Ngelmu.co – Bukan persoalan mayoritas pun minoritas, yang menyebabkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, tak bisa jadi menteri. Demikian dijelaskan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Susi Dwi Harijanti.
Ia memaparkan, sejumlah syarat pengangkatan menteri sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 Pasal 22 tentang Kementerian Negara.
Susi mengatakan, ada salah satu syarat yang tak dapat dipenuhi Ahok. Terpampang pada Pasal 22 ayat (2) huruf F.
“Persoalannya sekarang, kalau Pak Ahok, mau dijadikan menteri, dia terkena pasal huruf F ini,” tuturnya, seperti dilansir Republika, Sabtu (4/7).
“Karena untuk tindakan itu, dia dikenakan penodaan agama. Ya ‘kan dia lima tahun lebih ancamannya,” sambung Susi.
“Jadi, dia enggak akan bisa (jadi menteri), (karena) kena (pasal 22 huruf) F ini,” lanjutnya lagi.
Meskipun Ahok, pada kenyataannya hanya divonis dua tahun, Susi, kembali menekankan Pasal 22 ayat (2) huruf F tadi.
Tindak pidana yang dilakukan Ahok, ancaman hukumannya lima tahun atau lebih.
Sehingga yang diperhatikan dalam aturan pengangkatan menteri nanti adalah ancamannya, bukan vonisnya.
“Dia dipidana berapa tahun pun, tapi dia yang dibaca ancamannnya,” kata Susi.
“Dan kenapa dipertimbangkan ancamannya itu? Karena akan melihat tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana serius biasanya, kalau lima tahun ke atas,” imbuhnya.
Perlu diketahui, dalam Pasal 22 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dijelaskan sejumlah aturan pengangkatan seseorang menjadi menteri.
Berikut di antaranya:
- A. Warga negara Indonesia;
- B. Bertakwa kepada Tuhan yang maha esa;
- C. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara kemudian UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
- D. Sehat jasmani dan rohani;
- E. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik;
- F. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Baca Juga: Jokowi Ancam Reshuffle, Publik Sodorkan Nama Menteri yang Perlu Diganti
Lebih lanjut Susi menjelaskan, selain segi hukum, Presiden Joko Widodo, juga harus mempertimbangkan segi etik, dalam pengangkatan menteri.
Sebab, publik pasti akan menanyakan langkah Jokowi, jika mengangkat menteri yang pernah tersangkut kasus pidana.
“Kalau mendudukan Pak Ahok, pada jabatan menteri, maka akan ada reaksi-reaksi,” jelas Susi.
“Jadi, ada biaya politik yang harus dibayar. Orang akan mempertanyakan itu,” tegasnya.
Maka Susi berharap, Jokowi dapat mempertimbangkan dengan baik, orang yang hendak ditunjuk sebagai menteri, ke depannya.
Jangan sampai, lanjutnya, Indonesia jadi bangsa yang terbelah hanya gara-gara menujuk mantan narapidana sebagai menteri.
“Jadi ini yang perlu dipertimbangkan oleh seorang presiden. Memang itu adalah haknya presiden, dikatakan hak prerogatif presiden,” ujar Susi.
“Tetapi ketika presiden mengangkat itu, harus memperhitungkan segala aspek,” sambungnya.
“Jadi ini bukan persoalan ‘Oh… Indonesia, enggak bisa mengangkat minoritas menjadi ini’,” lanjut Susi.
“Ini bukan persoalan mayoritas dan minoritas, ini bukan persoalan itu,” pungkasnya.