Ngelmu.co – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut praktik rangkap jabatan Tri Rismaharini, setidaknya telah melanggar dua Undang-undang, sekaligus cacat hukum.
Pasalnya, setelah menjalani pelantikan sebagai Menteri Sosial (Mensos), Rabu (23/12) kemarin, Risma, tidak melepas jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya, Jawa Timur.
Apalagi Risma, mengaku telah mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk rangkap jabatan.
“Ini menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai wali kota atau menteri, posisi Risma, bertentangan dengan dua UU.”
Demikian kata Peneliti ICW, Wana Alamsyah, lewat keterangan tertulis, mengutip Republika, Rabu (23/12) malam.
Tindakan presiden membiarkan pejabat publik rangkap jabatan, lanjutnya, juga bermasalah.
Pasalnya, izin presiden tidak dapat mengesampingkan perintah undang-undang, terlebih hanya sebatas lisan.
“Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisi wali kota, bisa dinilai cacat hukum,” kata Wana.
Sementara dua UU yang termaksud adalah sebagai berikut:
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 76 huruf h secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.
UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
Pasal 23 huruf a UU menyebutkan, menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya.
Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menteri dan wali kota disebut sebagai pejabat negara.
Sebelumnya, Risma, memang mengaku telah mengantongi izin dari Jokowi, untuk menduduki dua kursi, yakni sebagai menteri dan wali kota.
“Lewat pengakuan Risma, kita bisa melihat inkompetensi dan tidak berpegangnya dua pejabat publik pada prinsip etika publik,” kritik Wana.
“Yang pertama adalah Risma sendiri, kedua adalah Presiden RI Joko Widodo,” imbuhnya.
Padahal menurutnya, pejabat publik harus memiliki kemampuan memahami peraturan, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Wana, juga membahas fenomena rangkap jabatan serupa, temuan Ombudsman Republik Indonesia, di BUMN.
Sayangnya, pada kasus tersebut, Presiden Jokowi pun bergeming, dan justru menormalisasi–sesuatu yang dapat berujung pada perilaku koruptif.
Sebab, rangkap jabatan dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat merumuskan sebuah kebijakan.
Baca Juga: Alasan Sekum PP Muhammadiyah Tidak Mengisi Kursi Wakil Menteri
Pemberian izin rangkap jabatan dari Presiden Jokowi kepada Risma, juga semakin menunjukkan praktik permisif terhadap praktik koruptif.
Terlebih keputusan tersebut melanggar UU, sekaligus mengikis nilai etika publik yang hidup di tengah masyarakat.
Maka itu, ICW, mendesak Risma untuk mundur dari salah satu jabatannya.
Jika tidak segera mengundurkan diri, maka Risma, tidak layak menduduki satu pun posisi pejabat publik.
“Perhatian publik juga perlu ditujukan pada Presiden RI yang memberi izin pada Risma untuk rangkap jabatan,” pungkas Wana.