Ngelmu.co – Syahdan, di sebuah perkantoran elite, ramai bin heboh, karena perilaku dan ulah seorang marbot masjid. Seisi kantor, dari manajemen level, sampai sekuriti, pontang-panting ngurusin sang marbot.
Sudah lama, manajemen kurang begitu suka dengan marbot satu ini. Dari mulai suara azan yang katanya ganggu suasana kantor.
“Berisik!,” gitu komentar top level di kantor tersebut.
Sebagian manajemen juga berkomentar serupa.
“Entah kenapa, gw gak nyaman aja kalau dia azan, berasa panas aja hawa,” gitu kira-kira katanya.
Sampai urusan marbot yang kadang bantu-bantu karyawan belajar a-ba-ta-tsa, juga dikomentarin.
“Itu menggangu produktivitas,” katanya.
Padahal, ngaji iqra, a-ba-ta-tsa, dilakukan jam istriahat dan pulang kantor.
Beberapa karyawan level manajer dan sebagain staf, banyak juga yang kemakan nyinyiran manajemen. Misuh-misuh sama si marbot.
Kalau coba mikir, apa urusannya, ya, sama si marbot yang gak ganggu kerjaan?
Hingga akhirnya suatu ketika, manajemen dan staf-staf yang memang sudah nyinyir dari dulu, ngerjain si marbot.
Gak tanggung-tanggung, si marbot, difitnah ada ‘main’ sama resepsionis kantor yang sudah resign.
Dibuat berita seolah-olah, si marbot, sering main ke lobi, buat deketin resepsionis.
Staf-staf kantor yang dari dulu memang tukang nyinyir dan gak pernah ke masjid, tiba-tiba paling kenceng teriak-teriak.
Mempermasalahkan moral si marbot, dan mulai ngusir untuk pergi dari masjid kantor.
Maka karena intimidasi yang terlalu berat, marbot, akhirnya pindah masjid ke kantor sebelah.
Hal ini juga atas restu pemilik kantor sebelah. Mengizinkan si marbot, sekarang ada di situ.
Lumayan jauh juga jarak kantor sebelah, sekian kilometer dari kantor lama.
Tiga tahun si marbot, ada di kantor sebelah, juga bukan berarti perkara sudah kelar.
Ada saja upaya-upaya untuk ngerjain si marbot, dari manajemen kantor lama dan staf-stafnya yang gak pernah selesai dendam kesumatnya.
Baca Juga: Pernah Jadi Marbot, Udin Raih Gelar Profesor di Usia Muda
Nah, belum lama ini, si marbot, kembali ke kantor lamanya. Ia, kangen sama dawah di masjid kantor situ.
Banyak karyawan-karyawan juga yang senang dengan keberadaan si marbot.
Karyawan, menyambut sukacita kepulangan si marbot. Ramai, heboh, sudah kayak mengarak pengantin sunat.
Akhirnya, si marbot, bisa balik lagi berdakwah di kantor lama.
Belum lama marbot datang, terus bikin pengajian, banyak antusias karyawan yang hadir.
Kondisi ini, bikin keki manajemen.
Teguran keras, bahkan menyasar ke building manajemen–sebagai pengelola kantor. Ia, dipanggil dan diinterograsi, sembilan jam.
Pasalnya, dianggap gak bisa jagain kantor dan memberi izin kesempatan acara si marbot.
Semua level manajemen, dari CEO, manajer, supervisor, staf-staf tukang jilat, ramai-ramai ngerjain marbot.
Sampai komisaris juga ikutan nyinyirin si marbot. Ajegile.
Malah ada mbok-mbok tukang lontong tempe yang biasa mangkal di dekat kantor, dan terkenal sering godain karyawan-karyawan cowok–beberapa juga bilang karyawan biasa ngajak jalan–ikut-ikutan nyinyirin marbot.
Tiba-tiba, kepala sekuriti dan kepala-kepala regunya, tumben-tumbenan bikin Tik-Tok bareng.
Isinya, siap tempur sama orang-orang yang mau ngerubuhin kantor.
Joget-joget, jingkrak-jingkrak, kayak ingus meler keluar masuk hidung. Ajojing kelojotan.
Seharian, sekuriti ngumpul di samping masjid si marbot, sambil pamer-pamerin borgol, pentungan, HT, walky talky, dengan seragam lengkap.
Beberapa motor dinas sekuriti, juga ikut dipamerin. Ada Vespa, Honda Astrea Prima, Suzuki Shogun, Revo, sampai sepeda BMX.
Enggak tau maksudnya apa.
Nah, yang lebih seru lagi, belum lama pengurus masjid nempelin flyer dan baliho di area kantor.
Supaya karyawan dan seluruh pengunjung, tetap menjaga protokol kesehatan.
Tiba-tiba, segerombolan sekuriti, nyabut-nyabutin flyer dan baliho tersebut.
Sebab, katanya manajemen building, sudah pernah menegur, tapi tetap ditempel. Hadeeeeh.
Lama-lama, ini sekuriti, jadi petugas gardener dan nursery dah!
Sampai tulisan ini dibuat, masih ada saja upaya-upaya ngerjain si marbot, dari yang kesannya masuk akal, sampai yang ngada-ngada.
Gw sendiri jadi heran, memang ini marbot, sebegitunya ngancem manajemen, komisaris, dan staf-staf tukang jilat itu, ye?
Enggak tau, ah!
Oh, iya. Kejadian seperti tertulis di atas, bukan di sini.
Kemiripan akan tokoh, tempat, waktu, dan kejadian adalah kebetulan belaka.
Sekali lagi, ini bukan terjadi di sini, tapi di perkantoran Antartika.
Auuu ah!
Oleh: Budayawan Jalanan, Arbow [Ari Wibowo]