Ngelmu.co – Ketika itu; Jumat, 17 Agustus 1945, Jakarta masih sepi. Tetapi di rumah Faradj bin Said bin Awadh Martak, seorang saudagar Arab; kelahiran Hadramaut, Yaman, ada kesibukan yang sangat menentukan perjalanan negeri yang kelak dikenal sebagai Indonesia.
Semalam, Ibu Fatmawati, menjahit sendiri kain Merah dan Putih, untuk menjadi bendera kebangsaan.
Pagi hari, anak-anak muda, para remaja yang di dadanya berkobar semangat juang, sibuk mempersiapkan hajatan besar yang menjadikan murka penjajah.
Ini adalah hari yang sangat mendebarkan. Beberapa bulan sebelumnya, Soekarno sakit.
Badannya lemas. Beri-beri dan malaria telah menggerogoti kebugaran tubuhnya.
Tak mudah mencari rumah sakit saat itu. Indonesia, belum merdeka. Masih dijajah.
Tetapi kesehatan Soekarno, harus pulih. Faradj Martak, berikhtiar dengan gigih.
Ia berikan madu terbaik yang hingga hari ini masih tetap menjadi satu dari tiga madu terbaik di dunia; Madu Sidr Bahiyah.
Setiap bulan, Faradj Martak, menyiapkan satu kardus Madu Sidr Bahiyah, berisi 20 botol. Tiap-tiap botolnya berisi satu kilo madu.
Baca Juga: Rumah Proklamasi Milik Orang Arab dari Yaman
Sekadar catatan, Madu Sidr, dihasilkan oleh lebah yang hidup di kawasan pepohonan sidr (bidara); sangat tinggi manfaatnya.
Sampai sekarang, madu ini sangat mahal karena bagusnya kualitas.
Setelah kesehatan Soekarno, cukup pulih, beberapa anak muda menculiknya untuk dibawa ke Rengasdengklok.
Mereka meyakinkan Soekarno, bahwa Jepang sudah menyerah kalah dalam perang.
Sudah saatnya menyatakan kemerdekaan, dan akhirnya pagi itu, 17 Agustus 1945, jam 10.00, Soekarno-Hatta, memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, di rumah Faradj Martak.
Pegangsaan Nomor 56 adalah saksi sejarah. Ia adalah salah satu sumbangan Faradj Martak, ketika negeri ini masih sangat miskin.
Negara tak punya uang. Tetapi Presiden Direktur MARBA, menyerahkan banyak sekali uang serta properti kepada negara, muslimin Indonesia, maupun Soekarno.
MARBA merupakan perusahaan yang di-dirikan oleh Faradj bin Said bin Awadh Martak, bersama keluarga Badjened; lengkapnya bernama NV Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened. Disingkat menjadi MARBA.
Di antara bangunan yang masih kita kenal sekarang ini adalah kompleks hotel Garuda di Yogyakarta, serta masjid besar Al-Azhar di Kebayoran Baru, beserta tanah sangat luas yang mengelilinginya.
Keduanya hanya sebagian di antara banyak sekali hibah pengusaha Arab yang wafat di Aden, Yaman; Faradj Martak.
Catatan sejarah itu ada. Pengakuan negara juga diberikan. Tetapi kita hampir-hampir tak mengenal. Anak-anak kita apalagi.
Habis-habisan keturunan Arab, memberikan dukungan bagi berdirinya negeri ini.
Bukan sekadar turut bergembira ketika banyak yang dapat dinikmati sesudah merdeka.
Tetapi hari ini, keturunan Arab seolah lebih buruk daripada penjajah.
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim