujarnya.
“Kita bikin prediksi, simulasi, sehingga ramalan itu kebanyakan terjadi semua. Seperti contoh Soeharto dulu,” imbuh Rizal.
Baca Juga: Melawan Rencana Revisi Peraturan Sektor Minerba Oligarkis
Kemudian ia juga menjelaskan, kelima hal penting di sektor ekonomi yang menyebabkan krisis.
Salah satunya di indikator makro ekonomi, menurutnya, penurunan serta merosotnya angka saat ini, lebih buruk jika dibandingkan era 10-15 tahun lalu.
“Dari defisit perdagangan, transaksi berjalan, balance anggaran, tax ratio dan lainnya. Kalau semua indikator makro merosot, harusnya rupiah melemah,” jelas Rizal.
“Tapi tidak terjadi karena doping. Doping ini, pemerintah pinjam uang besar dari luar negeri, dengan bunga lebih mahal, agar rupiah menguat sedikit,” sambungnya.
Di awal, lanjut Rizal, doping memang berjalan baik. Namun, saat suatu ekonomi terus di-doping dengan pinjaman, maka yang terjadi adalah ekonomi akan semakin kacau dan gelagapan.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi krisis ekonomi adalah turunnya daya beli masyarakat.
Rizal mengatakan, dirinya kerap mendapat keluhan dari pedagang di Jakarta, bahwa penjualan merosot di tahun 2019.
“Banyak tanya, apakah turun karena online? Saya katakan tidak, karena ekonomi perdagangan online volume bisnisnya hanya delapan persen dari total perdagangan,” jelas Rizal.
“Sisanya, 92 persen perdagangan biasa, jadi tidak benar,” imbuhnya.
Penjualan merosot, menurut Rizal, karena pertumbuhan kredit di Indonesia hanya menyentuh angka 6,02 persen.
Padahal, jika pertumbuham ekonomi mencapai angka normal yakni di 6,5 persen, maka kredit akan tumbuh sekitar 15-18 persen.
“Tidak salah, daya beli turun, penjualan merosot. Pertumbuhan kredit hanya 1/3 dari angka normal, makanya penjualan susah banget, peredaran uang juga terbatas, karena tersedot untuk membayar hutang,” beber Rizal.
“Mengapa setiap Menkeu menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), 1/3 dana di bank itu tersedot dipakai untuk beli SUN? Karena dijamin 100 persen,” jelasnya.
“Kemudian bunganya lebih mahal 2 persen dari deposito. Itulah mengapa di bawah, uang seret sekali. Tahun ini prediksi saya, pertumbuhan kredit 4 persen, akan lebih merosot lagi,” lanjut Rizal.
Soal indikator ketiga krisis ekonomi di Indonesia, menurutnya, adalah kasus gagalnya pemerintah membayar Jiwasraya.
“Ini hanya sebagian total Rp33 triliun, tapi perkiraan saya ada reksadana yang enggak mampu bayar, dana pensiun, dan lainnya, total Rp150 triliun,” ungkap Rizal.
“Jadi ekonomi kita ibarat petinju itu sudah goyang, kebanyakan utang, dengan gagal bayar ini, ya jadinya krisis,” jelasnya.
Jika yang ke-4, Rizal melihat, ekonomi digital akan mengalami koreksi valuasi, poin terakhir adalah banyaknya petani yang terancam gagal panen, dan memperparah kondisi ekonomi.
“Karena harusnya mereka menanam padi pada September tahun lalu, tapi kekeringan luar biasa, akhirnya baru bisa tanam bulan Januari ini. Akhirnya panennya molor Mei-Juni,” kata Rizal.
Saat petani panen, Bulog memiliki uang untuk membeli beras impor, meski utang pun tercatat Rp30 triliun.
“Di gudang, Bulog punya cadangan beras impor 1,7 juta ton. Jadi kasihan petani kita pas panen, yang beli enggak ada,” tuturnya.
“Di desa itu sederhana, ada panen, ada uang, nah kalau enggak ada panen, ya enggak ada uang, susah benar,” pungkas Rizal.