Ngelmu.co – Menggeser posisi Partai Gerindra, Voxpol Center Research and Consulting, menyebut elektabilitas Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menjadi yang paling unggul, berdasarkan hasil survei tanggal 2-12 November lalu.
Jelang pelaksanaan Pilgub Sumatra Barat 2020, posisi PKS, menjulang, sekaligus menjadi partai yang paling banyak dipilih oleh warga.
“PKS, kini memimpin dengan persentase perolehan 20,3 persen.”
Demikian kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Sarwi (Ipang), di Padang, mengutip Antara, Senin (30/11).
- Gerindra, 13,8 persen;
- Demokrat, 12,4 persen;
- Golkar, 5,8 persen;
- PAN, 5,0 persen;
- NasDem, 4,8 persen;
- PKB, 3,1 persen;
- PDIP, 2,0 persen; dan
- Lainnya, 2,9 persen.
Sementara yang tidak memilih adalah 0,3 persen, rahasia 13,6 persen, dan tidak tahu atau tidak menjawab 16,0 persen.
Survei, kata Ipang, menggunakan metode multistage random sampling, dengan toleransi kesalahan sekitar 3,47 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Populasi survei adalah warga berdomisili di 19 kota pun kabupaten di Sumbar, dan telah memiliki hak pilih.
Pemilihan 800 orang responden berlangsung secara proporsional, imbang antara laki-laki dan perempuan.
Setiap responden menjalani wawancara dengan metode tatap muka oleh surveyor profesional.
Dilakukan pula quality control sebanyak 20 persen dari total jumlah sampel secara acak.
Dengan cara mendatangi kembali responden terpilih dan mengonfirmasi ulang.
Baca Juga: Survei Voxpol, “61,9 Persen Responden Nilai Cagub PKS Paling Layak dan Mampu Pimpin Sumbar”
Ipang, menilai dugaan pergeseran suara pemilih partai berkorelasi linear dengan perkembangan isu-isu peta politik nasional.
Khususnya partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah, karena belakangan ini kebijakannya cenderung tidak populis.
Sehingga berujung pada sentimen negatif, dan berdampak langsung kepada partai, menurunkan citra serta elektabilitas.
Di saat yang sama, partai yang selama ini kebijakannya berseberangan dengan partai koalisi pemerintah, terlihat cukup berhasil berselancar.
Dengan momentum populisme, seperti mengelola sentimen rakyat, mengambil posisi tegas, membela rakyat (agregasi).
Pihak itu pun mendapat bonus insentif elektoral yang cukup menanjak drastis, seperti yang PKS dan Partai Demokrat, alami.
“Salah satu yang menggerus elektabilitas Gerindra adalah sikap politik Gerindra, banting setir, bergabung pada pemerintahan Jokowi,” kata Ipang.
“Dengan menempatkan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Selain memang belakangan, ada beberapa kasus korupsi yang mulai menjerat kader Gerindra,” sambungnya.
Pergeseran elektabilitas partai politik di Sumbar, apakah berdampak terhadap kemenangan calon kepada daerah yang partai tersebut usung?
“Hipotesisnya, sebagian mengatakan bahwa pengaruh figur kandidat, justru lebih dominan memengaruhi pemilih dalam memutuskan pilihan politiknya,” jelas Ipang.
Tetapi ia juga membahas dampak psikologis yang cukup besar. Terutama bagi partai yang berbasis kader, seperti PKS.
Setidaknya, pemicu kencang pergerakan mesin partai yang panas di ujung, seperti kasus Pilkada di Jawa Barat.
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri juga bahwa tergerusnya elektabilitas partai Gerindra, sedikit banyak berdampak terhadap kandidat yang pihaknya usung.
Terlebih pasangan cagub-cawagub hanya menggunakan diusung oleh Partai Gerindra, sendirian.
Tanpa berkoalisi dengan partai lain, sehingga tidak punya tambahan dukungan insentif elektoral dari mesin partai lain.