Ngelmu.co – Menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, sejumlah serikat buruh, akan menggelar aksi mogok kerja nasional, pada 6-8 Oktober, mendatang.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono.
Rencana mogok nasional, akan dilakukan di lingkungan perusahaan, dengan tetap mengutamakan penerapan protokol kesehatan.
“Mogok nasional dilakukan di lingkungan perusahaan, dengan protokol kesehatan, seperti jaga jarak dan menggunakan masker,” tegas Kahar, seperti dilansir kontan.co.id, Ahad (4/10) kemarin.
Para buruh dan pekerja, akan datang ke perusahaan seperti biasa, untuk kemudian melakukan mogok bekerja.
“Seperti ketika buruh setiap hari datang ke perusahaan. Bedanya, kali ini buruh datang untuk melakukan aksi [mogok],” jelas Kahar.
Ia, kembali menegaskan, bahwa penerapan protokol kesehatan guna menekan penyebaran COVID-19, akan sangat diutamakan.
Mogok nasional, dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah dan DPR RI, mengesahkan RUU Ciptaker, dalam sidang paripurna, 8 Oktober, mendatang.
Bersama 32 federasi serikat buruh lainnya, KSPI menyatakan, aksi mogok nasional, sesuai mekanisme Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Baca Juga: PKS dan PD Tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja Dibawa ke Paripurna
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan dasar hukum lain untuk mogok nasional ini, adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, utamanya pada Pasal 4.
Selain itu, dasar aksi adalah Undang-Undang tentang HAM dan Undang-Undang tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak- hak Sipil dan Politik.
Said, menyebut mogok nasional ini, akan diikuti sekitar dua juta buruh.
Bahkan, rencananya diikuti lima juta buruh, di 25 provinsi, dan hampir 10.000 perusahaan, di seluruh indonesia, dari berbagai sektor industri.
Seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotip, baja, elektronik, farmasi, dan lainnya.
“Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI, mencermati tiga isu,” kata Said.
“Yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, dan TKA, dikembalikan sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,” pungkasnya.