Ngelmu.co – Berbagai pihak mengaku kecewa dan menolak keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) dari skala besar hingga kecil.
Alasan terkuatnya adalah karena minuman yang diharamkan oleh enam agama di Indonesia ini menjadi salah satu induk dari segala kejahatan.
Bukan setahun dua tahun berbagai kasus tercatat, akibat pelaku mengonsumsi miras.
Hal ini sudah berlangsung lama, jauh sebelum Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 [tentang Bidang Usaha Penanaman Modal], Selasa (2/2) lalu.
Miras di Papua
Menjadi salah satu dari empat provinsi yang mendapat izin pembuatan industri miras di Indonesia [selain Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara], Papua, menolak tegas.
Pada 2017 lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe, menyebut bahwa 22 persen penyebab kematian di sana adalah konsumsi miras.
Selain penyakit, minuman tersebut telah mengikis populasi penduduk asli Papua. Pernyataan yang senada dengan laporan Polda Papua.
Berdasarkan data di tahun 2019, ada 1.485 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 277 warga meninggal, dan sebagian besar terjadi karena korban sebelumnya mengonsumsi miras.
BPPA [Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak] Papua juga menyatakan, bahwa miras menjadi pemicu utama kasus KDRT [kekerasan dalam rumah tangga] di berbagai wilayahnya.
Mengutip Kemenkes soal Riskesdas [Riset Kesehatan Dasar] 2018, rata-rata konsumsi alkohol di Papua, memang paling tinggi se-Indonesia.
Angkanya ada di 9,9 poin per bulan, dari rata-rata nasional yakni 5,4 poin.
Bahkan, Pemprov Papua, sampai harus mengeluarkan peraturan daerah otononi khusus pada 2013 lalu, demi menanggulangi miras.
Walaupun regulasi tersebut digugat di pengadilan, Pemprov Papua tetap melakukan penertiban yang merujuk pada Perda tersebut.
Lukas Enembe, juga sempat mengancam akan membakar toko-toko yang masih berjualan miras.
“Makanya saya harap, mulai hari ini, para penjual ini dikasih tahu. Sebab, kita ingin selamatkan orang Papua yang sudah banyak mati karena barang haram ini.”
Warga Serang Polisi
Seperti pada November 2020 lalu. Polres Tolikara mengamankan dua warga mabuk yang penyerang polisi dengan parang ke Mapolres setempat.
“Kepolisian akan menunggu sampai keduanya sadar dari pengaruh minuman keras, baru dilakukan penyelidikan lebih lanjut.”
Demikian kata Kapolres Tolikara AKBP Y Takamully di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tolikara, Jumat (20/11/2020).
Syukurnya, dalam kejadian itu tidak ada personel polisi yang terluka karena berhasil menghindar.
“Polisi juga mengamankan barang bukti berupa dua parang panjang,” jelas Takamully.
“Dua sepeda motor yang diyakini digunakan oleh pelaku untuk membeli minuman keras di Wamena [Kabupaten Jayawijaya],” sambungnya.
Penyerangan ini berawal ketika personel kepolisian yang melaksanakan pengamanan di Kediaman Bupati Tolikara, menegur seorang pria pembuat onar akibat pengaruh miras.
Pelaku yang tidak terima disuruh pulang, mencabut parang dari pinggang kanan, dan mencoba menyerang salah satu anggota kepolisian.
Anggota kepolisian lain yang saat itu melintas di lokasi kejadian, langsung membantu rekannya untuk menangkap pria mabuk pemegang parang.
Ketika kedua polisi telah mengamankan yang bersangkutan, datang rekannya yang tak terima.
“Saat sedang diamankan polisi, datang seorang yang juga mabuk, membantu temannya untuk tidak ditangkap dan mengejar anggota dengan parang,” ungkap Takamully.
“Bripda Reynaldo kemudian mengeluarkan tembakan peringatan ke udara, sehingga kedua tersangka melarikan diri,” imbuhnya.
Dua anggota polisi itu pun melaporkan insiden kepada pimpinannya.
Lalu dilakukan pengejaran sampai berhasil mengamankan kedua orang yang bersembunyi di Kompleks Ruko Kota Karubaga itu.
Oknum Polisi
Beberapa waktu lalu, jajaran Polda Metro Jaya mengamankan seorang oknum polisi (CS) yang menembak empat orang di sebuah kafe, di wilayah Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat, Kamis (25/2) dini hari.
Parahnya lagi, salah seorang korban merupakan anggota TNI, sementara tiga lainnya adalah pegawai kafe.
“Ada empat korban, tiga meninggal dunia di tempat,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.
Pelaku yang merupakan anggota salah satu Polsek di Jakarta Barat itu dalam kondisi mabuk berat saat menembakkan peluru.
“Dengan kondisi mabuk, Saudara CS mengeluarkan senjata api, dan melakukan penembakan terhadap empat orang tersebut,” jelas Yusri.
“Tiga meninggal dunia di tempat, dan satu yang masih dirawat di rumah sakit,” jelasnya.
Berawal dari Mabuk Berat
A (24) adalah pria asal Banten yang membunuh dan memperkosa seorang pedagang sayur, M (43), saat sedang mabuk berat.
Peristiwa biadab itu terjadi pada Selasa (9/2), pukul 04.30 WIB, di Desa Parigi, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang.
“Pelaku saat itu sedang mabuk, kemudian korban lewat seorang diri, kemudian dihentikan, dicekik, dan diperkosa oleh pelaku,” ungkap Kasatreskrim Polres Serang AKP David Adhi Kusuma.
Awalnya, A menenggak miras sejak Senin (8/2), hingga Selasa (9/2) dini hari, bersama teman-temannya.
Setelah puas, teman-teman pelaku pulang ke rumah masing-masing, sementara A, membeli tuak di warung, dan melanjutkan mabuknya.
Dalam perjalanan, korban melintas dengan motor untuk berdagang sayur.
A menghentikan korban, dan mencekiknya sampai mati. Setelah tak bernyawa, jenazah korban dan motornya dibawa oleh A ke gubuk.
“Pelaku mengakui melakukannya dengan modus operandi mencekik korban hingga meninggal,” kata David.
“Selanjutnya dia memerkosa korban yang sudah tidak bernyawa,” sambungnya.
Tak berhenti sampai di situ, A pun membuang jasad korban ke sungai kecil di dekat gubuk.
Baru pada siang harinya warga sekitar menemukan jenazah yang mengambang di sungai.
Sebelumnya, A juga pernah mendekam di penjara dengan kasus penganiayaan.
Enam Lawan Satu
Laju motor korban, DF (26), dihentikan oleh keenam pelaku hanya karena menyerempet salah satu kendaraan dari mereka.
Lalu, mereka menganiaya korban dengan kayu dan batu, hingga meninggal dunia, serta mengambil barang berharga milik rekan DF.
Korban sempat melarikan diri, tapi terjatuh dan mengembuskan napas terakhir.
Mengetahui korban tewas, para pelaku merampas sejumlah barang berharga DF, untuk menghilangkan jejak.
Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Resky Maulana, menyampaikan, ponsel milik rekan DF, dirampas agar tak dapat menghubungi polisi.
Bahkan, kunci motor korban juga dibawa oleh pelaku, agar tidak bisa mengejar mereka.
Resky mengungkap, bahwa keenam pelaku penganiayaan berada dalam pengaruh miras sebelum menghentikan kendaraan DF, di depan SPBU Campang Raya.
“Mereka minum miras di sebuah kafe, gak jauh dari lokasi kejadian,” tuturnya.
“Dalam keadaan mabuk, motor korban diberhentikan, karena saat di jalan, pelaku merasa korban hendak menyerempet motor pelaku,” sambung Resky.
Salah satu pelaku, Rido, mengaku kepada awak media bahwa ia tidak mengenal korban, dan tak mengetahui permasalahan antara DF dengan pelaku utama (OJ/DPO).
“Saya hanya ikut-ikutan. Malam itu saya diajak ke lokasi, tapi OJ dengan korban sudah ribut,” kata Rido.
Ia juga mengaku, ikut menganiaya korban dengan memukul pakai tangan.
Sedangkan yang memukul korban dengan batu hingga tewas adalah OJ.
Tersangka lainnya, Wawan, mengatakan bahwa saat menganiaya korban ia memang dalam keadaan mabuk. Sebelum diajak ke TKP, mereka sedang minum miras di sebuah kafe.
“Uang korban kami ambil, kami gunakan untuk beli minuman lagi,” bebernya.
Dari enam pelaku penganiayaan DF, tiga sudah ditangkap, sementara sisanya (OJ, IW dan AD), masih buron.
Pembunuhan terjadi di Untung Suropati, Labuhan Ratu, Bandar Lampung, 8 Januari lalu.
Ketiga tersangka yang berhasil diamankan dua hari setelah kejadian adalah Rido (27) warga Sepang Jaya, Imam (24) warga Bumi Kedamaian, dan Ridwan alias Wawan (28) warga Bumi Kedamaian.
Pembakar SPBU di Sikka
Remon (35) yang merupakan pembakar dispenser SPBU di Kabupaten Sikka, NTT, Rabu (20/1) lalu, juga mengonsumsi minuman beralkohol sebelum beraksi.
“Pelaku melakukan aksinya, diduga dalam keadaan mabuk karena baru selesai mengonsumsi minuman keras atau minuman beralkohol.”
Demikian kata Kepala Bidang Humas Polda NTT Kombes Pol Krisna Budhiaswanto, Kamis (21/1).
“Saat ini pelaku telah diamankan, karena kondisinya mengalami luka bakar cukup serius, dan sekarang masih dalam perawatan medis,” imbuhnya.
“Selanjutnya akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku,” lanjutnya lagi.
Kejadian ini berawal ketika pelaku mendatangi SPBU dalam keadaan mabuk. Tepat di pintu masuk, berkali-kali ia teriak, “SPBU tutup jam berapa?”
Mendengar itu, salah seorang saksi, Ermina Sita Weni, menjawab bahwa SPBU sudah tutup.
Melihat pelaku dalam kondisi mabuk, Ermina kembali masuk ke dalam kantor SPBU.
Lalu, datang saksi lain, Sebastianus Saka, yang menyampaikan kepada pelaku bahwa SPBU telah ditutup.
“SPBU sudah tutup, sebaiknya kamu pulang sudah. Apalagi kamu mabuk.”
Namun, pelaku tidak menghiraukan perkataan Sebastianus, ia justru mengambil botol air mineral berisi bensin.
Kemudian Remon, menyiram sekitar dispenser Pertalite dan Premium, mengambil korek gas, dan membakarnya.
Nyawa Anak Habis di Tangan Ayah Tiri
Hamid alias Arifin (25) yang baru saja pulang ke rumah kontrakan dengan kondisi mabuk, menghabisi nyawa anak tirinya, Aulia Ekayanti (5).
Berlokasi di Warung Peuteuy, Panenjoan, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Arifin menenggelamkan AE ke dalam toren air selama 10 menit, pada Kamis (16/7/2020) malam.
“Dalam kondisi mabuk. Ternyata mabuk miras, ditambah obat keras. Sehingga tidak bisa menguasai emosinya,” kata Kapolresta Bandung Kombes Hendra Kurniawan, Senin (20/7/2020).
Saat itu, Aulia hanya menanyakan keberadaan ibunya, karena tidak pulang bersama Hamid.
“Pada saat menegur pelaku ini, korban menggunakan bahasa kasar, ‘Mana ibu saya, kenapa tidak pulang sama-sama?’,” jelas Hendra.
Hamid marah dan membawa korban ke lantai tiga, tempat toren berkapasitas 500 liter berada.
Ia, mengangkat dan memasukkan bocah malang ke toren berisi air dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah.
Jasad AE, baru ditemukan pada keesokan harinya, Jumat (17/7/2020).
Adik Habisi Nyawa Sang Kakak
Edi Ndun (53), warga Desa Oeleka, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), tega membunuh sang kakak Obed Ndun (54), dengan pisau, usai mengonsumsi miras.
“Kasus pembunuhan itu terjadi pada Kamis (2/1/2020) malam, sekitar pukul 22.00 WITA,” ungkap Kapolres Rote Ndao AKBP Bambang Hari Wibowo, Jumat (3/1/2020).
Kejadian itu berawal, ketika pelaku, korban, dan kerabat mereka mengonsumsi miras satu botol, sambil bercerita, di rumah Stef Ndun.
Ketika bercerita di teras rumah, antara korban, tersangka, dan keluarga, membahas tentang roda sepeda motor bagian belakang milik ON yang bunyi.
“Korban berkata bahwa motor Honda Beat yang baru dibelinya, kenapa, kok bunyi seperti mesin sensor,” kata Bambang.
Mendengar itu, pelaku meminta agar jangan membahas hal tersebut, tapi korban justru kesal dan memaki dengan kata kasar.
Pelaku pun mengancam akan membunuh. Kerabat yang melihat, berusaha melerai.
Namun, keduanya tidak peduli. Tak berselang lama, pelaku langsung mengambil sebilah pisau yang tak jauh dari mereka.
Lalu, menusukkannya ke arah tubuh korban sebanyak dua kali. Tusukan pertama tidak kena, karena dihalau oleh kerabat mereka.
Pelaku kemudian kembali menusuk, dan kena di bagian dada sebelah kiri korban.
Korban masih sempat melawan dengan mencekik pelaku hingga tergeletak di lantai samping teras rumah.
Kerabat dan warga lainnya terus melerai dan meminta pelaku pulang ke rumah.
Sementara korban yang menderita luka, dibawa ke Ruma Sakit Umum Daerah (RSUD) Baa. Namun, setibanya di sana, dokter menyatakan ON telah meninggal dunia.
Miras Induk Kejahatan
Di tahun 2015, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bandung Dwi Hartanta, juga menyebut 55 persen [separuh kasus kejahatan yang ditanganinya] dipicu miras.
Miras, katanya, menyebabkan orang berani berbuat kriminal, karena menjadi sulit terkendali.
Pemicu berbagai kejahatan di Kota Bandung, seperti pencurian, pembunuhan, perkosaan, kerap kali terjadi usai pelaku mengonsumsi miras.
Pada 2019, Kapolresta Depok AKBP Azis Andriansyah, juga menyebut bahwa miras berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas.
Berdasarkan catatannya, sekitar 30 persen kejahatan yang terjadi di Depok juga timbul akibat pengaruh miras [dan narkoba].
“Dua puluh sampai 30 persen, misalnya tawuran, perkelahian, pembunuhan, hingga begal di jalanan, biasanya [akibat pelaku] mengonsumsi miras dulu, atau narkotika.”
Demikian ujar AKBP Azis, setelah menghadiri pemusnahan miras dan narkoba di Balai Kota Depok, Jalan Margonda Raya, Jumat (20/12/2019) lalu.
Baca Juga: Tegas, Majelis Rakyat Papua Tolak Investasi Industri Miras
Polri, dalam rentang waktu 2018-2020, juga mengaku telah menangani 223 kasus yang berkaitan dengan miras.
Sementara Pelaksana tugas Kapolres Jepara AKBP Dolly A Primanto, membeberkan, “Mayoritas pelaku kejahatan sebelum melakukan tindak kejahatan, terlebih dahulu mengonsumsi minuman keras.”
“Untuk itulah, kami mengajak untuk bersama-sama memberantas peredaran minuman keras di Kabupaten Jepara,” tuturnya, juga di sela-sela pemusnahan barang bukti miras.
Miras Justru Bebani Ekonomi RI
Kembali ke Perpres 10/2021 yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo, membantah pembukaan investasi miras akan memberi dampak ekonomi yang besar.
Sebab, menurutnya, pembukaan investasi miras justru dapat membuat beban ekonomi negara menjadi lebih besar.
“Saya kira, tidak benar kalau manfaatnya lebih besar dari mudharatnya,” tegas Dradjad, mengutip Republika, Senin (1/3).
“Biaya yang dikeluarkan negara akan lebih besar, dibanding manfaat ekonominya. Ini berdasar riset, ya, bukan perkiraan asal-asalan,” jelasnya.
Dengan adanya investasi, lanjut Dradjad, perusahaan pasti ingin mendapat keuntungan yang bagus.
Sehingga, mereka akan berupaya agar banyak orang yang mengonsumsi produk mereka.
“Suplai akan menciptakan permintaan,” kata Dradjad.
Kondisi itulah yang akan membuat konsumsi miras meningkat, sekaligus memicu sekelompok masyarakat, menjadi mengonsumsi alkohol berlebihan.
“Ini berdasar pengalaman dari berbagai negara di dunia,” beber Dradjad.
Berdasarkan studi pada 2010 lalu, di Amerika Serikat (AS), poin pertama menyebut bahwa satu dari enam orang masuk kategori minum minuman beralkohol dalam kategori berlebihan.
Poin kedua, dengan kondisi tersebut, biaya dari minum miras pada 2010, mencapai 249 miliar dolar AS (sekitar 2 dolar 5 sen per minuman).
“Ini biaya yang ditanggung dari efek buruk minuman keras ke perekonomian. Kalau dipresentasikan ke PDB AS, jatuhnya 1,66 persen dari PDB,” ungkap Dradjad.
Pemborosan terbesar itu, sambungnya, disebabkan karena hilangnya produktivitas sebesar 72 persen.
Sebelas persen karena biaya kesehatan, 10 persen untuk penegakan hukum kejahatan yang disebabkan alkohol, dan lima persen terkait kecelakaan kendaraan bermotor; juga akibat alkohol.
“Angka-angka ini masih perkiraan rendah. Padahal, para peneliti memperkirakan angkanya bisa lebih mahal lagi,” kata Dradjad.
“Ini penelitian resmi yang dimuat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dari Pemerintah AS (CDC),” imbuhnya.
Soroti PDB, Ekonom Senior Bertanya
Ada juga studi lain yang menunjukkan hal senada, dari Montarat Thavorncharoensap.
Dalam 20 riset di 12 negara, terungkap beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45 hingga 5,44 persen dari PDB.
Artinya, jika angka tersebut disimulasikan di Indonesia [dengan hanya menerapkan angka yang dipakai di AS yakni 1,66 persen], hasilnya pun sudah tinggi.
PDB Indonesia di tahun 2020 saja Rp15.434,2 triliun. Jika dikalikan 1,66 persen, maka hasilnya adalah Rp256 triliun.
“Jadi kalau kita asumsikan tidak setinggi 5,44 persen, tapi hanya 1,66 persen saja, sama seperti AS, hasilnya biaya ekonomi yang harus ditanggung Indonesia karena minuman keras, mencapai Rp256 triliun,” ujar Dradjad.
“Pertanyaan saya, apakah investas miras akan menghasilkan Rp256 triliun? Saya tidak yakin itu,” pungkasnya.
Maka dari angka-angka tersebut, Dradjad mengatakan, biaya ekonomi akibat miras akan jauh lebih besar daripada manfaatnya.
Oleh sebab itu, kalau mudaratnya lebih besar, sebenarnya untuk apa pembukaan investasi miras dijalankan? Lebih baik dibatalkan, pesan Dradjad.