Ngelmu.co – Ini tentang tiga suster Katolik, yang menyanyikan lagu lebaran. Videonya di YouTube, ditonton ribuan orang. Banyak yang memuji suara mereka, bagus dan harmoni. Wajar, karena mereka terbiasa bernyanyi.
Tapi maaf, Muslim menganut prinsip ‘lakum dinukum waliyadin’, untukmu agamamu dan untukku agamaku. Dikutip dari ayat terakhir surat Al-Kafirun, dalam Al-Qur’an.
Jadi, silakan kalau mau bernyanyi lagu-lagu lebaran atau Islami, tapi jangan tuntut Muslim, menyanyikan lagu gereja saat Natal.
Sebab, kami terikat prinsip tadi, dan kami juga tidak menuntut umat lain ikut perayaan Idul Fitri.
Untuk kawan non-Muslim yang mengucapkan selamat lebaran, terima kasih.
Tapi mohon maklumi, bila di hari raya kalian, kami tidak ikut mengucapkan selamat, karena prinsip di atas.
Intoleran-kah kami? Bukan. Kami memang tidak berpartisipasi, tapi selama kami tidak mengganggu, itu sudah pas dibilang bertoleransi.
Dalam KBBI, arti toleran disebutkan begini:
to·le·ran a bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Nah, selama kami tidak menghalang-halangi perayaan agama lain, maka itu disebut toleran.
Baca Juga: Agar Kita Tidak Kecele Seperti M Nuh dan Penyelenggara Konser Amal BPIP
Adapun ikut menyanyikan lagu agama lain, ikut mengucapkan selamat, menurut saya, itu disebut partisipasi. Mari kita rujuk kepada KBBI.
par·ti·si·pa·si n perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta;
Lalu, apakah yang berpartisipasi lebih baik dari yang bertoleransi?
Kami tidak sepakat begitu.
Perbedaan menjadi indah, bila, pertama, memang dengan adanya rasa saling menghargai.
Namun, yang kedua, justru dengan kokohnya identitas masing-masing, tanpa peleburan yang dipaksakan.
Jadi bila kami tegas dalam pendirian tanpa ikut-ikutan, disertai rasa hormat pada pendirian lain, itu adalah bagian dari keindahan perbedaan.
Apa artinya perbedaan bila dipaksa ikut-ikutan?
Oleh: Zico Alviandri