Ngelmu.co – Kalau saja Mahmed II, hidup kembali dan melihat kondisi pemuda saat ini, mungkin ia sudah geleng-geleng kepala tak habis pikir. Ah, betapa kualitas kita dan dirinya terbentang amat jauh!
Saat kebanyakan pemuda sekarang berumur 21 tahun, sudah angkat dagu, bangga bisa menaklukkan hati wanita, Muhammad Al-Fatih, mampu menaklukkan Konstantinopel!
Saat para pemuda bersenang-senang menghabiskan umur delapan tahunnya dengan menghafal lagu-lagu orang dewasa, Muhammad Al-Fatih, menghafalkan seluruh ayat Al-Qur’an; dalam kepalanya.
Saat para pemuda masih bingung dengan mimpinya, tidak tahu akan jadi apa, ‘let it flow’ katanya, Muhammad Al-Fatih, sudah bertekad dengan lantang sejak kecil:
“Ayah, aku ingin menaklukkan Konstantinopel!”
Tekadnya tidak berakhir dengan teriakan lantang saja. Muhammad Al-Fatih, memiliki visualisasi mimpi yang teramat jelas.
Sejak kecil, ia bersama ayah dan gurunya, sudah memandang Benteng Byzantium dari atas bukit.
“Nak, benteng itu yang akan kau taklukkan nanti,” seru Sang Ayah.
Muhammad Al-Fatih, bahkan memiliki ruangan khusus berisi miniatur Konstantinopel, lengkap dengan peta dan strategi perang.
Betapa ia tidak main-main dengan mimpinya.
Saat para pemuda begitu mudah mengeluh, merasa punya segudang masalah dan tekanan hidup, lalu menganggap hidupnya akan berakhir sia-sia.
Muhammad Al-Fatih, sudah dibebankan amanah yang begitu besar, bahkan sejak ia lahir ke dunia.
Ia menjadi tumpuan harapan tiga generasi, akan takluknya Konstantinopel, janji Allah yang diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ratusan tahun silam.
Ia menjadi harapan dari enam abad perjuangan para pendahulu.
Bayangkan, harapan 600 tahun perjuangan para pendahulu, dibebankan pada pundaknya!
Ah, tapi sedikitpun ia tak gentar, tak mundur barang sejengkal!
Saat para pemuda menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang, menonton film, nongkrong berjam-jam, Muhammad Al-Fatih, memilih meningkatkan kemampuan fisik dan mengisi otaknya.
Ia menguasai teknik bela diri, memanah, berkuda, berenang, strategi berperang, ilmu fiqh, hadits, astronomi, dan matematika.
Ia juga menguasai banyak bahasa; Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani.
Saat para pemuda dengan mudah hancur mentalnya, ketika direndahkan atau dihina orang lain, Muhammad Al-Fatih, punya hati seluas samudera, mental sekuat baja.
Tak terhitung berapa banyak orang yang merendahkannya, saat ia diangkat menjadi raja, pada umur 19 tahun.
“Bocah ingusan,” cela orang.
Musuh dan lingkaran orang kerajaan, meremehkan kemampuannya. Kerajaan musuh menyerang, saat tahu Muhammad Al-Fatih, diangkat menjadi sultan.
Tapi ia lebih memilih memberikan bukti nyata.
Saat para pemuda menghabiskan air matanya untuk kekasih hati yang tidak jelas, Muhammad Al-Fatih, memilih menghabiskan air matanya untuk memohon ampunan dan memanjatkan harapan.
Sejak baligh, tak pernah satu malam pun ia lewatkan tanpa sholat tahajjud. Ialah Pedang Malam, yang selalu diasah dengan tulus ikhlas.
Saat para pemuda lupa dan meninggalkan Tuhan, “Nanti saja kalau sudah tua,” pikirnya, Muhammad Al-Fatih, tak sekalipun pernah meninggalkan Allah, dalam setiap urusannya.
Ia memiliki 250.000 pasukan yang tak sekalipun meninggalkan sholat wajib.
Ia laksanakan sholat Jumat, sebelum menyerang Konstantinopel.
Sholat yang shaffnya terpanjang dalam sejarah, 4 kilometer, membentang dari Pantai Marmara hingga Selat Golden Horn di utara.
Gema takbir bersahutan, menggetarkan, menjadi semangat saat menggempur lawan.
Saat para pemuda kehabisan cara dan ide-ide cemerlang untuk meraih mimpinya, Muhammad Al-Fatih, tak kehabisan cara, bahkan yang menurut orang lain gila.
Ia menghadapi Benteng Byzantium!
Dibatasi laut dengan pagar rantai besi, terbuat dengan teknologi terhebat pada zamannya, tak mampu ditembus selama 11 abad.
Kokohnya Benteng Byzantium, tak membuat Ia kehilangan akal.
Tak bisa menyeberangkan 70 kapal lewat laut, ia lumurkan minyak pada ratusan gelondongan kayu, lalu menjalankan seluruh armada kapal, melintasi bukit hanya dalam satu malam.
Allahu Akbar!
Pagi hari menjelang, musuh kaget bukan kepalang. Benteng Byzantium yang selama 11 abad tak terhancurkan, hari itu telah mampu ditembus.
Merekalah yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebut dengan sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik tentara.
“Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin, tentaranya sebaik-baik tentara, dan rakyatnya sebaik-baiknya rakyat.”
Lalu saat ini, kita sadar akan bentang yang amat jauh antara kualitas pemuda saat ini, dan di zaman Muhammad Al-Fatih.
Ada jurang pemisah yang terpampang dengan nyata. Ada ketinggalan yang amat jauh.
Oleh karena itu, kita harus mengejar itu semua dengan kerja keras dan kesungguhan.
“Kaki anak Adam, tidaklah bergeser pada hari Kiamat, dari sisi Rabb-Nya, hingga ditanya tentang lima hal; tentang umurnya; untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya; untuk apa dia pergunakan, tentang hartanya; dari mana dia peroleh dan ke mana dia infakkan, dan tentang apa yang telah dia lakukan dengan ilmunya,” (HR. Tirmidzi).
Kelak, masa muda akan dimintai pertanggungjawabannya. Mereka yang memberi manfaat yang akan kekal. Namanya abadi, tercatat di bumi dan langit.
“…Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan,” (QS. Ar-Ra’d: 17).
Oleh: Satria Hadi Lubis