Ngelmu.co – Putra dari Kiai Abdullah Rifa’i, Ulil Abshar Abdalla, menyoroti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang menjalankan ‘tradisi’ Nahdlatul Ulama (NU).
Menantu dari Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus), itu menyampaikan penilaian lewat akun Facebook pribadinya, Jumat (14/8). Berikut tulisan yang dimaksud:
“Bagaimana jika teman-teman PKS, ikut mengamalkan tradisi NU, seperti tahlil, maulid Nabi, ngaji kitab kuning, dan lain-lain?
Sebagian orang mencurigai ini sebagai ‘move politik’ yang dikalkulasi secara cerdik oleh PKS, untuk menarik suara dari kalangan nahdliyyin.
Saya punya pandangan yang berbeda. Saya justru melihat hal ini sebagai gejala yang positif.
Saya melihat, tidak semua hal bisa ditafsirkan secara ‘politik’.
Kenyataan sosial biasanya tidak sederhana, dan karena itu, mereduksi kenyataan sosial hanya sebagai cerminan dari ‘motif-motif politik’ yang tersembunyi, jelas kurang tepat.
Meskipun mungin ada ‘niat politik’ di balik tindakan PKS untuk mengadopsi simbol-simbol kultural NU.
Tetapi saya tak menafikan bahwa mungkin saja, ada kesadaran di banyak kalangan pimipinan PKS, bahwa pada akhirnya tradisi-tradisi keagamaan NU, seperti tahlilan, berjanjen, ngaji kitab kuning, adalah tradisi keagamaan yang amat penting, dan tidak bisa diabaikan.
Dulu, pada awal-awal sejarah pendirian PKS, memang pengaruh ‘sektor salafi/wahabi’ lumayan kuat di dalam partai ini.
Tetapi pengaruh ini pelan-pelan mulai memudar dalam perkembangan belakangan.
Dinamika politik dalam demokrasi yang terbuka dan kompetitif, telah memaksa sebagian elite PKS, yang semua hendak mempertahakan ‘puritanisme’ ideologis untuk kompromi.
Saya menyebut gejala ini segabagi proses PKS menjadi lebih ‘membumi’, menjadi lebih Nusantara.
Gerak mendekat ke kultur Nusantara ini, pelan-pelan, nanti juga akan diikuti oleh kelompok salafi.
Jika mau bertahan di Indonesia, tidak bisa lain kelompok salafi kecuali harus ‘berdamai’ dengan bumi Nusantara, dengan kenyataan kultural yang ada di negeri ini.
Dan ini, bagi saya, adalah perkembangan yang positif. Tak usah dibaca dengan kaca-mata yang ‘curigatif’.”
Baca Juga: MUI Menyoal Video Santri Baca Puisi Paskah