Ngelmu.co – Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengkritik pemerintah pusat yang membolehkan masyarakat mudik. Pasalnya, meskipun para pemudik diminta mengisolasi diri selama 14 hari, IDI menilai, tak ada jaminan permintaan itu dipenuhi.
“Katakanlah sekarang dianggap ODP, di-isolasi. Bagaimana kemudian kita melakukan atau mengisolasikannya,” kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, Mohammad Adib Khumaidi, seperti dilansir Detik, Kamis (2/4).
“Dan siapa yang kemudian akhirnya menjamin, dalam satu kurun waktu, yang dia tidak akan keluar ke mana-mana, atau tidak akan kontak dengan keluarga, dengan sekitar, di lokasi daerah dia balik?” sambungnya.
Masyarakat yang mudik, lanjut Adib, pasti akan melakukan kontak langsung dengan orang lain. Mereka yang mudik di tengah pandemi virus Corona (COVID-19), juga disebut akan menjadi beban pemerintah daerah setempat.
“Karena mereka tetap akan kontak gitu lho, pada saat dia itu mudik, pasti dia ‘kan kontak,” tuturnya.
“Kemudian satu sisi, mungkin sulit untuk dipahami para pemudik, satu sisi lain, juga akan menjadi beban pemerintah daerah setempat,” imbuhnya.
Sebab, pemerintah daerah dinilai akan kesulitan melakukan tracing kepada para pemudik.
“Katakanlah dia dianggap ODP, tolong isolasi mandiri 14 hari, itu akan sulit untuk tracing di daerah. Itu saya kira menjadi beban di daerah,” ujar Adib.
Maka itu ia menilai, perlunya ketegasan untuk tidak mudik, hingga wabah Corona selesai. Sehingga penyebarannya tak semakin meluas ke daerah-daerah lain.
“Lebih baik kalau kemudian, saat ini kita tegas bahwa masyarakat tidak usah mudik dulu, jangan mudik sampai kita semua selesai,” pinta Adib.
“Kemudian di sana juga, keluarga kita tetap terjaga, tidak tertular dari kita yang berasal dari daerah Jakarta, yang sudah zona merah,” pungkasnya.
Kritik yang disampaikan IDI, mendapat beragam tanggapan dari masyarakat luas. Salah satunya pengguna media sosial Twitter, @ronavioleta.
“Kritik dari orang-orang pinter seperti ini, itu didengerin Pak @jokowi. Mereka lah yang berjuang di garda terdepan melawan Corona. Malah banyak yang sudah berguguran. Mengertilah perasaan mereka. Saya aja nangis dan bergetar baca postingan IDI, ‘IDI memanggil dokter-dokter muda’,” tulisnya.
Kritik dari org2 pinter seperti ini, itu didengerin pak @jokowi . Mereka lah yg bjuang di garda tdepan melawan corona. Malah byk yg sudah berguguranðŸ˜.
Mengertilah perasaan mrk.
saya aja nangis dan bergetar baca postingan IDI, “IDI memanggil dokter2 muda”https://t.co/3dnDBruCC7— Nana (@ronavioleta) April 3, 2020
Tak hanya wanita yang akrab disapa Nana itu yang menyampaikan komentarnya, warga lainnya juga turut berkomentar terkait kebijakan mudik ini.
Akhmad Fallah: Ketika ekonomi lebih berarti dibandingkan nyawa.
Wansu: Maklum Pak Dokter, presidennya bingung tidak punya teman diskusi.
Ade Riduwan: Kebijakan menyesatkan, kalau mudik gak mungkin isolasi diri, pas ngumpul-ngumpul lah, kasian juga sama pemerintah daerah, bebannya nambah lagi.
Andry Hendra: Makanya. Terlalu meremehkan dari awal. Kayak ga peduli kesehatan.
Budi Kupluk: Apa mungkin kebijakan soal COVID-19 ini yang diajak diskusi bukan ahli di bidang kesehatan melainkan ahli pencitraan?
Freeyour: IDI tentu wajib protes, karena mereka juga mewakili dokter-dokter di daerah, karena kurangnya APD di daerah, sedangkan pasien pasti akan bertambah banyak nanti, sama aja para dokter itu menantang maut.
Baca Juga:Â 12 Dokter Indonesia Meninggal, “11 Terpapar Corona, 1 Kelelahan Bertugas”
Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan, menyampaikan jika warga diperbolehkan mudik pada Lebaran Idul Fitri tahun ini.
Namun, pemerintah pusat meminta para pemudik untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
“Mudik boleh, tapi berstatus orang dalam pemantauan. Presiden Joko Widodo menegaskan, tidak ada larangan resmi bagi pemudik Lebaran Idul Fitri 2020 M/1441 H,” kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/4).
“Namun, pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari, dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP), sesuai protokol kesehatan (WHO), yang diawasi oleh pemerintah daerah masing-masing,” lanjutnya.
Kebijakan itu, kata Fadjroel, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Selain itu, pemerintah juga akan melibatkan para tokoh untuk memberikan imbauan kepada warga, terkait pencegahan COVID-19.