Ngelmu.co – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, menilai iuran BPJS Kesehatan yang kembali naik di tengah pandemi COVID-19, sebagai bentuk kezaliman. Ia juga menyebut, keputusan demikian hanya lahir dari pemimpin yang tak merasakan penderitaan rakyat.
“Keputusan itu merupakan bentuk kezaliman yang nyata, dan hanya lahir dari pemimpin yang tidak merasakan penderitaan rakyat,” tuturnya.
“Di tengah kesusahan akibat wabah Corona, pemerintah menambah kesusahan itu,” sambung Din, seperti dilansir Kumparan, Jumat (15/5).
Ia pun mendesak, agar pemerintah mencabut Perpres 64/2020, serta mengurungkan niat menaikkan tarif BPJS Kesehatan.
“Kita menuntut pemerintah untuk menarik kembali keputusannya,” kata Din.
Sebab, menurutnya, jika Perpres baru tersebut tidak dicabut, rakyat akan semakin tidak patuh terhadap pemerintah.
“Karena kalau dipaksakan, maka rakyat dapat melakukan pengabaian sosial (social disobedience),” imbuhnya.
Baca Juga: Cholil Nafis Protes, “Kenaikan Iuran BPJS saat Pandemi Ini Keterlaluan“
Din juga mempertanyakan, mengapa BPJS Kesehatan, kerap berutang kepada pihak rumah sakit, saat negara masih gencar membangun infrastruktur.
Lebih lanjut ia berpendapat, rakyat tak perlu kena imbas, jika dana infrastruktur bisa di-alihkan untuk menambal defisit BPJS.
“Patut dipertanyakan, mengapa BPJS sering berutang kepada Rumah Sakit, ke mana uang rakyat selama ini?” tanya Din.
“Jika benar uang itu dipakai untuk proyek infrastruktur, maka itu dapat dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi, menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kembali kenaikan iuran BPJS Kesehatan, per Juli mendatang.
Besarnya kenaikan, juga hampir setara dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019, yang telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA), akhir Februari lalu.
Berikut rincian Iuran BPJS Kesehatan:
Januari-Maret 2020 (Perpres 75 Tahun 2019)
- Kelas III Rp42 ribu per bulan,
- Kelas II Rp110 ribu per bulan, dan
- Kelas I Rp160 ribu per bulan.
April-Juni 2020 (Perpres 82 Tahun 2018)
- Kelas III Rp25.500 per bulan,
- Kelas II Rp51 ribu per bulan, dan
- Kelas I Rp80 ribu per bulan.
Juli 2020-seterusnya (Perpres 64 Tahun 2020)
- Kelas III Rp 42 ribu per bulan,
- Kelas II Rp100 ribu per bulan, dan
- Kelas I Rp150 ribu per bulan.
Dengan catatan:
Pada Juli-Desember 2020, peserta Kelas III, tetap membayar Rp25.500, sementara Rp16.500-nya, pemerintah subsidi.
Sedangkan mulai Januari 2021, peserta kelas III, membayar Rp35 ribu, karena subsidi pemerintah hanya tujuh ribu rupiah.