Ngelmu.co – Publik mempertanyakan ‘Aliansi BEM Jakarta’ yang mengkritik langkah Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, dalam memberikan fasilitas terbaik untuk para tenaga medis yang menangani pandemi virus Corona (COVID-19) di ibu kota.
Pasalnya, usai sekumpulan mahasiswa menyampaikan kritik soal penanganan wabah ini, sedikitnya ada tiga universitas yang menegaskan, jika mereka tidak tergabung ke dalam ‘Aliansi BEM Jakarta’ tersebut.
Berikut surat pernyataan resmi dari Universitas Trilogi, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitan Esa Unggul:
Maka masyarakat pun meragukan, apakah benar sekumpulan mahasiswa itu tergabung ke dalam Aliansi BEM Jakarta, yang sesungguhnya?
Seperti yang disampaikan oleh politikus Partai Gerindra, Fadli Zon.
“Saya ragu, tak percaya ada yang ngaku aliansi BEM bicara seperti ini. Tapi kalau benar, sungguh tak punya apresiasi dan empati pada Tenaga Medis,” tuturnya.
“Dokter dan tenaga media adalah para pahlawan di zaman ini. Mereka mempertaruhkan nyawa untuk menolong orang lain,” sambung Fadli.
Selain Fadli, Aktivis Sosial, Geisz Chalifah juga meyampaikan hal senada, “Akibat dapat traning Buzzer Otak Dikit,” tulisnya melalui akun media sosial Twitter, @geiszchalifah.
Tak hanya politisi dan aktivis yang mempertanyakan pernyataan ‘Aliansi BEM Jakarta’, seorang dokter psikosomatik, Andri, juga menyayangkan hal tersebut.
“Wabah belum usai, tapi kritik terhadap tenaga kesehatan (Nakes) sudah mulai, padahal pekan-pekan lalu dipuji-puji. Benar kata teman saya, Nakes di Indonesia, sering tidak dibela rakyat sendiri,” ujarnya.
“Saya sangat menghargai gerak cepat dan inisiatif dari bapak gubernur DKI, Pak @aniesbaswedan, dalam memberikan fasilitas penginapan layak kepada Nakes,” sambung dr Andri.
“Selain untuk istirahat, juga memberikan rasa aman kepada keluarga dan lingkungan sekitar Nakes, yang kadang masih banyak yang takut kalau Nakes pulang ke rumah,” pungkasnya.
Tak sampai di situ, CEO dan Founder of AMI Group and AMI Foundation, Ustaz Azzam Mujahid Izzulhaq, juga menyampaikan kritiknya.
“Saya setuju. Tenaga medis yang menangani pasien China Corona Virus, harusnya diberikan fasilitas Istana, bukan hotel bintang lima,” sindirnya.
“Anyway, tolong beritahu kepada anak-anak ini untuk belajar disiplin, dengan Physical Distancing dan menggunakan masker saja dulu, dan mestinya acara ini dibubarkan, karena telah berkerumun sekian banyak orang,” tegas Ustaz Azzam.
Selain para pejabat, aktivis, hingga dokter, masyarakat biasa juga ikut bersuara.
Ronin Fatih: Udah lah tong, kalian mending main mobel lejen dan pabji aja, kalau habis kuota bilang aja, nanti kami patungan deh buat kalian, daripada sekalinya muncul ga berguna.
Arjuna Kusnadi: Ini mah mahasiswa abal-abal, omong doang bantu kagak. Kelihatan ini barisan mahasiswa yang mulai nyeb*ng.
Baca Juga: Teladan Ibnu Sina dan Diamnya Anies Baswedan
Sebelumnya, ‘Aliansi BEM Jakarta’, mengkritik sejumlah kebijakan Gubernur Anies Baswedan, dengan menyebutnya kurang tepat bahkan cenderung bernuansa politis ketimbang solutif.
Salah satu dari mereka, yakni Dheden Pratama, mengaku sebagai Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) periode 2018-2019.
Ia mengungkapkan, masalah yang mereka soroti adalah kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD), termasuk masker sebagai kebutuhan utama pencegahan penyebaran COVID-19.
“Urgensi saat ini, bagaimana kita sama-sama bersatu memerangi COVID-19, antara pemerintah dengan masyarakat, untuk memutus mata rantai Corona,” kata Dheden, seperti dilansir Tribun, Sabtu (4/4).
“Namun, sangat disayangkan, di tengah urgensi seperti ini, banyak oknum-oknum di tengah pemerintahan maupun sipil, yang memanfaatkan kekayaan diri untuk menperkaya diri dengan menimbun masker,” sambungnya.
Yazid Albustomi yang mengaku sebagai Presiden Mahasiswa STIKES Binawan, menambahkan jika ‘Aliansi BEM Jakarta’, meminta Pemprov DKI untuk lebih fokus dalam hal pencegahan.
“Jika Indonesia ingin meniru gaya penanganan ala Korea Selatan, maka keberadaan fasilitas kesehatan kita juga harus mencukupi. Tes dengan skala masif harus ada, guna mendeteksi siapa saja yang terinfeksi COVID-19 ini,” ujarnya.
“Kasus yang terlewat, sama saja dengan bom waktu. Pengetahuan akan keadaan riil di lapangan, akan mempermudah pemerintah dalam perencanaan strategi ke depannya,” lanjut Yazid.
“Fasilitas hotel bintang lima untuk tim medis, dinilai berlebihan. Lantas apakah itu menjamin bahwa masyarakat Jakarta tidak terinfeksi virus Corona, karena belum meratanya tindakan pencegahan dari Gubernur Jakarta, terkait virus Corona dikalangan masyarakat menengah ke bawah,” tutupnya.
Pernyataan itulah yang dihujani kritik oleh publik.
Mereka merasa apa yang disampaikan ‘Aliansi BEM Jakarta’, tak berempati terhadap para tenaga medis yang sedang berjuang untuk Indonesia.
Anda pribadi, bagaimana menyikapi hal ini? Setuju dengan apa yang disampaikan Yazid dan kawan-kawan, atau ikut mempertanyakan apa yang disuarakan oleh ‘Aliansi BEM Jakarta’?