Ngelmu.co – Hersubeno Arief, memoderatori diskusi online di kanal YouTube Forum Tanah Air, Sabtu (18/7) lalu, yang diisi oleh Din Syamsuddin, Haikal Hassan, Fadli Zon, Mardani Ali Sera, hingga Rocky Gerung. Pembicaraan mereka bertajuk ‘Indonesia, Negara Kesatuan atau Negara Kekuasaan’.
Dikutip Ngelmu, Selasa (28/7), pada kesempatan itu mereka membahas tentang banyak hal:
- Indonesia negara kesatuan, kekuasaan, atau kekeluargaan;
- Melawan kotak kosong dalam pemilihan adalah musibah untuk demokrasi;
- Dua calon dalam pemilihan adalah demokrasi yang sakit;
- Tiga calon dalam pemilihan adalah sesuatu yang wajar;
- Empat calon dalam pemilihan adalah baik—normal—sehat untuk demokrasi;
- Siapa yang diwakili oleh para wakil rakyat;
- Persoalan Djoko Tjandra;
- Peristiwa politik di Solo; hingga
- Penguasa zalim yang sedang di-istidraj.
Istidraj; kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya, yang sebenarnya itu menjadi azab baginya, apakah dia bertobat atau semakin jauh (dari Allah); seperti Firaun dan Karun.
“Melihat situasi kondisi kehidupan kebangsaan kita sejak beberapa waktu yang lalu, saya merenung sampai ke satu kesimpulan,” kata Din Syamsuddin.
“Ini namanya kesimpulan, sangat subjektif, relatif. Saya menggunakan istilah; tangan, langit, sudah menerpa di bumi,” sambungnya.
“Ini sedang berlangsung secara teleologis; bukan teologis, ke arah kejatuhan, karena Al-Qur’an mengatakan, lewat surah Al-A’raf ayat 182,” lanjutnya lagi.
Din, pun membacakan ayat yang dimaksud.
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka yang mendustai ayat-ayat Kami; ayat-ayat kebenaran, ayat-ayat keadilan, mereka yang mendustai itu, yang tadi, kemudian mengkristalkan diri menjadi penguasa, dan menciptakan negara menjadi negara kekuasaan semata-mata, itulah orang-orang yang mendustai ayat Kami, kata Allah,” jelas Din.
“Apa balasan terhadap mereka? Allah kemudian akan membiarkan mereka perlahan-lahan, akhirnya sampai mentok; istidraj, sementara mereka tidak mengetahui, tidak sadar,” imbuhnya.
“Ini yang sedang terjadi menurut pemahaman saya. Maka mohon maaf, setiap yang dikatakan, direncanakan, dilakukan, itu blondering—pemantikan—ini yang tengah terjadi. Belum selesai satu (masalah), muncul satu (masalah baru). Paling akhir tadi ‘kan Solo itu, ya,” kata Din.
Ia pun menegaskan, jika persoalan politik di Solo pun blondering.
“Karena bagi pendusta agama Allah, nilai-nilai Allah, nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kejujuran, nilai-nilai keadilan, mereka beristidraj. Mentang-mentang berkuasa, mentang-mentang punya kekuasaan, bisa berbuat apa saja,” kritik Din.
“Apa maksudnya ayat ini? Secara teologis, dirinya sendiri mengarah kepada kejatuhan,” sambungnya.
Din pun membacakan surah Al-A’raf ayat 181.
وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
“Kami juga ciptakan, kata Allah, kelompok masyarakat yang memberikan pencerahan, dan betul-betul mereka berlaku adil, bukan karena pencitraan, bukan karena motif lain, semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” jelas Din.
Lantas, apa yang harus dilakukan?
“Kita harus aktif menentukan langkah-langkah. Bagi pencinta keadilan kebenaran, dan menolak segala bentuk kezaliman, kemaksiatan, kemungkaran tadi, walaupun mereka tengah beristidraj, itu bisa sebagai bagian dari amar makruf nahi munkar. Itu yang tengah kita lakukan. Ini bukan power politics,” tegas Din.
Ia pun berharap, wakil rakyat tak main-main soal masalah ini. Di antaranya, mencabut RUU HIP dari Prolegnas.
Di akhir diskusi berdurasi 2 jam 20 menit 29 detik itu, pria yang akrab disapa Babe Haikal, pun menambahkan, “Menang belum tentu mulia, kalah belum tentu hina, tapi yang curang pasti celaka,” tutupnya.
Selengkapnya, saksikan diskusi tersebut di sini…